1 Kangen - Ku Akan Datang (Bag. 1)

Satu per satu peralatan mendaki tebing dimasukkan ke dalam sebuah carrier bag. Karamantel, webbing, piton, deskender, karabiner, hammer dan juga perlengkapan terjun bebas diletakkan Prayoga dalam sebuah kamar sebagai gudang. Ia berencana mendaki salah satu tebing tertinggi di dunia dan ingin terjun dari puncaknya dengan wing suit. Sang istri Paramitha, hanya membantu mengepak barang tanpa berkomentar. Ia mengenal watak keras kepala sang suami.

Pagi itu tampakya semua peralatan dan perlengkapan sudah selesai dikemas. Namun, mereka berdua tampak tidak berniat saling mengucapkan sepatah kata pun. Dari wajah hanya terlihat datar, seakan tiada rasa rindu yang akan hadir di antara mereka.

"Aku tadi buatkan susu hangat dan penganan kecil," kata Paramitha.

Ia beranjak berdiri. Di kamar itu sang suami menyimpan semua peralatan dan perlengkapan mendaki, Lalu, Paramitha berjalan ke luar untuk mengambil minuman dan makanan di dapur.

"Kopi aja kalo ada!"

Sambil menggeser carrier bag ke dekat pintu, Prayoga berteriak dari dalam kamar. Mendengar itu, Paramitha bergegas meletakkan minuman dan makanan di sebuah nampan. Ia berjalan kembali masuk ke kamar tadi.

"Aku gak buat kopi tadi. Tunggu, aku buat sebentar."

Paramitha menghidangkan makanan dan minuman yang dibawa di meja dekat Prayoga duduk. Nampan dibawa dan ia membalikkan badan.

"Gak usah."

Prayoga mengibaskan satu tangan. Dengan beringsut, tangannya mengambil makanan yang ada di meja. Langkah Paramitha terhenti. Setelah meletakkan nampan di meja, ia duduk di sebuah kursi kosong seberang Prayoga.

"Nyam ... nyam .... Sebentar lagi mobil jemputan nyam ... nyam ... datang soalnya."

Dengan mulut yang penuh, sambil menguyah Prayoga berbicara. Serpihan makanan terlontar dari mulut. Paramitha tersenyum. Terlihat sang suami begitu menikmati minuman dan makanan yang ia sediakan.

Ia berpaling ke dua carrier bag besar di lantai. Tinggal dibawa dan sesosok laki-laki yang akan membawanya, sedang makan dan minum dengan lahap.

"Sini!"

Prayoga melambaikan tangan memanggil. Paramitha yang duduk di kursi seberang sang suami, berdiri. Ia berjalan mendekat dan memegang satu tangan yang terulur ke arahnya. Prayoga menarik dan langsung mendudukkan perempuan pemilik tangan berkulit halus itu di pangkuan. Disandarkan di dada sambil terus mengunyah.

Suasana pagi yang jalanan di depan rumah pun masih sepi, membuat pintu kamar yang terbuka lebar mereka biarkan saja.

Tet! Tet! Tet!

Tiba-tiba sebuah bunyi klakson mobil terdengar dari halaman. Gelas susu hangat yang telah kosong, diletakkan Prayoga di meja.

Paramitha belum beranjak untuk berdiri. Ia hanya menegakkan tubuh untuk melongokkan kepala ke arah pintu rumah yang terdengar dibuka.

"Hai. Selamat pagi, Bang Yoga-Kak Mitha."

Seseorang berdiri di depan pintu kamar penyimpanan peralatan, menyapa dengan suara gembira. Wajahnya tersenyum melihat kedua orang tuan rumah sedang duduk berpangkuan.

Ia datang bersama seseorang lain yang langsung masuk ke dalam kamar penyimpan peralatan dan perlengkapan mendaki itu. Cengar cengir pula ia menyaksikan Paramitha yang duduk di pangkuan Prayoga. Dengan berkacak tangan, mereka celingukan ke penjuru kamar.

"Tumben nih cepetan datangnya? Ganggu aja."

Pertanyaan Paramitha itu terdengar seperti gerutu. Namun kedua orang yang baru datang itu malah cengengesan. Prayoga terkikih. Dibiarkannya saja sang istri menyandarkan kembali tubuh di dada. Dibelai-belai rambut Paramitha.

