1 Prolog

"Kini ku sendiri, rasanya sepi, begitu sepi bersama luka di hati."

"Panggilan kepada Kerry Alwanie harap segera mendatangi ruang Tata Usaha dan menghadap Pak Dedi. Sekali lagi, panggilan kepada Kerry Alwanie harap segera mendatangi ruang Tata Usaha dan menghadap Pak Dedi. Terima kasih." Suara panggilan di speaker sekolah berbunyi nyaring.

Seorang gadis yang sedang mendengarkan musik dengan volume rendah mendengar namanya dipanggil dan langsung berdiri pergi meninggalkan kursinya tanpa melepas earphone yang ia pakai dari pagi. Ia berjalan dengan santainya tanpa takut karena rasa takut sudah ia habiskan diwaktu kecil. Namun, selama perjalanan ke ruang TU, banyak mata dan gunjingan terarah kepadanya.

"Eh, liat deh ga tau malu banget ya, dateng ke sekolah ga pake seragam, masa cuma pake jins sama kaos doang." Cibir seorang siswi yang terdengar oleh telinga Kerry.

"Calon-calon madesu nih. Orang tua aja ga punya." Ucap segerombolan siswi yang ia lewati dan masih banyak lagi.

Ia lupa kalau ia belum memasang earphone dengan volume full di telinganya, sehingga gunjingan-gunjingan yang dituju padanya sampai ketelinganya. Dengan santai ia mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celananya dan langsung menaikkan volume musiknya. Karena hanya musik yang ia dengar, ia dapat berjalan santai dengan tatapan kosong menuju ruang TU tanpa perlu mendengar ocehan-ocehan sampah yang dituju padanya.

Setelah sampai di TU, ia melepas earphone nya dan langsung menghampiri Pak Dedi. "Kenapa pak?" Tanya Kerry tanpa basa basi setelah sampai di ruang TU.

"Oh Kerry, Bapak mau nanya , kapan kamu akan membayar registrasi sekolah. Bahkan sampai sekarang juga kamu belum membayar uang seragam." Jelas Pak Dedi.

"Yaudah nanti saya nyuri dulu." Balas Kerry santai.

"Kerry, Mencuri itu tidak diperbolehkan." Tukas Pak Dedi.

"Ya kerja juga ga ada yang nerima anak sekolah." Balas Kerry lagi.

"Sudahlah pak, siswa dengan masa lalu suram, ga pantes buat dipertahanin, ujung ujung nya juga bakal jadi sampah masyarakat ko." Ucap Bu Mirna salah satu pegawai TU di SMA Kencana Jakarta.

"Kalau memang hendak mengeluarkan saya, keluarkan saja." Ujar Kerry datar sambil menatap Bu Mirna.

"Dasar anak tidak tau sopan santun. Kelas unggulan 10 Mipa A jadi tercoreng karena anak ini. Harusnya berisi siswa berprestasi, eh malah nyempil siswa bermasalah." Tegur Pak Tomi. Pak Dedi hanya terdiam mendengar komentar komentar pedas dari pengurus TU lain.

Seperti yang dikatakan Pak Tomi, Kerry adalah salah satu murid di kelas unggulan karena ketika tes IQ, Kerry mempunyai IQ tertinggi yaitu 164. Maka dari itu, para guru memasukan nya kedalam kelas unggulan. Bahkan walaupun saat pembelajaran biasa, ia tidak memperhatikan pelajaran ataupun belajar di rumahnya, ia tetap mendapat nilai diatas KKM, walau mepet.

Kerry mengalihkan pandangannya dari Bu Mirna dan Pak Tomi untuk kembali menatap Pak Dedi. "Udah kan, cuma mau ngasih tau itu aja?" Tanya Kerry memastikan dengan wajah datarnya. "Iya. Nanti Kerry sampaikan pada wali Kerry ya." Jawab Pak Dedi dengan lembut. "Nanti saya cari uang nya. Percuma kalau ngomong sama tukang mabok." Balas Kerry. "Maksud kamu, wali kamu pemabuk?" Tanya Pak Dedi. Sejujurnya dalam hati, Pak Dedi merasa kasihan pada Kerry yang harus hidup sulit seperti itu dari ia kecil. "Iya."

"Udah deh, tinggal nunggu drop out aja tuh anak. Ga bakal bener hidupnya,di rawatnya aja sama pemabuk." Hardik Bu Mirna lagi.

"Pak, kalau tidak ada yang di sampaikan lagi, saya pamit." Ucap Kerry mengabaikan perkataan Bu Mirna.

"Iya, silahkan kembali ke kelas." Jawab Pak Dedi.

"Terima kasih, pak."

Kerry mengucapkan kata yang jarang sekali ia ucapkan yaitu terima kasih dan bahkan ia memberikan senyum tipis pada Pak Dedi. Hal itu ia lakukan karena ia selalu membalas apa yang ia dapat Bila kebaikan, maka ia akan balas dengan kebaikan lagi. Tapi, sebaliknya pula, kejahatan akan dibalas dengan kejahatan.

