1 Siapa?

Putri (25), seorang wanita cantik berambut ikal dengan tas ransel yang cukup besar di punggung tampak berjalan melintasi semak belukar.

Saat ini tepatnya ia sedang mendaki gunung gede pangrango bersama lima teman kerjanya. Total sekitar 4 gunung sudah mereka daki selama satu tahun ini. Mereka memang terbiasa bepergian alam bebas seperti ini.

Kebetulan juga destinasi kali ini sangat dekat dengan kampung halaman Putri. Ia asli daerah sana. Ayah dan ibunya tinggal di daerah puncak, Bogor.

Diantara mereka semua, Putri yang paling diam. Setidaknya hanya untuk hari itu saja dia terlihat lebih diam, dibanding kemarin-kemarin waktu di kantor atau di destinasi sebelumnya.

Sampai Panji yang biasa mendengar celotehan, dongeng ngalor ngidul Putri lantas berkata. "Lo kenapa Put? Sakit gigi? Atau lagi sariawan?" tanya Panji mencoba menggoda, sambil berjalan membelah semak belukar.

Beberapa temannya tertawa, bahkan ada yang menyindir. "Putri lagi mikirin tagihan motornya belum lunas." ucap Melissa bercanda.

"Bukan, tapi lagi mikirin penghuni gunung ini yang katanya seyem." ucap Doni.

"Gue rasa Putri lagi cemburu deh, liat lu Mel. Nempel-nempel terus sama si Panci." ucap Aisyah memelesetkan nama Panji dengan tujuan candaan.

Putri langsung mengelak. "Apaan sih! Kagak! Fitnah itu! Gak jelas lu." ucap Putri kesal. Didalam hati ia langsung berkata.

"Gue bahkan sadar banget kalo Panji tuh sukanya sama Melissa. Ya emang kenapa kalo gue diem aja? Kok jadi disangkut pautin ke si Panci presto? Hanya karena... Semua mata gue selalu tertuju ke arah dia. Heh, munafik banget sih gue." batin Putri seperti menahan sesuatu didalam hatinya.

"Gue bahkan tahu jelas kalau gue memang terlahir untuk jadi jones. Entah sampai kapan. Gue bahkan paham betul, segimana enggak menariknya gue ini... Di mata laki-laki." tambah Putri dalam hati.

Tiba-tiba angin dingin mulai terasa dan berhembus cukup kencang meniup mereka, ternyata itu disebabkan oleh cuaca yang kelihatannya ingin hujan.

Putri melihat ke atas langit, ia melihat awan mendung sudah mendominasi diatas. Ternyata benar-benar akan hujan.

"Guys kayaknya mau hujan nih. Ayo kita lebih cepat lagi jalannya." ucap Putri.

"Ini juga udah cepet Bu lurah. Kalo mau pasang jet di kaki gue." keluh Doni.

"Kaki lo tambahin pake kaki seribu." ucap Aisyah.

Hujan mulai rintik-rintik turun dari atas langit, mereka pun semakin mempercepat jalannya melewati jejeran pepohonan maupun semak belukar.

Maupun jalanan yang terjal, penuh bebatuan termasuk licin. "Hati-hati, Neng. Kalo jatoh nanti nimpa gue." ucap Doni yang kini berhenti, menunggu mereka diatas sana menaiki jalanan yang kian menanjak disertai bebatuan.

Putri, Aisyah maupun Doni saling melihat bagaimana Panji dan Melissa seperti memenuhi seluruh pandangan mereka, dimana Melissa dengan tingkah manjanya memegang tangan Panji, meminta dibantu saat menanjak ke atas.

Panji juga tampak sangat hati-hati ketika memegang tangan Melissa, ia juga terlihat bahagia disana.

Putri hanya diam saja ketika itu, lebih memilih melengoskan wajahnya. Aisyah melihat bagaimana ekspresi Putri ketika itu. Ia menghela nafas seraya berkata.

"Anggap aja lagi nonton drakor." bisiknya. Putri menatapnya datar. "Belum cukup umur."

Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan dengan cepat, hingga akhirnya sampai di pos. Disana mereka saling mencharge ponsel, berteduh, mengisi air dan juga makan siang.

Sembari saling memakan mie cupnya, mereka sibuk mendengar cerita seorang pendaki asli daerah itu. "Malam hari tuh suka ada suara tapak kuda beramai-ramai, itu tuh katanya teh tentaranya Pangeran Surya Kencana." ucap bapak berusia lima puluh tahunan itu, Rustanto.

"Iya sih, kata teman-teman saya yang suka hiking kesini juga bilang begitu." ucap Panji.