"Pesawat pagi kata Bang Yoga, Kak Mitha," jawab salah satu dari mereka.

"Orang mo mesra-mesraan dulu, tau? Ntar kangen, lama ditinggal kan soalnya?"

Paramitha menggerutu sambil menggeliat manja. Ia mendongak, mencuil dagu Prayoga. Kedua orang yang baru masuk tadi sontak tertawa. Prayoga juga melebarkan tawa mendengar kata-kata itu. Paramitha mencibir sambil sedikit tersenyum.

"Hahaha ... ya udah. Kalo terganggu, kami bawa dulu dua tas ini ke mobil ya, Bang Yoga."

Sambil tertawa, salah satu dari mereka akhirnya mengalihkan perhatian. Bergegas masing-masing mengangkat satu carrier bag yang berukuran besar itu. Diletakkan di pundak dengan susah payah dan beranjak ke luar. Melihat itu, Paramitha yang kini terkikih senang.

"Hihihi ... kalian udah sarapan atau belum nih, Rangga-Bisma?"

Sebelum kedua orang itu berjalan ke luar kamar, buru-buru Paramitha menawarkan makanan. Namun, mereka sudah terlanjur berjalan dan meninggalkan kamar.

Paramitha berdiri dari pangkuan Prayoga. Rambut disisirkan dengan tangan ke belakang. Gelas minuman dan piring makanan diletakkan di nampan dan dibawa ke dapur. Lalu, masuk kembali dengan membawa gelas minuman dan piring makanan baru.

Prayoga juga berdiri dan berjalan ke luar kamar. Dipanggilnya kedua orang yang masuk tadi.

"Rangga-Bisma, makan dulu sebelum kita berangkat!" teriak Prayoga dari ruang tamu.

Terdengar suara tawa dari kedua orang yang dipanggil Prayoga itu. Mereka muncul di pintu rumah sambil sengar-cengir.

"Ah, ini diaaa! Akhirnya kita dipanggil makan juga, Bisma! Ayo serbu!"

Prayoga tertawa melihat sikap kedua orang temannya itu. Rangga yang berjalan duluan masuk, segera menarik tangan Bisma. Mereka langsung berjalan ke kamar penyimpanan peralatan. Di situ sudah terhidang nasi dan lauk-pauk serta minuman hangat di atas meja. Paramitha yang kemudian menyusul datang membawa penganan, tersenyum melihat kedua orang tim ofisial yang sudah seperti saudara bagi dirinya dan Prayoga.

Setelah Rangga dan Bisma selesai minum dan makan pagi, Prayoga bersiap-siap berangkat. Semua peralatan dan perlengkapan mendaki sekali lagi dipastikan sudah dibawa dalam carrier bag. Sebuah ciuman panjang dan melepas perpisahannya dengan Paramitha.

---

Dalam penyergapan yang dilakukan Badan Anti-Narkoba Amerika Serikat di Meksiko, seorang tokoh dari salah satu kartel terkejam di sana, tertangkap. Bersama para anggota Kartel De la Cochoya lainnya, si Penjagal Domingo el Blanco rencananya akan dibawa ke Amerika Serikat. Namun untuk membawa seorang pimpinan genk, tentu DEA membutuhkan pengawalan ekstra. Di salah satu gedung tempat berkumpulnya para prajurit DEA yang terlibat dalam operasi, Duta Besar Amerika Serikat untuk Meksiko mengadakan telekonferensi dengan Presiden dan Mahkamah Agung Amerika Serikat.

"United States government officers have succesfully captured Domingo el Blanco in Mexico. Such most wanted drugs leader of De la Cochoya cartel like this, needs a very extra escort here. Now he is on DEA captive. Compared if we let the Mexican Government proceed the trial meanwhile the men of Domingo el Blanco will come to release, much more fairly guarenteed if we ourselves run the trial in United States, Mr President."

Kepala Mahkamah Agung yang duduk di samping Presiden dalam telekonferensi, terlihat berbisik setelah mendengar apa yang disampaikan oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Meksiko itu. Seorang yang berseragam militer dengan empat bintang di pundak, yang sejak tadi hanya diam mendengarkan, mengangkat tangan ke arah Presiden Amerika Serikat.

"For sure, this most wanted criminal has to go for the trial in United States, Mr President," kata orang itu kemudian.

