webnovel

Jodoh Terbaik

"Aku tidak bisa menjanjikan apa-apa, siapa pun yang datang melamar lebih dulu, maka dia yang akan ku nikahi." "Baiklah tunggu aku melamarmu."

Pusparani_Surya · Urban
Not enough ratings
2 Chs

Penantian

Ini adalah tahun ketiga untuk Sofia Yasmine, menunggu terbuktinya janji seorang Kelana untuk menikah dengannya. Tiga tahun berlalu dengan menjalani cinta jarak jauh. Ya, Kelana masih bekerja sebagai seorang TKI di negeri tetangga. Mengumpulkan pundi-pundi untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik.

Mereka bertemu saat sama-sama bekerja di negeri orang, hingga harus rela berpisah karena kontrak kerja Sofia yang sudah habis, sementara Kelana yang berbeda perusahaan dengan Sofia, bisa mengajukan kontrak selama yang lelaki itu kehendaki. Hingga janjilah yang mengikat keduanya untuk saling setia, sampai waktu yang tidak ditentukan.

Tahun pertama, hubungan mereka berjalan mulus tanpa hambatan. Memupuk rindu, dengan harus puas bertukar kabar lewat layar ponsel. Perbedaan waktu yang ada, membuat mereka tidak leluasa melepas rasa rindu, meredam amukan rasa saat cinta butuh jumpa, bukan sekedar sapa.

Tahun kedua, rasa bosan mulai menghinggapi Sofia, apalagi Lana--panggilan untuk Kelana-- mulai jarang memberi kabar, bukan karena orang ketiga, tapi karena kesibukan yang benar-benar menyita waktunya. Bekerja tanpa mengenal waktu dan lelah, agar supaya kumpulan Rupiah segera mencukupi untuk melamar Sang Pujaan hati. Bukan permintaan Sofia, hanya Lana menginginkan yang terbaik untuk Sofia.

Dan sekarang, ketakutan Sofia tentang hubungan mereka mulai menyeruak. Sudah hampir dua bulan, Lana tiada kabar. Setiap Sofia coba hubungi, selalu saja tidak ditanggapi. Ada apa dengan Lana?

"Hei... Sendiri?" sebuah tepukan pada pundak Sofia yang sedang menikmati waktu istirahat kerja, membuat gadis bermata bulat itu menoleh. Toni, karyawan bagian gudang menghempaskan bokongnya, di kursi kosong sebelah tempat duduk Sofia. Sebenarnya Sofia kaget juga, kenapa Toni berusaha akrab dengannya. Karena mereka baru kenal secara personal beberapa minggu ini, selain kepentingan pekerjaan tentunya.

"Hei, Ton... Iya lagi ngadem aja." Sofia kembali menatap kosong ke depan, menatap pada rimbunnya semak yang terdapat di bagian samping gedung produksi. Kehadiran Toni seakan tak kasat mata baginya.

"Jangan melamun! Dari tadi aku perhatikan melamun terus. Hati-hati loh, di sini ada penunggunya!" ujar Toni sambil bergidik.

"Ya ada lah, banyak malah!" jawab Sofia santai, tak terpengaruh sama sekali dengan yang Toni katakan.

"Yee... Dibilangin ngga percaya!" protes Toni mencebik.

Sebenarnya Sofia tau, beberapa karyawan pernah melihat penampakan seorang wanita, yang kemudian menghilang di balik semak yang kini menjadi objek pandangannya.

"Iya, percaya. Tapi saat ini aku beneran lagi bete, jadi aku tidak takut dengan apa yang kamu maksud itu."

"Gitu ya?!" Sofia mengangguk, "Em... Sof! Kamu... Punya pacar?" tanya Toni yang membuat Sofia menoleh ke arahnya.

"Kenapa bertanya seperti itu?"

"Nanya aja." dengan gaya dibuat setenang mungkin, Toni balas menatap Sofia. Padahal hatinya bergemuruh, saat dari mata indah Sofia dia bisa melihat bayangan dirinya. Cantik. Sangat cantik.

