1 Suasana Keluarga

Hidup ini memang tidak selamanya akan mulus. Ada kalanya kita akan terpuruk dan bahagia. Berbeda dengan Vanda, dia merasa tidak akan pernah ada rasa Bahagia dalam hidupnya. Gadis kelahiran tahun 2005 ini sudah merasakan pahitnya lika liku kehidupan sedari dia kecil.

"Oekk oekkkk," tangisan pilu dari seorang bayi kecil umur 6 bulan yang sedari tadi tidak berhenti menangis.

"Ini anakmu mbok ya disusuin dulu to, kasian dari tadi nangis ga berhenti," ucap seorang nenek Khom yang merupakan nenek dari si bayi. Menggendongnya dengan jarik sembari di ayun ayun pelan berharap si bayi bisa tenang.

"Kasih susu formula aja sana!" ucapnya ketus tanpa berpaling dari benda persegi panjang pipih. Jarinya sangat cepat mengetikkan sesuatu, entah apa yang dia lakukan sampai sampai tidak memperdulikan anaknya yang sedang menangis sedari tadi.

"Seharuse ya kamu to yang bikinin, kamu itu Ibunya. Ayo sana buatin dulu!" ucap Nenek dengan nada rendah agar tidak menambah si bayi menangis.

"Ck, ngrepotin banget ni bocah," perempuan yang masih muda itu berdecak pelan. Menatap tajam ke arah bayi yang merupakan darah dagingnya sendiri. Langsung berdiri dengan terpaksa, berjalan ke arah dapur untuk membuatkan susu formulanya.

"Hehh ga boleh gitu Tin!! ini anakmu sendiri lo!" Nenek Khom menasihati ucapan anaknya barusan. Dia bernama Tina, Ibu dari si bayi tadi yang bernama Vanda.

"Ssssttt tunggu bentar ya anak cantik, bentar lagi Ibumu bawain susu buat kamu ya."

"Ututuuu tayang tayangg… ."

Jika bayi lain pasti akan diberikan asi dari Ibunya, jika tidak pun mungkin alasannya asi si Ibu tidak keluar. Namun, meskipun asi Ibunya lancar, Vanda tetap tidak akan mendapatkan asinya. Entah apa alasannya juga Vanda tidak tahu itu.

Ketika malam pun Vanda tidak tidur dengan Ibunya, melainkan dengan neneknya. Mulai dari Vanda bangun sampai tidur semua diurus oleh neneknya. Mana pernah dia peduli sedikitpun dengan Vanda.

Tokkk Tokkk

Suara ketukan pintu di barengi dengan Langkah kaki membuat semuanya menoleh ke arah pintu.

"Assalamu'alaikum!!" ucap seorang lelaki yang juga masih muda umurnya. Masuk ke dalam rumah dengan pakaian kotor penuh dengan debu dan bau polusi.

"Waalaikumsalam," ucap Nenek dan Ibu Tina bersamaan. Melihat ke arah lelaki tersebut yang ternyata Bapak dari si bayi.

"Anak Bapak kok belum tidur ciii," ucap Pak Yuan yang ingin mencium pipi anaknya sepulang kerja.

"Mandi dulu Wan, badanmu kotor. Kasian Vanda nanti bisa sakit," cegah Nenek Khom menjauhkan Vanda yang berada di gendongannya.

"Iya maap mak. Bentar ya cantikk, bapak mau mandi dulu," pamitnya dengan menatap anaknya yang melihatnya seraya menggerakkan tangan dan kakinya kesana kemari.

"Mana mas uang hari ini?" tanya Ibu Tina pada saat itu juga. Apa tidak kasihan melihat suaminya seharian nyari uang panas panasan, pulang pulang langsung minta uang. Seenggaknya bikinin minum atau di tawarin makan, memang tidak punya hati.

Fyi kerjaan Bapaknya Vanda ini hanyalah tukang selip padi keliling. Pendapatan tidak menetap, tergantung banyak dikitnya orang yang menyuruhnya menyelip padi. Berangkat dari pagi sampai hampir malam keliling tiap desa ke desa untuk mencari orang yang ingin menyelip. Itupun bayarannya tidak seberapa.

"Lagi sepi," jawab Bapak Yuan merasa bersalah.

"Trus? cepet mana sini!!" merogoh saku baju suaminya dengan paksaan.

