webnovel

Terkenang

Sepulang mengantar Melodi, Dareen hanya diam di mobil. Memikirkan permbicaraan mereka tadi. Perasaannya hancur, pikirannya berkecamuk tentang perkataan Melodi yang tidak mencintainya. Bagaimana mungkin ia melupakan hal sepenting itu.

Lelaki itu masih diam, fokus pada jalan raya tanpa menghiraukan celotehan dari penyiar radio di mobilnya yang siap memutarkan lagu disesi riquest itu.

Matanya masih terpaku pada jalan raya, hingga tepat lirik lagu itu dilantunkan oleh radio, mata Dareen beralih sekejap melirik pemutar musik di mobilnya

~

Apa yang salah dengan lagu ini?

Kenapa kembali 'ku mengingatmu?

Seperti aku bisa merasakan

Getaran jantung dan langkah kakimu

Kemana ini akan membawaku?

Kau harus bisa, bisa berlapang dada~

Kau harus bisa, bisa ambil hikmahnya~

Karena semua, semua 'tak lagi sama~

Walau kau tahu dia pun merasakannya, ah-ah~

~

Perlahan lelaki itu sadar, lagu Sheila On 7 itu seakan memberikan semangat padanya. Membuat Dareen sangat menikmatinya, bahkan lelaki itu sempat tersenyum miris sebelumnya. Mengingat betapa menyedihkannya pengalaman cinta pertamanya.

***

Mungkin siapa saja akan kesal terhadap Melodi sekarang. Bagaimana tidak, sudah sebanyak itu yang Dareen lakukan terhadapnya, dengan mudahnya Melodi menagih janji yang bahkan Dareen pun hampir melupakannya.

Ya memang, menyangkut masa depan Melodi harus egois sedikit. Cobalah kalian berada di posisinya, pasti akan mengambil jalan yang sama. Terlebih lagi dia anak tunggal keluarga, ibaratnya harapan satu-satunya. Tidak mungkin 'kan, ia menghabiskan hidupnya hanya dengan mengabdi pada lelaki yang jelas tidak ia cintai. Meski sebenarnya orang tuanya tampak lebih mengharapkan dirinya menjadi istri orang dibanding menjadi orang sukses dengan gelar panjang didepan belakang. Semisalnya, Prof. Dr. Dr. Hj. Melodi Auristela, SE., MM., MBA., MSi. MT., MH., MPD., MAK., ME., MIKOM., MMSI.

Tidak pernah Melodi dengar orang tuanya meminta hal itu padanya, bahkan yang dipinta adalah ia harus menikah dengan seseorang pilihan orang tuanya diusia dini. Aaah ... meski tidak diharapkan seperti anak tunggal lainnya, setidaknya masih ada dirinya sendiri yang mengharapkan gelar-gelar terhormat itu. Intinya sekarang Melodi sudah merasa mengambil keputusan yang tepat.

Tersadar dari lamunannya yang kelewat jauh, Melodi pun menggeleng sekejap lalu berdiri dari sofa singgle di kamarnya. Meletakkan novel yang baru ia baca tiga puluh menit yang lalu di atas meja lalu berjalan keluar kamar.

"Novel gila! Mana ada gadis SMA yang mau dijodohin sama laki-laki yang udah berumur. Pantes dijadiin novel, dunia nyata aja menolak kehidupan yang begitu," celoteh Melodi disepanjang jalan menuju dapur.

Tidak gadis itu sadari sebenarnya novel yang ia baca itu alurnya sangat mirip dengan kehidupannya di dunia nyata. Bedanya hanya pada si gadis dinovel menerima perjodohan, sementara Melodi sendiri menolak keras.

"Kamu udah gila, Mel? Ngomong kok sama diri sendiri, sana minum promag Bunda di kamar," sela Diana yang terlihat membawa secangkir teh panas dari dapur.

Melodi meringis lalu menjawab, "Bunda kalau ngomong yang masuk akal dong, ya kali aku sembuh gini disuruh minum obat maag," gerutunya melewati sang ibu yang  berjalan menuju ruang tamu. Sudah Melodi pastikan teh itu pasti untuk ayahnya.

Melodi berjalan masuk ke dapur, membuka kulkas untuk mencari air mineral dingin. Setelah dapat gadis itu langsung meneguknya lalu meletakkannya kembali kekulkas.

"Aaah ... segerr ...."

Melodi kembali berjalan ke kamarnya untuk belajar. Besok adalah hari terakhir ujiannya, sehingga ia tidak boleh lalai biarpun itu sudah mau hari terakhir.

Sesampai di kamar, Melodi langsung duduk di kursi meja belajarnya. Diliriknya ponselnya yang tergeletak di atas meja juga, perlahan tergerak hatinya untuk meraih benda pipih tersebut. Hingga tepat sudah di tangan, terkenang olehnya di saat malam sebelum ujian semester akhir  dimulai. Kenangan saat tengah malam Dareen mengajaknya video call.

Flashback.

Drrt drrt drrt

Suara ponsel itu sontak membangunkan Melodi yang hampir tertidur sehabis menonton drama korea kesukaannya berjudul 'Moon Lovers'. Melodi melirik ponselnya yang tergeletak tepat di atas nakas.

"Ck! Siapa sih?!" kesal gadis itu meraih ponselnya, tertera nama lelaki yang akhir-akhir ini dekat dengannya di situ.

"Hmm?"

"Assalamualaikum," ucap sopan seseorang di seberang sana, membuat Melodi tersadar lalu membalas.

"Walaikumsalam, apa Kak?"

"Udah mau tidur ya? Suaranya gitu banget," tanya si penelpon.

"Iya, ngantuk banget soalnya."

"Udah belajar?"

"Belum."