Ia kembali memakai earphone nya dan berjalan hendak keluar dengan melewati meja Bu Mirna. Ia melihat ada segelas air di samping laptop Bu Mirna. Ide yang sangat cerdas terlintas di otaknya, dengan keras ia menendang meja Bu Mirna hingga air itu tumpah mengenai laptopnya. Bu Mirna panik berteriak dan segera mengambil tisu disampingnya untuk menghilangkan air yang mengenai laptopnya. Tak hentinya pula Bu Mirna menyumpahi Kerry yang berjalan dengan santainya menuju pintu keluar. Kerry yang asik mendengarkan musik, tentu tidak mendengar sumpah serapah Bu Mirna hinga ia keluar dari ruang TU.

Setelah melewati pintu keluar, Kerry memalingkan wajahnya untuk menatap Bu Mirna yang sedang panik menyelamatkan laptopnya. Ia pun tersenyum licik dan merasa puas dengan apa yang dia lakukan. Ia pun kembali membalikkan kepalanya menghadap ke depan dan memasukan kedua tangan nya ke dalam saku celana, bibirnya sudah kembali datar untuk menghilangkan senyum liciknya dan berjalan santai menuju kelasnya kembali.

Di sisi lain kepanikan Bu Mirna, Pak Dedi hanya menatap laptopnya sambil membayangkan senyum yang Kerry berikan padanya. 'Dari senyumnya saja terlihat sangat kaku dan terlihat sedih. Seberapa besar penderitaan anak itu?' Batin Pak Dedi lalu menatap Bu Mirna. 'ditambah lagi, ia harus terus menerus menerima hakiman dari orang lain.' Pak Dedi hanya membuang nafasnya karena mengasihani Kerry.

Kerry memasuki kelasnya dan Ia hanya mengikuti kegiatan belajar tanpa menulis ataupun memperhatikan materi yang disampaikan. Tiba-tiba security sekolah nya memasuki kelas 10 Mipa A. "Bu, maaf mengganggu. Ada yang mencari Kerry." Ucap Security itu. Kerry langsung berdiri dan berjalan keluar tanpa pamit pada guru yang sedang memberikan materi. Saat ia sampai di gerbang, ia melihat paman nya yaitu kakak dari ayahnya sedang menunggunya dengan penampilan yang berantakan.

Banyak siswa yang menonton Kerry dari balik jendela. Ada juga yang merekam nya untuk dikirim ke grup angkatan dan menjadi bahan gosip di sekolah. Kerry menghampiri pamannya diikuti oleh security yang tadi memanggilnya.

"Napa?" tanya Kerry dengan nada datar. Security itu masuk kedalam pos nya dan menatap mereka berdua.

"Gue minta duit." Jawab pamannya sambil mendekati Kerry.

"Gue punya dikit." Balas Kerry. "Berapa?" Tanya pamannya. "Dua lima." Jawab Kerry. "Sini." Ucap pamannya sambil menggerakkan tangannya agar memberikan uangnya.

"Lo cari kerja dong, udah tua mabok mulu. Udah sakit terus mati baru tau rasa." Tekas Kerry yang masih berusaha untuk tidak meninggikan nada suaranya.

Ucapan yang Kerry lontarkan barusan membuat pamannya marah. Ia langsung menarik kerah baju Kerry dan meninju wajah Kerry. Kerasnya pukulan yang Kerry dapatkan membuat ia terjatuh. Tanpa memberikan jeda untuk Kerry menghindar, kembali di tarik kerah baju Kerry oleh pamannya agar Kerry berdiri. Adegan itu membuat para siswa berteriak dan security itu pun langsung bangun dan bergegas menghampiri mereka. Kerry menatap pamannya datar dengan darah mengalir dari sudut bibirnya hasil tinju dari pamannya itu. "Maaf pak jangan melakukan kekerasan, ini area sekolah." Ucap security pada paman Kerry. "Diem dulu lo!" Bentak paman Kerry pada security itu.

Paman mengecek seluruh saku di celana Kerry dan mengambil semua uang yang Kerry punya. "Nah coba kalau ngasih dari tadi, jadi cepet kan." Ucapnya sambil mencium uang itu. Dengan kasar, ia melepas cengkramannya dari kerah Kerry lalu pergi meninggalkan sekolah itu.

"Nak Kerry gapapa? Mau di obatin dulu lukanya?" Tanya security itu. Kerry mengusap darah yang mengalir dari bibirnya menggunakan lengannya "Gapapa pak, saya mau balik ke kelas." Ucap Kerry.

"Mau Bapak antar?" Tanya security. "Ga perlu, Bapak jaga aja disini. Takutnya orang brengsek kaya tadi datang ke sekolah ini." Jawab Kerry lalu berjalan masuk meninggalkan security itu.

Sampai di koridor tentunya banyak mata yang memandangnya. Ada tatapan kasihan, jijik, dan merendahkan. "Nah ini dia siswi yang menjadi pemeran utama dari video ini, yang sebentar lagi menjadi trending bully dan gosipers di sekolah ini." Ucap seorang siswa yang sedang merekam Kerry.

