webnovel

Rencana Pak Tino

"Cukup ya Pak! Bilang saja itu hanya alasan Bapak, karena sudah malas cari uang!"

Bapak yang tadi sedang membaringkan tubuhnya, kini berubah posisi menjadi duduk.

"Enggak gitu Nduk, kali ini Bapak benar-benar sedang tidak enak badan."

"Bapak yang sehat dong, jangan pesakitan! Nanti kita makan dari mana?"

"Mudah-mudahan, badan Bapak besok sedikit membaik, jadi bisa kembali mencari uang."

Tangan keriput Bapak, tampak sedang memijat kedua kaki yang ia selonjorkan.

"Awas ya! Jika besok Bapak hanya malas-malasan di kasur. Besok ulang tahunku, Bapak masih ingatkan?" tanyaku pada Bapak untuk mengingatkan, takutnya ia lupa karena usianya yang sudah tua.

"Tapi Bapak belum punya uang, Nduk. Bukannya Neng Cha-Cha akan mengadakan perayaan pesta ulang tahun untukmu?"

"Itu dari Cha-Cha, bukan dari Bapak. Ingat! Bapak tidak boleh datang ke acaraku nanti, bisa-bisa Bapak bikin malu Neysa."

Karena malas terus berdebat dengan Bapak, kutinggalkan ia menuju kamar.

-----

Aku sudah siap untuk berangkat sekolah, tapi Bapak masih terbaring di atas kasurnya.

"Pak! Cepat bangun sudah siang. Sarapanku mana?" teriakku sambil menggoyangkan badan kurus Bapak.

Bapak terkejut melihatku sudah ada di depannya, sehingga ia langsung duduk dan mengusap beberapa kali wajahnya.

"Maaf Nduk, Bapak belum sempat buat sarapan."

"Ya ampun, Bapak! Ya sudah, berarti uang jajan dan ongkosnya harus ditambah!"

Bapak terlihat mengeluarkan uang dari saku jaket yang ia gantung.

"Sini! Aku ambil sendiri saja." Kurebut, jaket berisi uang dari tangan Bapak.

"Waaww, tumben Bapak banyak uang." Dalam saku jaket Bapak, ada enam lembar lima puluh ribu, tujuh lembar lima ribu dan sisanya uang lusuh dua ribuan.

"Aku ambil ya? Ini sisanya untuk Bapak." Kusisakan enam lembar uang lusuh dua ribuan.

"Nduk, Bapak mohon! Jangan diambil semuanya." Dengan wajah memelas Bapak memegang tanganku.

"Aku gak ambil semuanya kok, itu masih ada sisanya. Daadahh, aku berangkat dulu Pak." Tangan Bapak langsung kutepis, dan pergi meninggalkannya untuk berangkat sekolah.

------

Bel pelajaran sudah berbunyi, tidak seperti biasanya Cha-Cha belum datang. Apa mungkin ia ijin? Terus, bagaimana dengan party yang ia janjikan kemarin!

"Woy! Bengong mulu?" teriak Cha-Cha di samping telingaku.

"Cha-Cha, apaan sih?" Kutampakkan wajah cemberut padanya.

"Tumben baru datang? Enak ya jadi kamu, bisa keluar masuk sekolah sesukanya."

Menurutku Cha-Cha adalah orang paling beruntung, selain kelebihannya yang pernah kuceritakan, ia juga adik dari pemilik bangunan sekolah ini, hebat bukan!

"Ah, kamu bisa aja. Emmm ... nanti jangan lupa di taman Permai ya! semua sudah disiapkan. Jadi, kamu tinggal bawa diri saja."

"Serius! Aaahh, Kamu emang sahabat terbaikku."

Langsung kupeluk tubuh Cha-Cha, dan mencium kedua pipinya.

"Nggak usah lebay gitu juga kali!" Cha-Cha berusaha melepaskan pelukanku yang sengaja dieratkan.

"Nanti jam istirahat, kita makan di kantin belakang perpus yuk!"

"Maaf Ney, nanti aku mau ijin istirahat keluar, ada urusan penting." Tidak seperti biasanya Cha-Cha menolak ajakkanku.

"Urusan apa sih, sampai tega membiarkanku istirahat sendiri?" tanyaku dengan antusias, berharap ia akan menceritakannya.

