webnovel

kenyataan

banyak hal yang harus kamu tahu. banyak hal yang harus kamu tulis untuk membuatnya sangat berarti. mataku menarik, mendengar sapaan mamang yang sangat ceria menatap padaku. "si ade, kunaon? merengut " mamang sembari terus menatap wajahku yang menampilkan dua bibir tanpa senyum. mamang sudah terbiasa seerti itu, menggoda. walawpun aku sudah berulang kali mendiaminya tetapi tetap saja. mamang masih dengan sifat aslinya. aku hanya meliriknya sebentar, lantas pergi. mamang hanya diam, sudah terbiasa dengan sifat ku

seperti biasa, ayah selalu pergi setiap waktu maghrib telah tiba. saat matahari mulai menyusup, laki laki bertubuh agak gendut itu melangkah dengan sandal yang ia pakai. alas biasa, seperti bapak bapak yang lain kenakan. akupun ikut di belakangnya. menyusuri sawah dan kali serta makam yang hanya lima penghuni. waktu yang sama di saat semua anak anak memasuki rumah dan seorang ibu menutup pintunya dengan rapat. mereka memberi peringatan bahwa di luar rumah akan ada sandakala. sandakala adalah makhluk halus yang keluar ketika malam mulai tiba.

ayahku bukan imam di masjid, ataupun yang lainnya. tetapi ayahku hanya senang mendatangi rumah ini dan duduk khusyu di dalam nya. semenjak sd kelas 4, tepatnya. saat ibu memberikan rok yang serba panjang padaku. saat hari itu aku mengamuk karnanya, tidak terbiasa. itulah yang membuatku tidak nyaman.

"akila!! "

aku merunduk, teman teman di belakang barisankupun sama takutnya. mata itu terus mengalir di setiap alunan deru nafas dan semilir angin desa.

"sudah berapa kali bapak jelaskan, tidak sopan, membuat kelompok di saat tengah belajar, mengerti!" tukas Ustadz. setelah itu, membuka bukunya lagi.

Sekolahku akan tamat, kelas 3 smp. dan sudah menjalani ujian minggu minggu yang lalu "akilla "

Akilla melengos, matanya tertuju pada seseorang yang sudah di tunggu tunggu. yang sekarang duduk di sebalahnya dengan manis. "ini ladu, makan giih "tawarnya akilla nyengir

"buatan ibu mertua " jawab akilla sembari memakan makanan yang di bawakan Asep untuknya. " tetep tersenyum yah bidadariku " Asep sembari memandangi trotoar jalanan " gombal "Akila menahan tawa. " jadi keputusannya gimana? " tanya nya, Akilla menggeleng. tidak tahu. Asep seakan kaget dengan jawaban akilla. "sepertinya, Ayah sedah ada rencana untuk membuang diriku di kota lain. katanya, di sana tempatnya seseorang yang tengah mendalami ilmu agama. di sana, kita bisa belajar. beberapa aksara arab dan membaca ayat ayat itu dengan fasih "

" maksud kamu,PESANTREN" hendra kaget.. akilla manggut manggut. "yah kamu terus terang dong sama Ayah kamu, bahwa kamu maunya di sini " tukas Hendara, manatap kesal wajah yang diam di hadapannya. " sudahlah, jangan pernah membantah ucapan ibu dan Ayahku, mungkin aku tidak di takdirkan untuk bersekolah lagi bersamamu. "akilla pergi, menaruh ladu yang tidak habis Akila makan. sesak hatinya menerima kenyataan, bahwa akan ada perpisahan di antara hubungan mereka yang sudah terjalin semenjak masa kecil dulu. sedangkan Hendra, hanya memanndangi kepergiannya.

teori kehidupan. yang sudah maha kuasa rancang dengan indah, menurut mereka. tapi tidak menurutku. aku termenung lagi di samping ayahku yang tengah ni'mat memakan makanan buatan ibu. "dimakan killa... "panggil ibu, dengan bosan, mataku meliriknya yang seketika aku menarik nya kembali. " AKilla lagi mikiir apo tooh? "

"soal pesantren itu " tegur Ayah, Akilla masih tetap diam. mata Ayah menajam. mengarah pada perempuan di hadapannya. Akilla tampak merunduk, Ayah menaruh sendoknya di atas meja. dan pergi begitu saja.

keadaan hening, ibu hanya menatapku nanar, dan pikiranku mulai melaju entah ke mana. " niat Ayahmu Bener Akilla, Pengen anake jadi wong kang bener. wong kang sae, di butuh aken masyarakat. turuti kepengenan Ayahmu Akilla. dia itu... hanya mikiraken

masa depan kamu. " Ibu, sembari memegang tangan Akilla. menguatkan.

" masalahnya nggak adil bu... !!"

" nggak adil nangapo? mas mu Arif. juga lulusan pesantren "

"Akilla kan mau jadi Dokter, BUKAN GURU NGAJI! " suara Akilla makin meninggi, sedangkan Ayahnya tersendu menangis di balik pintu kamar. hatinya berdayun dayun menyebut asma Allah.

