webnovel

Kau Nakhodaku dan Aku Penumpangmu

"Aku gak ngerti apa maksud Tuhan mempertemukan kita dulu." -Melodi Auristela. "Bukan Tuhan yang salah, keadaan yang membuat kita saling salah paham. Kelak kamu akan sadar bahwa satu kesalahan akan menjadi pelajaran hebat untuk kedepannya." -Dareen Oliver Aldari. Tentang kisah sebuah kapal dalam pernikahan yang dinakhodai oleh Dareen Oliver Aldari. Membawa keluarga kecilnya bersama Melodi Auristela menuju ke suatu tempat persinggahan, yaitu surga. TBC. Ini bukan cerita yang hanya mengacu pada agama, tetapi juga cerita yang akan mengajarkan kamu tentang lika-likunya kehidupan dan bagaimana baiknya ketika menghadapinya menurut pandangan kamu.

Ciki_23 · Fantasy
Not enough ratings
362 Chs

Misteri Tiga Tahun

"Ngehadiri pertunangan Dareen. Mama jodohin Dareen sama anak kenalan mama di Jepang. Kasihan dia, sering murung karena gak mau dijodohin. Dia bahkan nyuekin mama selama beberapa hari ini," jelas Oliv seketika membuat hati Melodi mencelos.

Melodi terkejut, sungguh. Bahkan ia juga merasa nyeri di bagian dadanya. Apa yang terjadi padanya?

"Kamu sih gak mau jadi adek ipar kakak, jadinya mama maksa Dareen buat di jodohin sama anak kenalannya," ucap Oliv tidak berniat menyalahkan Melodi sedikitpun. Wanita itu hanya becanda, bahkan ia berbicara begitu sambil menahan tawa.

Melodi segera memeluk Oliv, menahan rasa kecewa yang entah kenapa mendera di hatinya.

"Dareen itu anaknya penurut kalau sama orang tua, walau hatinya berkata enggak, tapi dia gak mau buat orang tuanya kecewa. Dia tetap turuti permintaan mama meski bertolak belakang sama hatinya."

"Kasihan adek Kakak itu, selalu dijodoh-jodohkan. Udah kayak jaman Siti Nurbaya aja," gumam Oliv membuat Melodi merasa bersalah.

"Tapi, ya. Dia dijodohkan sama kamu itu beda dari yang sekarang, justru dia seneng banget di jodohin sama kamu," jelas Oliv membuat Melodi masih saja diam dengan pikiran berkecamuk.

"Kakak bukannya berniat ngapain ya, cuma Kakak jujur aja. Dareen emang senang banget pas di jodohin sama kamu," jelas Oliv lagi sambil melepas pelukan keduanya.

Melodi hanya tersenyum tanpa menjawab sepatah katapun lagi.

***

¤¤¤---¤¤¤

Aku sudah menyerah ....

Bersamaku ataupun tidak aku tidak peduli.

Memilikimu sudah bukan lagi kuasa yang aku impikan.

Ku tarik kata-kataku untuk menjadi penjagamu.

Karena kenyataan yang ku terima perlahan merelakanmu.

¤¤¤---¤¤¤

Lelaki lajang itu segera mengepal kertas putih itu, merasa kekanakan dengan meluapkan rasa rindu dan kecewanya di secarik kertas itu.

Lelaki itu meraih secangkir kopinya lalu meneguknya separuh. Menatap kosong jendela kamar yang menampakkan terangnya lampu perkotaan di luar sana. Angin malam terasa sekali menyelinap masuk ke dalam kamarnya, menggoyangkan lembaran gorden yang berhasil disingkap lelaki itu untuk menatap hiruk pikuk kota dimalam hari.

Lelaki bernama Dareen Oliver Aldari itu masih betah di posisinya, duduk diam di kursi menghadap ke jendela kamar yang luas. Membuat matanya leluasa menatap keindahan cahaya malam di sana. Tetapi nyatanya hal itu tidak mengalihkan rasa rindu lelaki itu akan gadis pujaan yang berusaha ia lupakan.

"Om Dareen, Makan!" teriak gadis mungil yang terlihat berdiri di samping lelaki itu sambil memakan cookiesnya.

Dareen berbalik, menatap keponakan imutnya yang menatapnya ketus.

Dareen tersenyum manis lalu menggendong sang ponakan ke pangkuannya, mengajak menatap indahnya kota bersama.

"Cantik, 'kan?" tanyanya pelan pada sang ponakan.

"Wah! Keren banget! Kok Adiba baru tau di kamar Om ada ginian, ya? Padahal 'kan Adiba sering main ke sini." Dareen tersenyum manis mendengar apa yang dikatakan keponakan kecilnya.

"Karena ini bisa dilihatnya cuma malam hari, 'kan Adiba main di sininya siang terus, jadi gak pernah liat," jelas Dareen yang diangguki paham oleh sang gadis kecil.

"Adiba di suruh manggil Om-nya buat makan tapi malah ngaret di kamar, ayo sana makan bareng nenek juga," ucap wanita yang 'tak lain adalah Oliv, kakaknya Dareen.