Kerry melewati siswa tersebut dan secara tiba-tiba Kerry mengangkat tendangan nya pada ponsel siswa tersebut hingga ponsel itu terjatuh. Pemilik ponsel itu hanya diam terkejut. Kerry mendekatinya dan wajah nya sangat dekat dengan siswa tersebut. "Lebih baik, cari kerjaan lain daripada jadi fans gue." Ucap Kerry dengan nada mengancam. "...Engh- iya maaf." Balas siswa itu sambil menahan rasa takutnya. Melihat adegan itu, semua murid yang ada di tempat kejadian langsung terdiam dan hanya berkomentar dalam hati.

Kerry pun pergi meninggalkan mereka dan kembali masuk ke kelas. "Eh anjir lo laki tapi takut sama cewek." Ledek teman siswa tadi yang diam di sebelahnya.

"eh Kerry tuh cewek beda, lagian lo juga takut kan, lo cuma diem aja waktu dia deketin gue." Balas siswa itu.

"Kaget kan gue." Jawabnya mencari alasan. Karena kejadian itu, semakin banyak gunjingan yang didapat oleh Kerry. Hingga akhirnya, cerita mengenai kejadian itu sampai di telinga guru serta kepala sekolah.

Esoknya Kerry di panggil oleh kepala sekolah. Ia memasuki ruang kepala sekolah yang berisi kepala sekolah, wakasek kesiswaan, guru konseling dan wali kelas. Kerry berdiri menghadap ke empat orang dewasa yang sedang duduk di depannya. "Kerry, menurut laporan, kemarin kamu membuat keributan di sekolah dan menendah ponsel seorang siswa benar begitu?" Tanya Bu Fitri selaku wakasek kesiswaan.

"Benar." Jawab Kerry.

"Kamu juga belum membayar registrasi sekolah?" Tanya Bu Fitri lagi.

"Belum."

Melihat anak didik nya di beri pertanyaan pertanyaan atas kesalahannya, Bu Nita selaku wali kelasnya hanya terdiam, karena sejujurnya ia juga merasa risih karena Kerry. Banyak guru yang mengeluhkan Kerry padanya. Lalu saat Bu Nita mengarahkan pandangannya pada Kerry, untuk sekilas, Bu Nita melihat mata Kerry menatapnya dan Bu Nita langsung menundukkan pandangannya.

"Kerry, saya masih baik sama kamu, saya tidak memberikan drop out padamu, melainkan surat pemindahan. Kamu bisa pindah di semester baru nanti. Karena kalau kamu terus masuk di sekolah ini, kamu akan terus menerus menimbulkan masalah untuk sekolah ini." Ucap kepala sekolah sambil menyimpan amplop putih panjang di atas meja.

"Saya juga sudah menyiapkan semua berkas kamu di meja ibu untuk di berikan ke sekolah lain. Dan rapotmu juga sudah saya isi dengan hasil UTS kemarin." Kata Bu Nita meneruskan.

Kerry mengambil amplop putih itu. "Berarti saya tidak perlu sekolah. Hanya tinggal menunggu semester baru dan masuk ke sekolah lain." Jelas Kerry membuat keempat orang itu sedikit terkejut.

"Bukan begitu, kamu tetap harus membayar registrasi sekolah sampai semester baru nanti." Balas Kepala sekolah. Kerry membuka amplop itu dan membaca kertas itu.

"Kalau begitu sih bapak bukan masih baik, kalau masih baik itu seharusnya memberikan seperti yang saya ucapkan tadi. Lagipula disini udah tertulis ko kalau saya siswi disini selama semester ini, berarti walaupun saya sudah tidak sekolah disini, untuk semester ini saya masih murid sini. Ditambah lagi, dengan bodohnya nilai rapot saya semester ini sudah terisi juga oleh wali kelas tercinta. Toh kalau pun harus bayar registrasi juga, saya harus bayar apa? Pendidikan yang guru-guru sampaikan? Kalau gitu, bukan pahlawan tanpa tanda jasa dong. Oh ya, saya juga tidak perlu membayar uang seragam, kan saya juga belum di kasih seragam." Jelas Kerry.

"Kalau kamu tidak mengikuti prosedur, saya akan mengganti suratnya." Ucap kepala sekolah yang mulai geram karena tingkah Kerry.

"Ga bisa lah, toh udah saya pegang suratnya, nanti saya tinggal pindah sekolah pakai surat ini. Terima kasih loh pak. Oh iya terima kasih juga walasku karena sudah menyiapkan berkas yang tinggal di ambil." Balas Kerry dan pergi meninggalkan ruang kepala sekolah dan mendatangi meja Bu Nita untuk mengambil berkas Kerry yang sudah disiapkan Bu Nita. Setelah mengambil berkas itu, Kerry pergi ke kelasnya dan mengambil tas nya. Murid serta guru yang sedang mengajar di kelas itu memandangnya.

"Kamu mau kemana, Kerry?" Tanya pengajar itu.

"Pulang." Jawab Kerry singkat lalu pergi meninggalkan kelas dan sekolah itu. 

                                                                                       *** 

avataravatar