Ibu berhenti berbicara, hanya isak Akilla yang maulai terdengar. sesembari memandang tembok yang sudah kusam. tidak ibu tenangi Akilla, hatinya kaku. melihat anaknya mulai mengadu.

malam hari, saat lampu sudah di matikan. dengan kasar tubuh itu ia jatuhkah di atas kasur .

"ssstt... akhilla " hendra mengendap endap dari balik jendela. sedangkan Rian dan Firman menunggu di pertigaan. malam ini mereka akan pergi mengunjungi pesta temannya, Anggi, yang secara dadakan mengundang mereka.

tok... took, suara pelan mengetuk jendela kamar Akilla. karna merasa terganggu, Akilla memanggil Ayahnya keras, dan keluar dari kamar.

Ayah sigap menangani hal itu, kakinya melangkah cepat keluar kamar, menanggapi seseorang yang tengah mengetuk jendela bertambah keras. Ayah Akilla langsung menangkap kerah baju laki laki itu. menariknya dan menyerahkan tubuh pasrah itu di hadapanku. setelah itu Ayah duduk bersila di sofa ruang tamu, sedangkan tubuh laki laki itu tengah merunduk di hadapan mataku. wajahnya terlihat ketakutan. saat itu aku hanya diam. Akilla tau bahwa yang datang pasti Hendra. " sapa kamu!!" selanjutnya suara besar itu memenuhi pendengaran kami. Hendra masih tetap diam. matanya sesekali mencuri penglihatanku, sepertinya tengah mencari bantuan denganku. ahh, biar saja. agar dia tidak melakukan hal itu lagi. masalahnya bukan hanya kali ini, setiap ada apa apa. dia selalu mengetuk jendela. membuat rasa tenang ku kacau. tetapi melihat mata mengenskan itu sangatlah membuat Akilla kasihan

" Hendra " kataku, mata Ayah langsung menatap padaku. "kamu kenal uwong iki "

"iya, he is my freids"ucapku, ayah seperti bingung. "ana apo toh le le, bengi bengi "

" izin bapak ibu, Akilla pengen kita gawa meng pesta ulang tahun bature " tutur hendra sejujurnya

mata ibu dan Ayah bertemu, sedangkan hatiku sudah tahu jawabanya.

" priwe ya.. " wajah ibu mulai terlohat cemas, Aku hanya tersenyum biasa. mereka akan berfikir keras agar anak gadisnya ini tidak akan pergi. apalagi yang menjemputnya adalah seorang lelaki.

Aku menghempuskan napas dalam. film drama ini sudah pernah Akilla tonton. langkah langkahnya pun sudah hafal. Hendra menatap mataku, tetapi dengan lincah, mataku mengarah pada benda lain. keadaan genting Hendra sepertinya kalah berdebat dengan kedua orangtua ku meskipun dia sudah mengatakan bahwa dia akan selalu mengawasi dan membawa ke rumah dengan selamat lagi. tetap seja. Ayah dan Ibu melarangnya.

" Ayah melu "

seketika aku menatap Hendra kaget. Hendrapun sama kagetnya " apa salahr. Ayah cuman pengen aman " Ayah beralasan

" bakate mengkonon Ayah bae karo Hendra, pragat kan masalah. wis ra usah di pikiri maning, Akilla pusing " Akilla masuk kamar dan menutup pintu. Hendra dan Ayah bertemu pandangan. saling tertawa dan menautkan tangan kanan mereka. "wanita... wanita "Ayah selanjutnya. Hendra hanya tersenyum "bapak bakate kayak konon Hendra pamit "

"iyoo... iyoo.. ati ati "

#

Hari itu, ketika hujan tidak lebat dan panas masih terasa cahayanya. suatu kebahagiaan di dalam hati yang tergulung, saat di mana ego yang berhasil aku singkirkan.

Aku akan berkemas dan bersiap siap, ibu membantuku dan membuat makanan tambahan yang kering. katanya akan menambah rasa nasi. seperti srundeng dan irisan tahu tempe kecil kecil. semua tanpa air sekalipun.

perjalanan yang di awali bismillah, begitu tentram. hingga di tengah kehadiran hati yang gelisah selalu ada di dalam hati. beberapa mobil berlari bersahutan mengejar teman mereka, yang kecil ataupun yang besar sama saja. mereka melaju, melaju dan melaju.. sampai....

tiiiiinnnn...

sebuah mobil berkekiatan tinggi. mengagokkan setir yang tiba tiba membuat ayah terdiam.

kagum

panik

kacau

setelah itu,semua menghilang begitu cepat. mataku tiba tiba tertutup.

###

bau, darah, ataukah racun.

"Ayah " ku rasakan mata ini meleleh. tidak \da yang menjawab sapaanku. bahkan Ayah yang setiap aku panggil pun kini, hanya angin berlalu.

Ayahh..

kata hatiku lagi lagi dan lagi.

sebelum aku kembali dengan mimpi

mimpi....

