1 Prolog

Lima tahun sudah Zoe merasa hampa dalam pernikahan yang baginya hanya tinggal status. Semua orang mengira dia adalah wanita paling beruntung, memiliki seorang suami yang tampan juga dari kalangan orang berada, orang tua dan sodara-sodaranya juga adalah orang yang sangat terpelajar. Setelah menikah, Zoe dan suaminya Dave di karuniai dua anak yang lucu-lucu, anak pertama mereka di beri nama Tifani, dia adalah gadis kecil berusia hampir 5 tahun yang sangat cantik, tentu saja itu menurun dari gen ayah nya. 

Nyata nya keberuntungan itu tak selamanya melekat pada seorang Zoe. Wanita itu ingat, di 6 bulan pertama pernikahan mereka, saat ia tengah mengandung Tifani. Saat-saat yang harus nya paling bahagia bagi sepasang suami istri karena akan di karuniahi seorang momongan, yang kelak bisa makin mempererat hubungan mereka. Namun Dave malah mengikis habis harapan tersebut, bahkan memadam kan mimpi-mimpi Zoe tentang kehidupan rumah tangga yang bahagia.

Zoe selalu membayangkan untuk memiliki rumah kecil sederhana mereka sendiri, untuk itu ia tetap bekerja walaupun tengah hamil, dengan harapan bisa menabung dan bisa mewujud kan impian kecil nya bersama Dave. Bahkan ia juga sudah berjanji pada dirinya sendiri, untuk melupakan kisah lalu nya bersama mantan terindahnya-Timi, yang selalu saja membuat Dave cemburu. Zoe melakukan semua nya demi Dave, ia ingin membalas cinta Dave dengan sama besar nya. Namun apalah daya, kenyataan pahit itu malah tak terelakkan lagi. 

"Apa maksud nya ini?!" Bukan lagi emosi, tapi sekujur tubuh Zoe terasa panas ketika tanpa sengaja membaca pesan chat di ponsel milik Dave suaminya. 

Awal nya ia terus menyangkal, bahkan air mata nya sudah tumpah tanpa bisa ia bendung lagi. Ia pun segera membangun kan Dave yang tidur di sisi nya dengan menahan marah. "Apa maksud nya ini?" Ia menunjukkan pesan tersebut pada pria itu. 

Dave yang baru setengah sadar, langsung berjingkat dan bangkit terduduk. Ia tak mengatakan apapun, tapi raut wajah nya menunjukkan sikap waspada. Laki-laki itu terdiam. Sedang kan hati Zoe bagai tersambar petir di siang bolong. Dia pikir selama ini semua nya baik-baik saja, dia tidak pernah berpikir Dave akan bertindak macam-macam di luaran sana, ia begitu mempercayai suaminya hingga tak pernah merasa curiga sedikit pun. Karena memang selama ini Dave adalah sosok yang baik. Entah apa yang membuat pria itu berubah menjadi pria brengsek seperti sekarang ini.

"Apa maksud teman mu bicara seperti ini? Kalian pergi ke club' dan kalian menyewa wanita penghibur untuk tidur bersama kalian? Apa-apaan kau ini? Di mana otak mu, hah? Katakan apa salah ku padamu!" Zoe semakin kalap, ia mengguncang-guncang tubuh Dave yang sejak tadi bergeming.

Dave tetap memilih diam dan tak melakukan penyangkalan, pantas saja bebarapa bulan terakhir ini sikap pria itu berubah. Zoe pernah menemukan baju ganti di tas kerja suaminya, tapi ia tak merasa curiga sama sekali, dan belakangan Dave memang sering pulang larut malam, pria itu mengatakan ada lembur di kantor, dan Zoe dengan polos nya mempercayainya begitu saja.

Sejak kejadian itu, semuanya berubah, tak kan pernah lagi sama, perasaan nya pada Dave juga seketika mati. Jika ia harus bertahan, itu karena ada sebuah kehidupan yang sedang di kandung nya saat ini, anak itu tidak bersalah, jadi Zoe tetap ingin mrlahirkannya dan akan mengajukan cerai setelah bayi mereka lahir.

Zoe bahkan memendamnya semuanya sendirian, ia bahkan tidak memberitahukan masalah nya pada ayah kandung nya sendiri, satu-satu nya orang tua yang ia miliki saat ini. 

