2 BOOK 6 CHAPTER 123

Sayang, sahutan konfirmasi malah membuat Apo semakin kesal.

"Tidak ada, Tuan!" kata wanita yang  tadi mengangkat telepon Apo.

Apo pun menyambar ponsel tersebut. "Sini! Biar kutelepon ulang mereka," katanya. Sayang jawaban yang didapat tak sesuai  ekspektasi "Apa? Baru sampai daerah itu? Brengsek! Ya sudah kucegat kalian saja! Angkat telponku lagi kalau nanti sudah dekat!"

"Bagaimana, Apo?" tanya Paing yang mulai pucat.

"Sekarang mana kunci mobil Phi? Kusetirkan!" kata Apo. Lalu memutari mobil sang Alpha dengan menghentak. "Ayo!"

Melupakan tas medis dan kata terima kasih, Apo pun keluar gerbang dengan meninggalkan Audi-nya yang masih terbuka.

***

"Don't leave me high, don't leave me dry."

[ANGELIC DEVIL: The Crown]

Pagi itu RS Bumrungrad gaduh karena pasien mereka merupakan sang eksekutifnya sendiri. Kabar pun menyebar lebih cepat diantara dokter dan seluruh pekerja medis di dalam, padahal Paing baru saja masuk UGD. Entah apa yang terjadi, yang pasti operasi dadakan itu berjalan hingga 3 jam ke depan. Hal yang membuat kegiatan tidak krusial sempat berhenti. Bahkan rombongan koas yang meneliti RS ikut berdoa dalam agama dan kepercayaan masing-masing.

Tidak ada yang tak kalut pada waktu itu. Apo pun didatangi beberapa dokter yang absen berpraktik. Dan mereka menepuk bahunya karena mengusap mata berkali-kali. Untuk menguatkan. Untuk memberi dukungan. Atau menenangkan diri sendiri. Hei, Tuan Takhon perasaan kemarin sehat-sehat saja kan? Siapa yang menembaknya pagi ini? Kenapa? Jangan gegabah memberikan kabar rumah! Kita harus tanya dulu apakah Tuan Thanawat dan Nyonya Sanee tak masalah mendengar hal ini.

Setelah operasi selesai, dokter senior bernama Piya Vimuktayon pun keluar dengan kening penuh keringat. Dia didatangi Apo dengan laporan singkat dan padat. Yang intinya Paing dalam kondisi kritis. Namun, Apo jelas tidak puas dengan hanya itu. Dia pun memburu sang dokter agak histeris, barulah diberikan rincian detailnya. Kata beliau, peluru yang di lengan bawah memang sudah dicongkel awalan, tapi ternyata memecahkan 60 % tulang Interubercullar Sulcus. Kemudian yang di bahu. Satu menembus rusuk belakang hingga membuat bocor di paru kiri, dan itu membutuhkan jahitan yang cukup serius. Tadi ada sempat ada perdebatan juga apakah lebih baik dapat cangkokan baru? Dan keputusan akhir belum sampai ke sana.

"L-Lalu, yang satunya lagi, Dok?" tanya Apo, yang lututnya lemas hingga duduk lagi di kursi tunggu.

"Satunya lagi nyaris naik sampai ke tenggorokan," jelas Dokter Piya. "Anda tahu kan? Dengan jarak tembak yang sejauh itu, tidak heran jika berhentinya benar-benar cukup dalam? Proyektilnya pasti berputar terlebih dulu. Dan dan tembusnya bisa kemana-mana hingga berhenti sendiri."

"I-Iya  iya " kata Apo. Namun, jantungnya tidak bisa menerima dengan mudah. Ada rasa terbakar ketika Dokter Piya pergi. Air mata Apo pun berjatuhan di lutut, meski harapan hidup kekasihnya masih ada. Dia hancur di titik ini. Dia kembali ketakutan karena rasa amannya mendadak pergi. Dan bahkan tak peduli lagi apakah orang-orang yang ditelepon mendengar dia menangis.

"Halo ? Bisa bicara dengan Manajer Dew?" tanyanya dengan suara yang goyang.

Apo pun melaporkan kondisi itu agar jadwal Paing tak terlalu berantakan di kantor. Dia pikir, pasti sang Alpha ke mall dulu untuk follow up klien, tapi kini orang itu mungkin kebingungan karena ditinggal sebelum bertemu. Ah, bagaimana kalau ada rapat juga? Dia pun meng-counter semuanya satu per satu, dan Luhiang baru lima menit duduk saat mendengar kabarnya.