" selamatkan anak ini... saya mohon " suara serak seorang lelaki, seperti memohon pada seorang berbaju putih.

"aaa... "

hatinya mengamuk, seakan beban seorang anak yang tengah berbaring adalah masalah di pundaknya. sesekali laki laki itu memanggil seseorang di dalam telfon genggamnya. air matanya meleleh seketika. gadis itu brelum juga pulih rupanya.

ayaaaaah....

lirih perempuan, gadis cilik itu. aku hanya diam di sampingnya. matanya tiba tiba terbuka. aku terkejut

dia pun sama memandangku lama, karna tidak mengenalku..

"siapa kamu.. "katanya, seperti lemas. aku hanya diam.

"alhamdulillah, kamu sudah siuman.. "

dia hanya diam

" kamu siapa.. !!"

diam lagi...

"mana ayahku " ucap gadis itu selanjutnya. aku tertegun. gadis itu melelehkan air mata.

"namaku Samsul, panggil saja Sul Atau terserahmu. aku di suruh ayahmu untuk merawatmu. " dimana Ayah "air matanya menetes. lalu bertanya seperti itu lagi lagi dan lagi. dan tangisnya mulai menggelegar. memukul mukul lengan yang berada di sampingnya.

harusnya, ada Ayah di sampingku untuk menandatangani surat rumah sakit dan mendorongku melewati taman. untuk pergi dan menemui Abah.

#

waktu itu, saat jalanan mulai ramai. dan seorang gadis langsung di larikan ke rumah sakit. seorang bapak menepuk pundakku pelan. wajahnya berdarah di sebelah mulut, dan beberapa luka lainnya.

" ikutlah anak itu, dan jualah motor ini. serta, titipkan ia di pesantren terdekat. bila dia mencariku, katakan saja. dia akan datang. " katanya melemah,

aku bimbang.

apa yang harus aku lakukan di saat situasi seperti ini. laki laki itu makin pucat dan pucat, lantas bergeser geser mencoba berjalan.

" lrbih baik bapak juga ikut ke mobil ambulan, " ucapku iba. dia menolak. katanya, tenang saja dia akan kembali. dan menjemput anaknya itu.

merasa bimbang. akhirnya, Alan mengangguk. laki laki itu lantas pergi. dengan perintah yang bapak itu katakan. akhirnya, Alan menjual motor. dengan harga pembayaran administrasi rumah sakit.

hatinya takut, bila suatu waktu. wanita di hadapan nya membuka mata. dan menanyakan siapa dirinya.

diam...

saja....

??

###

matanya polos menatapku, setelah sampai di pesantren. aku titipkan krpada pengurus putri dai sana. dia mengangguk untuk tinggal bersama yang lainnya. dengan begitu aku juga menitipkannya kepada kiyai. aku ceritakan semuanya pada Abah dan umi. mereka menjawabnya dengan anggukan.

"kang Alan " panggil anak pertama umi. saat kami masih berhadapan.

"njiih, mba "

"pundi pesenan e kang "

betaap hatiku kaku, sampai lupa titah. mbak saadah untuk anaknya kepadaku. "njiih... mba, lupa "

"hahhaha... owallah, " senyumnya merekah, bak senyum seutas petir yang menyambar, abah dan umi pun ikut tersenyum. aku malu.

"tumbas malih tah mba "

"pun lahh, kacung e pun bobo "

"nggiih " kataku sembari pamit pada abah dan umi serta mba saadah

setelah keluar dari rumah kiyai, mba Hilya selaku kepala pondok. menghampiriku. "bagaimana dengan administrasi nya "

"kata beliau, sudahi saja, dia akan nmenjadi santri ndalem sama denganku "

"baiklah.. matur suwun kang, "

"nggiih "

.....

sehari berlalu, matanya mengarah ke depan kaca, sembari terus diam tanpa kata. wajahnya muram. matanya sembab.

" kenapa Akilla "

Akilla hanya menggeleng, sembari memakan suapan Aisyah.

dia tersenyum.

kakinya meluruskan ke lantai. dan mencoba berjalan. meskipun berkali kali jatuh.

" apakah Akilla, baik baik saja? " tanya, Alan " tentu saja, dia gadis yang kuat. "

" syukurlah "

" aku akan memasak, kalo butuh apa apa, panggil saja aku "

" baiklah.. " jawab Aisyah sembari mengiringi langkah Alan.

" aisyah... " panggil umi.. dari balik pintu

" njiih mii.. "

"panggil akiilla.. "

"nggih.. "

keadaan akilla mulai membaik. memang usaha tidak pernah membohongi hasil. Akilla dengan langkah pelan, dan menaiki tangga rumah umi. Akiilla mencium tangan itu dan tersenyum, umi pun menjawab dengan senyuman balik. "sini, bantu umi.. ,"

"njiih mi "

mulai pada saat ItuAkilla mengerti, bahwa dia sudah menjadi bagian dari pesantren ini.