Tibalah hari kelahiran bayi pertama Zoe dan Dave yang ternyata berjenis kelamin perempuan, semua biaya persalinan yang besar karena putri mereka lahir prematur di tanggung oleh orang tua Dave. Dan Zoe sangat berhutang Budi untuk itu. Jadi ia menunda keinginannya untuk bercerai sampai anak mereka agak besar. Mereka memberi nya nama Tifani. 

"Bisakah kita lupakan soal perceraian? Maaf kan lah perbuatan ku saat itu, aku hilaf, aku terbawa arus pergaulan di tempat baru ku bekerja saat itu. Bahkan saat ini aku lebih memilih keluar dari sana dan belum mendapatkan pekerjaan lagi sampai saat ini. Aku ingin kita mulai lagi dari awal, aku hanya ingin menikah sekali saja dalam hidup ku, dan aku masih ingin menghabis kan sisa hidup ku bersamamu." Suatu hari Dave mengatakan semua itu pada Zoe saat usia anak mereka hampir menginjak satu tahun. Selama itu pula mereka hidup bergantung dari keluarga Dave.

Sikap Zoe memang sudah jauh berubah sejak hari itu, ia jadi semakin dingin, bicara pada Dave saja jarang karena merasa enggan. Tapi ia selalu memikirkan semuanya, hati nya begitu bijaksana, ia tak ingin melihat kesalahan yang ada pada orang lain, ia lebih senang mengintropeksi dirinya sendiri. 

Selama ini, Dave sudah snagat bersabar dengan sikap buruk Zoe, wanita keras kepala dan angkuh, juga sangat susah di atur. Sedang kan Dave selalu mengalah dan selalu memberikan pengertian serta kasih sayang nya dengan utuh, Zoe juga snagat yakin bahwa Dave adalah pria baik-baik, pria itu tidak pernah macam-macam saat mereka berpacaran, Zoe kenal betul siapa Dave, siapa orang tuanya, mereka adalah keluarga yang agamis, dan teman-teman kuliah Dave, Zoe menganalnya, mereka semua orang baik. Jadi mungkin benar, saat itu Dave tergilas pergaulan tidak baik di tempat kerjanya yang baru. Zoe sangat menyayang kan hal itu, kenapa orang sebaik Dave bisa melakukan hal itu. Ini tidak masuk akal. Ia mulai menilai, mungkin saja Dave juga kesal dengan tingkah nya yang selalu keras kepala, dan tidak peduli dengan rasa cemburu pria itu tiap kali dirinya teringat tentang Timi.

Tapi apalah daya, semua telah menjadi bubur, ia tak bisa mengembalikan waktu. Tidak bisa bicara seandainya. Seandainya saja waktu itu ia tak mengizin kan suaminya bekerja di tempat itu? Hatinya pasti akan baik-baik saja saat ini. Tapi tidak, semuanya telah terjadi, dan waktu tak bisa di putar lagi ke belakang. Yang bisa Zoe lakukan saat ini hanyalah, terpaksa menerima kenyataan pahit ini. Meski susah, meski harus tertatih. 

Mungkin Zoe bisa memaafkan kesalahan Dave. Tapi tidak dengan melupakannya, itu sulit. Dia tetap lah wanita keras kepala, yang memegang teguh prinsip, suka ya suka, tidak suka ya tidak suka. Dan sekarang ia tidak bisa lagi menyukai Dave. Lalu bagaimana dia harus melanjutkan hidup nya lagi bersama pria itu? 

Apakah harus dengan berpura-pura baik-baik saja? Lalu sampai kapan? 

Di sisi lain, ada pertimbangan lain yang membuat beban pikirannya makin berat, usia pernikahannya baru seumur jagung, jika memilih bercerai, apa kata orang? Mental Zoe pada saat itu benar-benar belum terlalu kuat, lalu bagaimana dengan Tifani? Ia tak mungkin membawa Tifani bersamanya kan? Ia belum cukup mandiri. 

Zoe dilema, semuanya terasa menyesakkan dada. Tapi ia tetap di paksa untuk membuat pilihan. Bercerai atau bertahan?

BERSAMBUNG.

avataravatar
Next chapter