"Nona, boleh saya membisiki Anda sesuatu?" tanya Dew kepada Luhiang di ruang rapat.

"Ya?"

"Ini soal Tuan Takhon."

Luhiang pun mendekatkan telinga ke manajer Paing. Dia menyimak informasi sambil melirik sekitar. Dimana waktu itu baru ada tujuh kolega yang ikut duduk bergabung.

"Apa? Tertembak?" kaget Luhiang dengan suara bisikan juga. Meskipun sedikit rikuh, sang Wanita Alpha pun berdiri tepat setelah Mile Phakpum plus manajernya masuk ke dalam. "Permisi, mohon interupsi sebentar " katanya. "Saudaraku Tuan Takhon sepertinya belum bisa hadir hari ini. Beliau mendapat kendala di Siam Paragon, dan rapat akan dijadwalkan ulang hingga waktunya kondusif. Terima kasih."

Mile dan Jijia bahkan belum duduk saat informasi itu disebarkan. Mereka pun ditanya-tanya orang sebelah, tapi obrolan malah tidak jelas kemana arahnya.

"Terima kasih, Dew  hiks  hiks  hiks " kata Apo, yang celana bagian lututnya sudah basah semua. Omega itu masih mengucek mata saat menghubungi Yuze di kantor. Lalu minta jadwal hari itu ikut dibatalkan semua.

Entahlah. Rasanya Apo ingin egois khusus hari ini. Dia harus tahu kapan Paing bangun dari bius totalnya. Karena memang baru sekarang sang Alpha sejatuh itu. Aku benar-benar belum pernah melihat Phi sakit secara langsung, pikir Apo saat tirai ruang UGD itu sudah dibuka. Dia pun menatap wajah tampan Paing yang tidur, dan itu mengingatkan Apo dengan sang Ayah. "Kumohon jangan tinggalkan aku, Phi," katanya dengan suara yang nyaris hilang. "Jangan sampai ikutan pergi seperti Papa "

LAGIPULA KEPARAT MANA YANG MELAKUKANNYA ?!

Apo pikir, Paing bukan tipe yang punya musuh sebesar ini, kecuali akan dijatuhkan seseorang. Atau justru penembakan tadi berhubungan dengan dirinya? Apo sungguh tidak sanggup apalagi ingat di kamar Mile ada senapan kaliber pendek. Maka otaknya pun langsung ke sana, meski jiwanya menolak untuk berprasangka.

"Sepertinya bukan, Tuan Natta. Saya lihat Tuan Romsaithong tadi ikutan hadir di rung rapat," jelas Dew setelah ditelepon ulang. "Tapi mana tahu kalau orang suruhannya? Itu sih masalah yang lain lagi."

Benar juga, memang. Apapun kemungkinannya bisa terjadi. Dan Apo mengangguk paham meski untuk ketenangan sementara.

"Mau dibawa kemana, Sus?" tanya Apo pada sore hari pukul 6. Dia pun terbangun dari tidur duduk di kursi tunggu. Sebab ada suara roda yang digeladak pelan melewati lorong.

"Ruang ICU, Tuan Natta. Silahkan lewat sini kalau Anda ingin menemani beliau," kata suster yang sempat dipanggil. Apo pun langsung mengekori mereka berempat. Meski kantuk dan mata bengkak masih membuat jalanan buram.

Suster pun paham siapa Apo karena aroma tubuhnya adalah Paing sendiri. Omega itu dibiarkan masuk meski bukan keluarga kandung, dan menatap kondisi Paing rasanya Apo seperti bercermin. Bagaimana tidak? Orangtua Paing sudah begitu tua, maka takkan semudah itu menggantikan kembali di perusahaan. Dia juga merupakan anak tunggal. Tapi Yuzu tidak dalam kondisi bisa diandalkan sekarang.

"Kau harus bangun secepat mungkin, aku memaksa " kata Apo pada keesokan pagi. Dia menidurkan kepala di sisi ranjang, memeluk perut sang Alpha yang terbalut baju pasien, dan belum melepaskannya semenjak masuk ke dalam sana.  "Pokoknya harus kembali padaku, Phi. Mau jantung hilang, paru rusak, atau apapun itu. Aku akan marah kalau kau sampai pergi—"

"Hhhh  tidak akan " desah Paing yang tiba-tiba membuka mata.

avataravatar
Next chapter