'Kenapa belum?' Terdengar nada suara lelaki itu mulai naik di seberang sana, membuat Melodi sedikit melebarkan matanya yang mulai sayu.

"Aku ngantuk Kak ...."

"Ya udah, cuci muka dulu, habis itu belajar! Buka materi-materi yang penting untuk mapel besok, tiga puluh menit aja udah cukup," perintah calon suami gadis itu yang 'tak lain adalah Dareen. Melodi membuang nafas lelah, lalu beranjak untuk duduk dari baringnya di atas kasur.

"Aku ngantuk banget, Kak," balasnya dengan suara serak karena sangat mengantuk.

"Ayolah, Melodi. Kamu harus paksain diri kamu. Kamu bukan anak-anak lagi yang mudah dikuasai dengan rasa malas."

"Ini bukan malas sayangku ... tapi ngantuk," jelas Melodi menggeram kesal.

Untuk beberapa detik lelaki itu terdiam, masih mengolah perkataan gadis itu. Hingga berakhir tersenyum malu karena dipanggil 'Sayangku'.

Kira-kira selemah itulah hidup Dareen, hanya dengan panggilan manis saja sudah seperti gadis perawan yang digombalin playboy cap badak.

"Ekhem, sekarang kamu lakuin apa kata saya! Besok ujian akhir semester Melodi, menyangkut masa depan kamu."

"Hufh ... ya udah iya-iya!" geram Melodi berdiri dari duduknya menuju kamar mandi, tidak lupa sebelum melakukan hal itu ia menyempatkan diri untuk mematikan panggilan itu dulu. Tanpa berpamitan bahkan mengucapkan salam penutup pada Dareen.

Melodi segera mencuci wajahnya lalu berjalan ke kamar sembari mengelap wajahnya dengan handuk kecil. Setelah selesai dengan segera gadis itu mengobrak-abrik buku-buku pelajaran di atas meja belajarnya lalu duduk dan membuka materi yang akan ia pelajari. Padahal sama sekali tidak ia pahami, tapi ia coba saja dulu.

Drrrt drrt drrt

Lagi-lagi benda pipih itu berdering, membuat Melodi menoleh dan jantungnya berdetak 'tak karuan. Bagaimana tidak, calon suaminya itu menelponnya melalui Video Call. Angkat tidak? Hatinya gundah, dan berakhir dengan gerogi ia mengangkatnya. Bisa ribet nanti kalau ia mengabaikan manusia cerewet itu.

"Assalamualaikum," sapa Melodi yang sudah berhijab barusan.

Tanpa Dareen ketahui Melodi saat ini hanya berhijab diatas sementara bercelana pendek dibawah.

"Walaikumsalam," jawab lelaki yang hanya mengenakan baju kaos hitam dan entah apa bawahannya, siapa tau lebih parah lagi sibanding Melodi. Kolor misalnya?

Rambut lelaki itu terlihat berantakan, tetapi tenang saja. Tampannya masih keliatan kok.

"Aku mau belajar, malah ngajak VC," omel Melodi membuat Dareen tersenyum malu.

Duhh manisnyaaa---kira-kira begitulah yang ada di hati Melodi saat melihat senyum malu Dareen.

"Saya cuma mau mastiin kamu beneran belajar atau enggak aja, t-tadi juga kamu matiin teleponnya tanpa pamit dulu," jelas lelaki itu menatap Melodi yang tampak fokus membuka buku tulisnya.

"Oh ... ya udah sekarang udah liat kan aku ngapai? Ku matiin, yah?"

"E-eh jangan!"

Melodi mengernyit heran, lelaki ini inginnya bagaimana sebenarnya?

Dareen tampak sekali tidak ingin menghentikan panggilan ini.

"S-saya mau lihat kamu belajar. Saya mau mastiin kamu beneran belajar atau enggak."

Melodi medengus kesal, lalu menyandarkan ponselnya tepat dibeberapa buku yang tersusun di atas meja. Melodi sengaja menaruh benda segi empat itu menghadap dirinya, supaya lelaki itu tau kalau Melodi tengah belajar.

Dareen di seberang sana terus memerhatikan Melodi, hingga beberapa menit kemudian terbesit di hatinya untuk melakukan sesuatu. Diambilnya secarik kertas HVS yang terletak di meja kerjanya lalu ditulisnya sesuatu di sana.

Jika kalian bertanya di mana Dareen sekarang, lelaki itu tengah bekerja di ruang kerjanya. Tidak di kantor, tetapi di rumahnya yang terdapat ruang khusus untuk dirinya bekerja.

Setelah seselai Dareen terlihat merobek kertas tersebut agar terlihat sedikit mengecil.

"Mel," panggil Dareen, menunggu sahutan dari gadis yang tengah mengerjakan sesuatu itu.

"Hmm?" sahut gadis itu tanpa mengalihkan tatapannya dari buku.

"Hadep sini dulu ...."

Melodi menoleh pelan ke arah ponselnya. Dan ....

Deg

Melodi baper pemirsaa ...!

'SEMANGAT BELAJARNYA MELODI AURISTELA! Semoga lancar ujiannya, saya mendo'akan kamu dari sini.'

Kira-kira itulah kata-kata yang Dareen tulis di kertas HVS dan di perlihatkan untuk Melodi saat ini. Hati Melodi menghangat, tanpa Dareen ketahui bibir gadis itu bergerak pelan mengucapkan 'Terimakasih'.

Karena malu, lelaki itu langsung mematikan panggilannya. Sudah pasti gadis itu sudah membacanya, sekarang hanyalah mendo'akan semoga dia fokus belajar dan mendapatkan nilai ujian di atas rata-rata esok.

Flash off.

TBC.

Next chapter