Mendengar orang yang berseragam militer dengan empat bintang di pundak mengatakan demikian, Presiden Amerika Serikat mendekatkan kepala ke corong microphone.

"Yes, bring Domingo el Blanco to United States. We run the trial here. We still commit to launch the war against drugs. United States Armed Forces may provide the escort from Mexico to be here."

Mendengar kata-kata Presiden Amerika Serikat di layar telekonferensi, para prajurit DEA yang berada di Meksiko terlihat merundingkan sesuatu. Setelah beberapa saat, salah seorang komandan mereka meraih corong microphone dan bicara.

"We need some back up from United States Armed Forces, especially to fly up Domingo el Blanco. Please, secure the transit from DEA building to airport and arrival in United States."

Presiden Amerika Serikat langsung menoleh dan memberi isyarat dengan menunjuk ke orang yang berseragam militer. Diminta begitu, dengan tersenyum, orang yang berseragam militer merundukkan kepala ke corong microphone.

"For sure, we will back up. In the escort from DEA building to airport, we will set some assets in Mexico to handle it up. However, which airport will be the destined of arrival in United States?"

"For camuflage reason, we will arrive in New York International Airport, General."

Namun, jawaban itu menimbulkan pertanyaan dari mereka yang hadir dalam telekonferensi. Mahkamah Agung berdebat sesaat mengenai langkah yang diambil oleh Kepala Operasi DEA di Meksiko. Kepala Kepolisian Kota New York yang langsung dihubungi melalui telepon pun, segera menentang rencana itu. Setelah diberikan argumen oleh DEA, akhirnya perdebatan tidak diteruskan.

---

Bersambung

Terjemahan:

"United States government officers have succesfully captured Domingo el Blanco in Mexico. Such most wanted drugs leader of De la Cochoya cartel like this needs a very extra escort here. Now he is on DEA captive. Compared if we let the Mexican Government proceed the trial meanwhile the men of Domingo el Blanco will come to release, much more fairly guarenteed if we ourselves run the trial in United States, Mr President."

"Petugas pemerintahan Amerika Serikat telah berhasil menangkap Domingo el Blanco di Meksiko. Pemimpin narkoba paling dicari dari kartel De la Cochoya seperti ini membutuhkan pengawalan yang sangat ekstra di sini. Sekarang dia berada dalam tawanan DEA. Dibandingkan jika kita membiarkan Pemerintah Meksiko yang melanjutkan persidangan sementara orang-orang Domingo el Blanco akan datang untuk membebaskannya, jauh lebih terjamin keadilannya jika kita sendiri yang menjalankan persidangan di Amerika Serikat, Bapak Presiden."

"For sure, this most wanted criminal has to go for the trial in United States, Mr President."

"Yang pasti, penjahat paling dicari ini harus diadili di Amerika Serikat, Bapak Presiden."

"Yes, bring Domingo el Blanco to United States. We run the trial here. We still commit to launch the war against drugs. United States Armed Forces may provide the escort from Mexico to be here."

"Ya, bawa Domingo el Blanco ke Amerika Serikat. Kita jalankan persidangannya di sini. Kita masih tetap berkomitmen untuk melancarkan perang terhadap narkoba. Angkatan Bersenjata Amerika Serikat bisa memberikan pengawalan dari Meksiko untuk sampai ke sini."

"We need some back up from United States Armed Forces, especially to fly up Domingo el Blanco. Please, secure the transit from DEA building to airport and arrival in United States."

"Kami membutuhkan dukungan perlindungan dari Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, terutama untuk menerbangkan Domingo el Blanco. Tolong, amankan transit dari gedung DEA ke bandara dan kedatangan di Amerika Serikat."

"For sure, we will back up. In the escort from DEA building to airport, we will set some assets in Mexico to handle it up. However, which airport will be the destined of arrival in United States?"

"Pasti kami akan bantu. Dalam pengawalan dari gedung DEA ke bandara, kami akan mengatur beberapa aset di Meksiko untuk menanganinya. Namun, bandara mana yang akan menjadi tujuan kedatangan di Amerika Serikat?"

"For camuflage reason, we will arrive in New York International Airport, General."

"Untuk alasan kamuflase, kami akan tiba di Bandara Internasional New York, Jenderal."

avataravatar
Next chapter