1 Hari Darah

Kaisar Guheng merasa hancur menyaksikan orang tersayang telah pergi untuk selamanya. Sosoknya yang selalu kuat kini terlihat rapuh. Seorang bidan wanita menyerahkan bungkusan kain yang menyelimuti seorang bayi perempuan.

"Pengawal Yong! Singkirkan bayi itu! Kirim ke desa Shiannang!"

"Yang Mulia!" Dayang Cha berlutut dalam, ia ingat pesan nyonyanya untuk menjaga keadaan putri. "bagaimana anda bisa mengirim yang mulia putri di daerah terpencil seperti itu, apakah anda tidak peduli dengan perasaan nyonya jika mengetahui hal itu? Mohon Yang Mulia mempertimbangkan keputusan itu."

Guheng tersenyum sinis, "Apakah kamu berani?"

"Ti-tidak, hamba tidak berani."

Dayang Cha menunduk ketakutan. Ia tidak mengerti dengan hati Kaisar. Sebelumnya anak dikandungan nyonyanya mendapat perlakuan baik dan kini sosok itu berubah mengetahui nona kecil menyebabkan kepergian nyonyanya.

"Bawa dia pergi Yong! Kamu sekarang ditugaskan menjaga anak tidak tahu diri itu dan Kamu," Kaisar menunjuk Dayang Cha dengan murka, "kamu diturunkan dari statusmu sebagai Dayang Utama Istana Dalam dan jalani hukumanmu di desa bersama dengan dia."

"Tapi Yang Mulia!"

Dayang Cha menolak hukuman itu dan meronta keras saat Pengawal istana menyeretnya pergi.

"Jangan keras kepala dayang Cha. Kita harus menjaga putri." ujar Pengawal Yong menghentikan kegilaannya. "darah keluarga Ye masih ada didalam dirinya. Kita harus membawanya pergi sebelum Kaisar memmbunuhnya."

"Apakah benar Kaisar tidak menginginkan putri?"

Pengawal Yong terdiam dan menyerahkan sang putri padanya. "Tugas kita menjaganya. Dia adalah masa depan Yunxia. Bagaimanapun, Kaisar akan mengakui keberadaan nona muda, percayalah padaku." ucapnya berusaha menenangkan Dayang Cha.

12 Tahun kemudian.

Di desa Shiannang, Dayang Cha dan Pengawal Yong berganti status menjadi sepasang suami-istri dan mengangkat sang putri sebagai anak mereka. "Apakah kamu tahu dimana Hao'er berada?"

"Bukankah dia bermain dengan teman-temannya di sungai." jawab Yong il sekenanya. Chayun menatapnya dengan kesal. "Kalau aku mengetahuinya, untuk apa aku bertanya padamu? Dimana dia? Apakah kamu menyembunyikannya disini?"

Yong Il menarik sebelah alisnya, "Kenapa aku menyembunyikan? Itu hal bodoh." desisnya berdecak kesal.

"Yong Il! Katakan sejujurnya!"

"Huh! Apakah kamu memancing keributan disiang bolong ini?"

Anhao kecil yang bersembunyi dibawah meja kerja ayahnya langsung keluar dan menghentikan pertengkaran kedua orang tuanya. "Ayah, Ibu. Kenapa kalian berdua tidak pernah absen meributkan ku?"

Yong il maupun Chayun terdiam. Mereka berdua saling melempar tatapan dingin dan menghela nafas panjang.

"Itu sudah biasa orang dewasa lakukan."

"Apakah begitu Ayah?"

"Iya."

"Kalau begitu, Anhao tidak mau menjadi dewasa dan berantem."

Yong il dan Chayun saling melirik. Tidak habis pikir dengan pikiran nona mereka.

Drap drap drap ...

Suara hentakan kuda terdengar dari kejauhan, Yong il segera membawa Cha yun dan Anhao ke tempat aman. "Jangan keluar sampai aku mengatakannya aman." pesannya pada mereka berdua.

Yong Il berjalan keluar gubuk dan tersenyum manis. "Suatu kehormatan mendapatkan kunjungan terhormat dari anda, Pangeran muda." hanturnya seraya memberi salam hormat.

"Ah hentikan paman Yong, aku kesini karena berkunjung. Bagaimana keadaan paman?"

Pangeran kedua Kerajaan Jian Hu, Pangeran Qin Yulao sedang lari dari kejaran tentaranya. "Apa perlu apa anda kemari? bukankah ibundamu sakit dan memerlukanmu disisinya."

"Paman, aku disini meminta bantuanmu. Ibu sedang sakit dan membutuhkan obat langka, akar pohon Xianfu, dan Kaisar Yunxia memiliki benda itu. Apakah paman bisa membantuku mendapatkan barang itu?"

"Tunggu," Yong il masuk ke gubuk dan menyeru kondisi aman. Anhao dan Chayun keluar dengan nafas lega. "keluarga jauhku bertandang kemari. Mohon sajikan makanan yang kita punya." pintanya.

Chayun dengan cekatan memasak bahan yang ada di dapur mereka. Anhao kecil turut membantunya. Begitu siap, makanan sup ikan dan minuman jahe mereka sajikan untuk tamu. Anhao yang malu-malu bersembunyi dibelakang ibunya.

"Anhao, kemarilah. Makan bersama ayah."

Uhuk!!

Pangeran Yulao tersedak, ia kaget dengan penuturan pamannya. Sejak kapan, pamannya yang terkenal sebagai laki-laki pematah hati wanita di daerah Jian Hu telah menjadi seorang suami dan ayah. Fakta itu mengejutkannya.

"Kapan kalian menikah? Kenapa paman tidak mengirim surat ke padaku? Aku bisa mengusulkan Ayahanda untuk menggelar pernikahan yang layak untuk kalian." Qin Yulao menatap mereka secara bergantian. Lalu matanya terkejut bukan main saat melihat wajah Anhao. Sejak kapan mata pamannya bewarna hijau gelap?

"Sepertinnya, paman sedang menanggung dosa. Kalian tidak bermata hijau. Kenapa dia?"

"Sudah diam. Sebaiknya kamu cepat makan dan pergi." ketus Yong il mencegahnya berbicara lebih banyak lagi.

Setelah makan, Yulao penasaran dengan anak pamannya dan mendekati Anhao. "Adik kecil, mau temani kakak hari ini jalan-jalan?"

Dengan mata hijau legamnya membulat, ia mengangguk senang dengan ajakannya. Yulao tersenyum dan menggenggam tangan Anhao. "Ayo kita jalan!"

"Berapa umur kamu?"

"12 tahun. Kalau kakak?"

"Ah, panggil aku Yulao. Usia kita tidak jauh beda."

"Berapa?"

Yulao mengernyitkan dahi dan berpikir keras. "15 tahun."

"Apakah Yulao datang kesini lagi?"

Yulao terdiam, dia juga tidak tahu kapan lagi bisa kesini. "Kenapa? Apakah kamu merindukan aku?"

"Bukan gitu. Daerah sini jarang anak-anak desa sebelah main. Anhao baru bermain keluar rumah bersama Yulao. Anhao harap Yulao datang lagi dan kita bermain lagi."

Yulao tersenyum tipis dan menengadah menatap langit. "Aku pasti sangat sulit untuk datang kesini jika hari besar itu datang. Aku tidak bisa janji, tapi jika kamu mau, kita bertemu di dekat perbatasan desa dan aku akan mengirim surat dari Ru."

"Ru?"

"Burung gagak kesayangan ku."

avataravatar
Next chapter