Dareen menatap Oliv sebentar, lalu menurunkan sang ponakan dari pangkuannya.

"Adiba makan cookies aja, Bunda. Sarapannya besok aja," jawab Si Kecil yang membuat Oliv menggeram lalu mengambil cookies di tangan sang putri. Wanita itu segera melahapnya lalu tersenyum menang menatap sang anak.

"Cookiesnya Bunda aja yang makan, Adiba makan nasi aja. Makan cookies itu gak bikin cepat besar."

"Lah, itu Bunda makan cookies."

"Kan Bunda udah besar, jadi gak masalah mau makan cookies," balas wanita itu tersenyum.

"Kakak ngajarin Adiba yang bener dong ...," sela Dareen di seberang, lelaki itu merasa kakaknya itu mengatakan hal yang tidak masuk akal dan tidak berguna untuk keponakannya.

"Anak-anak Kakak, ya terserah Kakak dong! Udah sana makan! Dari pagi gak makan-makan udah kayak anak perawan putus cinta aja, galaunya gak berkehabisan," celoteh Oliv berjalan pergi dari sana.

Dareen mendengus kesal, lalu beranjak untuk menyusul sang kakak yang sejak tadi terus menyuruhnya untuk makan.

***

Suasana makan malam kali ini masih hening, sama seperti kemarin-kemarin. Semenjak Irma yang mengutuskan untuk menjodohkan putranya, sejak itulah ruang makan itu di isi keheningan terus-menerus.

Irma selesai makan lebih dulu, lalu berjalan pergi dari sana tanpa hendak mengatakan sepatah katapun. Meninggalkan Dareen, Oliv, dan Adiba yang masih mengunyah makan malamnya.

Oliv meneguk air putihnya lalu menatap ke kanan dan kiri, melihat setuasi yang aman wanita itu langsung mendekati Dareen yang duduk di sampingnya.

"Kakak ketemu Melodi tadi siang," bisiknya tetapi tidak dihiraukan oleh Dareen.

"Makin cantik dianya, kayaknya bentar lagi dia mau kuliah," jelas Oliv lagi memancing-mancing sang adik.

"Dia bukan urusanku lagi, Kak. Tolonglah jangan membuat kepalaku pening terus, dia nikah pun tidak ada lagi urusannya denganku," tegas Dareen meletakkan sendoknya lalu pergi dari sana.

Oliv menunduk pasrah. Wanita itu kehabisan akal hanya untuk mengharapkan semangat adiknya itu kembali.

"Bodoh, ngapain coba aku ngomong gitu. Yang ada Dareen tambah murung!" gerutu Oliv menyalahkan dirinya sendiri.

Begitulah ia terus, ceroboh tanpa memikirkan akhirnya.

***

Libur setelah ujian akhir semester ini benar-benar membosankan, dulu Melodi berharap sekali datang hari libur. Tetapi sekarang gadis itu malah cepat bosan dengan hari libur, bahkan ia ingin cepat-cepat kuliah sekarang.

Setiap hari hanya ia habiskan untuk jalan-jalan keluar sendirian. Seperti saat ini, gadis itu duduk sendirian menatap gerimis senja di rerimbunan ilalang. Tempat di mana Dareen duduk berdua dengan dirinya saat itu.

Hari-harinya entah kenapa semakin terasa sunyi, membuatnya merasa kesepian setiap saat.

Gadis itu memejamkan matanya, menikmati rintik nikmat Tuhan di tengah semburat merah jingga langit nan elok. Tidak peduli bajunya akan berakhir basah nantinya.

"Di sini ternyata, lu."

Jantung Melodi hampir saja ingin copot karena suara seseorang itu di tengah gerimis hujan. Melodi membuka matanya dan berbalik ke belakang, menemukan sesosok lelaki berkaos hitam dan jeans hitam. Lelaki berkulit kuning langsat dengan senyum kotanya itu menghampiri Melodi. Dia Raka.

Lelaki itu duduk di samping Melodi, sama-sama tidak menghiraukan rintikan nikmat Tuhan yang membasahi bumi bahkan seisinya.

"Udah lama gak ke sini, enak juga ya nikmatin hujan di sini," ucap Raka menatap langit.

Tidak hanya Melodi dan Dareen yang tau tentang tempat ini, melainkan Raka juga.

"Ngapain hujan-hujanan di sini?" tanya Raka mengajak berbicara Melodi yang terus diam.

"Pengen menyendiri aja."

"Pengen menyendiri atau kesepian?" tanya Raka yang terkesan menebak. Melodi tidak menjawabnya, malah lebih memilih kembali memejamkan matanya.

"Keliatan banget lu lagi kacau sekarang, hubungan lu sama Bang Dareen lagi gak baik, 'kan?" tebak Raka tetapi tidak dihiraukan oleh Melodi.

"Kasihan Bang Dareen, tiga tahunnya sia-sia cuma karena keegoisan lu."

TBC.

Hayoo tiga tahun yang lalu Dareen ngapain?

Yuk! Riview cerita ini! Ceritakan seberapa menarik cerita ini bagi kalian!:)

Ciki_23creators' thoughts