"Heh Tina! yang sopan kamu sama suamimu!" tegur Nenek yang tidak suka melihat anaknya berlaku semena mena dengan menantunya. Mau anak atau menantu, jika salah pasti nenek akan tegur.

"Apaan ini cuman dua puluh dua ribu!" protesnya marah setelah melihat uang yang di saku suaminya hanya segitu.

"Ini mah cuman buat beli bakso dah abis," tambahnya yang masih tidak terima melihat hasil uangnya.

"Cihh, nyesel gue nikah sama lo!! miskin!!" ucapnya lagi seraya pergi masuk ke kamar dengan membawa uang itu.

"Kamu jangan ngomong seenaknya ya!!" teriak Nenek Khom yang sangat malu melihat anaknya berucap seperti itu kepada menantunya.

"Minta maap sekarang sama Yuan!!" perintah Nenek Khom.

"Jangan di ambil semua, itu buat beli susu Vanda Tin!!" omongan Pak Yuan tidak di dengarkan oleh Ibu Tina.

"Tina balikin uangnya!!" teriak Nenek Khom ikut membela Pak Yuan. Tetapi juga tidak di gubris sama sekali oleh Tina.

"Maapin anakku ya Wan kek gitu sikapnya," Nenek Khom sangat prihatin melihat menantunya yang berjuang keras tanggung jawab memenuhi kebutuhan keluarganya, tetapi malah sikap anaknya seperti itu padanya.

"Iya gapapa kok Buk, yang penting Vanda sehat aja," sembari tersenyum tipis melihat anaknya yang tiduran sembari kakinya menendang nendang angin. Baginya anaknya sehat dan kebutuhan anaknya tercukupi sudah lebih dari cukup.

"Ya sudah, kamu mandi saja dulu. Makanannya sudah siap di meja, mau tak buatin kopi?" tanya Nenek Khom penuh perhatian dengan menantunya.

"Iya Buk," Pak Yuan langsung berdiri dan melangkah menuju kamar mandi.

Hari sudah larut malam, Vanda sudah di tidurkan sedari tadi. Semua juga sudah selesai makan malam. Kini saatnya mereka mengistirahatkan badannya untuk mengumpulkan energi lagi agar besok tetap fit.

Kini hari mulai menerbitkan sinarnya. Angin pagi menerpa wajah dengan sangat lembut dan sejuk. Suara ayam berkokok saling bersahutan. Namun, suasana yang awalnya sejuk membuat hati tentram harus sirna oleh suara teriakan Ibu Tina.

"Bukkk!!" teriak Ibu Tina memanggil Ibunya yang entah dimana keberadaanya. Namun dia mendengar suara orang sedang mencuci baju.

Srkkk srkkkk (suara sikat yang mengenai baju).

"Dari tadi dicariin juga, ga denger apa tak panggilin?" protes Tina marah marah pada Ibunya yang sedang mencuci.

"Maap to Ibu ga denger tadi." Sedangkan Vanda masih tertidur lelap, di samping kanan kiri dan bawahnya di batasin bantal agar tidak jatuh. Jadi Nenek Khom tenang kalau ingin melakukan kegiatan apa saja tanpa khawatir pada cucunya itu.

"Ehh ini bukannya baju mas Yuan? kok Ibu yang nyuci?" melihat ada baju suaminya yang sedang di rendam bersama pakain lainnya. Mengangkatnya dan bertanya kebingungan pada Ibunya ini.

"Uda numpuk Tin di keranjang Tin, mumpung Ibu nyuci sekalian aja tak cuciin," jelas Ibunya dengan melanjutkan mencucinya. Nenek Khom masih mencuci dengan cara manual, yaitu cuci tangan. Mereka belum bisa membeli mesin cuci. Boro boro beli, bisa makan setiap hari aja sudah sangat bersyukur.

"Ngaku deh, Ibu suka kan sama mas Yuan?" tuduh Tina tanpa memikirkan ucapannya.

"Kamu ini ngomong apa sih," Nenek Khom tetap melanjutkan mencucinya tanpa memperdulikan omongan Tina barusan.

Akhirnya Ibu Tina melangkah pergi dengan perasaan yang masih menduga jika Ibunya itu mempunyai perasaan pada suaminya.

avataravatar
Next chapter