Berbeda dengan Panji, Melissa, Putri dan Aisyah yang mendengarnya hanya bisa menggidik seram.

"Bukan itu aja, disini teh katanya banyak kuntilanak yang membuat banyak orang tersesat dan enggak bisa balik lagi pulang." ucap Rustanto semakin melengkapi ketakutan para perempuan itu. Berbeda dengan Doni yang tampak seru mendengarnya, sama halnya Panji. Seakan aura mistisnya berasa sekali karena mereka sedang berada di tempatnya langsung, gunung gede.

"Banyak Den, disini mah. Namanya juga gunung, pasti ada penunggunya. Disini juga katanya pernah ada yang nemuin istana kayak kerajaan gitu, itu teh kerajaannya Pangeran Surya Kencana, kerajaan jin. Kalau kita kesana pasti enggak bakal bisa balik lagi." ucap Rustanto.

"Oh gitu, Mang. Dan katanya pangeran Surya Kencana itu yang memiliki istri dari bangsa jin itu ya? Kalo enggak salah namanya Dewi Arum Sari apa ya?" tanya Panji yang ikut memicu rasa penasaran dari kelima temannya itu.

"Bener, Den. Beliau itu putri dari bangsa jin. Katanya sih tinggalnya di gunung ini juga." ucap Rustanto.

Melissa langsung merinding saat mendengarnya. "Gue merinding gila. Kalo dijadiin podcast malam jumat laku kali." bisiknya pada Aisyah. Berbeda halnya dengan Putri yang sibuk berfantasi dengan pemikirannya.

"Manusia ternyata bisa menikah sama bangsa jin ya? Gue benar-benar enggak percaya, masa sih bisa? Terus nanti keturunannya jadi apa? Manusia atau jin? Penasaran gue." batin Putri seraya terus memakan mie cupnya.

"Yah hati-hati aja lah kalau sedang ada disini. Banyakin berdoa aja supaya bisa pulang dengan selamat. Intinya jangan melakukan hal aneh-aneh saat berada disini." ucap Rudi. Mereka semua serentak mengiyakan perkataannya lalu mengaminkannya.

Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan menuju atas gunung gede. Menuju pos berikutnya. Meskipun atap langit masih tetap mendung dan angin dingin masih tidak ada obatnya.

Panji melihat Melissa tampak kedinginan ketika itu, ia segera memberikan miliknya pada Melissa. Melissa menolak. "Aku udah pakai jaket kok, Pan." ucap Melissa.

"Iya, tapi di doble biar makin hangat. Lo kan punya penyakit darah rendah, biasanya kalo dia darah rendah, lebih rentan kena hipotermia." ucap Panji.

"Oh gitu ya." ucap Melissa yang membiarkan saja Panji melingkupi dirinya dengan jaket. Doni langsung mendehem dan mendahului jalan mereka yang menurutnya seperti keong.

"Pamer kemesraan teroos. Lama-lama masuk tv deh." sindir Doni langsung ngeloyor.

Putri menggeleng, Doni memang tipe orang yang suka blak-blakan. Yah, setidaknya ia cukup puas Doni mengatakan hal itu padanya. Meskipun setelahnya Panji lantas berkata.

"Iri bilang bos!" tandasnya. Putri semakin mengikik tertawa. Dia marah, Bun.

Putri melihat di ujung sana banyak sekali sampah bertebaran. Itu pasti sampah bekas para pengunjung sebelum mereka.

Putri pun segera mengeluarkan plastik besar dari tasnya yang memang khusus untuk sampah.

Ia ambil sampah-sampah itu dan masukkan ke dalam plastik tersebut. "Enggak estetik banget sih gunung sebagus ini malah dipenuhin sampah. Dan begonya gue rajin banget mungutin sampah mereka. Lainkali gue kasih tulisan aja kali ya disini? Dilarang buang sampah sembarangan!" ucap Putri seraya terus memungutinya.

Sayup-sayup dari depan, Panji berteriak. "Lo ngapain, Put? Nyariin aqua?! Hahaha. Udah cocok banget lu jadi tukang pulung!" pekik Panji. Putri hanya mendumel.

"Setan tuh orang, bukannya bantuin, malah ngetawain gua." batin Putri seraya terus mengikuti mereka, berlari-lari kecil dengan menjinjing plastik sampah itu.

Tidak tahu jika, ada seorang pemuda berbaju putih terus melihat ke arahnya dari balik pohon. Putri menoleh kembali ke belakangnya, tepat ke pohon.

Baru saja ia merasa diperhatikan oleh seseorang, tapi kenapa... Tidak ada siapapun?!

avataravatar
Next chapter