"Maaf banget, Ney! Nanti jika sudah waktunya tepat, baru kuceritakan." Cha-Cha menangkupkan kedua tangan di depan dadanya

----------

Bel akhir pelajaran sudah berbunyi, aku bingung harus pergi kemana. Jika pulang ke rumah, nanti Bapak ingin ikut keacara ultahku lagi, bisa malu nanti!

Seandainya Cha-Cha jam istirahat tadi kembali ke sekolah, aku tidak akan bingung seperti ini.

Uang jajan dari Bapak kan banyak, mending, aku beli baju baru aja di pedagang kaki lima. Meskipun harganya murah, yang penting model bajunya bagus. Apalagi acaranya kan malam, jadi tidak akan terlihat bahannya bagus atau tidak.

Kalau masalah alat make-up tenang saja, aku sudah mempersiapkannya tadi, sebelum berangkat sekolah.

-------

Setelah berganti baju dan menghias wajah di Wc umum, kubergegas menuju lokasi acara. Sebelum banyak orang, aku harus sudah berada di sana, jangan sampai ada yang melihatku berjalan kaki.

Terlihat lampu kelap-kelip dari arah jalan raya.

Waaaaw ... bagusnya! Kuputari semua bagian taman yang sudah dihias, tampak teman-teman sekelasku sudah berada di sana. Ternyata yang menghias tempat ini adalah mereka, aku harus berterimakasih sebanyak-banyaknya pada mereka.

Tapi, kenapa tidak ada kue ulang tahun? Gak apa-apa deh, mungkin Cha-Cha lupa.

Aku baru sadar, orang yang sedang kupikirkan tidak terlihat.

"Cha-Cha mana?" tanyaku pada salah satu teman yang sedang memasang lampu tumbler.

"Dari tadi juga belum lihat, mungkin sebentar lagi Ney," jawabnya dengan tangan yang tetap sibuk menata lampu tumbler pada pohon.

"Terus yang membuka acaranya siapa?" tanyaku untuk memastikan, jangan sampai hal itu terlewat.

"Tenang, semua sudah diatur sama Cha-Cha, kamu tinggal terima beres saja."

Kulihat jam dipergelangan tangan sudah menunjukkan pukul 18.30.

"Acaranya mulai jam berapa?"

"Setelah adzan isya Ney," jawabnya dengan menampakkan wajah jengkel, mungkin ia kesal dari tadi aku banyak bertanya.

Karena sudah banyak teman-teman dari kelas dan jurusan lain datang, Wihan segera membuka acara tanpa kehadiran Cha-Cha.

"Selamat malam guys!" teriak Wihan dari atas panggung, yang dijawab serempak oleh tamu undangan. "Malam ...."

"Selamat datang diacara ulang tahun ke-17 sahabat kita, Neysa Putri Trilingga! Beri tepuk tangan yang meriah dong!"

Suara riuh tepuk tangan terdengar di seluruh area taman.

"Oh iya Ney, kamu pasti bingungkan! Kenapa tidak ada kue di ulang tahunmu ini?" tanya Wihan dari atas panggung.

"Kamu jangan khawatir! Kue mu sudah datang dengan selamat dibawa oleh sahabat tercantik kita, Charissa Zalva Andara!"

Terdengar alunan musik happy birthday tanpa lagu. Cha-Cha terlihat berjalan ke arahku, dengan kue ulang tahun berada di tangannya.

Sampai aku tidak sadar akan keberadaan seseorang di belakang Cha-Cha.

"Selamat ulang tahun, Neysa sahabat tercintaku," ucap Cha-Cha sambil mencium kedua pipiku.

"Terima kasih, Cha-Cha."

Seorang laki-laki dari arah belakang Cha-Cha, menghampiriku.

"Selamat ulang tahun, Nduk! Maaf, Bapak tidak bisa memberi semua yang kamu inginkan. Hanya ini yang Bapak mampu." Bapak menyodorkan sebuah kado berhiaskan gambar boneka barbie kesukaanku.

"Maksud, Bapak apa? Jelaskan, Ney!" tanya Cha-Cha yang terlihat bingung dengan situasi yang terjadi sekarang.

Tanpa menjawab kebingungan Cha-Cha, kutepis kado yang berada di tangan Bapak, sampai terjatuh ke atas tanah.

Tangan Bapak terlihat gemetar dengan wajah yang tampak sedih.