"Entahlah... Dibilang punya, dia tidak ada. Dibilang tidak... Cincin ini adalah bukti, kalau pernah ada laki-laki yang menyelipkannya di jariku." Pandangan Sofia beralih pada jari manisnya yang terselip cincin pemberian Kelana. Sebelum kepulangannya ke tanah air, Kelana menyelipkan cincin itu sebagai tanda keseriusan cinta yang dimilikinya.

"Kamu sudah tunangan?" nada kecewa terdengar dari suara Toni, yang ikut mengarahkan matanya pada jemari lentik Sofia yang terlingkari cincin cantik di jari manisnya.

"Tunangan ala-ala kami. Tiga tahun yang lalu." jujur Sofia dengan hati yang mulai merasakan sakit saat membicarakan tentang Kelana.

Apakah cinta di antara mereka akan berakhir bahagia?

"Di mana dia?"

"Di sebrang. Jauh... Bahkan untuk menemuinya, aku harus menempuh perjalanan delapan jam lamanya, dan juga uang yang banyak." jawab Sofia penuh teka-teki.

"Berarti tidak ada kesempatan untuk yang lain mengisi hatimu?"

"Siapa?" Sofia menatap Toni tajam.

"Aku!" Toni dengan lantang mengakui perasaannya. Sofia tersenyum, bukannya dia tidak bisa menebak kemana arah pembicaraan Toni. Hanya saja dia tidak menyangka, Toni akan secepat itu mengakui ketertarikan padanya.

Mengalihkan arah pandangnya, Sofia menghembuskan napas lelah.

"Aku juga tidak faham apa statusku dengan dia sekarang, Ton. Sudah dua bulan ini, dia hilang tidak ada kabar. Setiap aku hubungi selalu tidak diangkat, bahkan pesanku tak pernah dibaca." Toni seakan ikut dalam cerita Sofia. Lelaki berusia dua puluh dua tahun itu terdiam, menunggu kata selanjutnya yang akan terucapkan dari bibir tebal seksi, milik lawan bicaranya saat ini.

"Kami sudah tiga tahun ini LDR-an."

"Di mana dia?" kembali Toni bertanya, mungkin saja kali ini Sofia akan jujur berbicara.

"Korea." akhirnya Sofia mengatakan keberadaan lelaki yang sangat dicintainya itu.

Toni menganggukan kepala, "Orang?"

"Maksudnya?" tanya Sofia yang tak mengerti dengan yang Toni tanyakan.

"Apa dia orang Indonesia?"

"Ya. Tepatnya Lombok."

"Pejuangkan cinta kalian. Saat kau tidak menemukan jalan akhir cinta kalian, carilah aku!" tanpa menunggu Sofia berkata-kata lagi, Toni bangun dari duduknya dan berlalu dari hadapan Sofia, yang menatap tak percaya dengan apa yang Toni katakan.

Sofia beranjak bangun dari duduknya, setelah melihat penunjuk waktu yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Waktu istirahat akan segera berakhir, dan dia belum melaksanakan kewajiban empat rakaatnya.

Sofia berjalan meninggalkan bagian luar gedung produksi tempatnya bekerja, menuju mushola yang sudah disediakan perusahaan.

"Sofi! Kamu dari mana? Dari tadi aku cari tidak ketemu." tanya seseorang yang sedang melipat mukenah begitu Sofia masuk ke dalam mushola, beberapa orang tersenyum padanya.

"Abis ngadem, Ras. Dekat pos." jawab Sofia pada Laras sahabatnya.

Laras adalah teman baik Sofia sedari mereka bekerja di negeri ginseng dulu. Saat perusahaan membuka lowongan kerja untuk pergi ke Korea, Sofia dan Laras menjadi salah satu yang berhasil lolos seleksi, dan pergi ke sana sebagai karyawan magang. Bersama dua puluh orang lainnya, mereka menjejakkan kaki di Korea bertepatan dengan musim dingin yang menyelimuti negeri cantik itu.

"Kamu sedang ada masalah ya?! Cerita dong ke aku... Akhir-akhir ini kamu seperti menyembunyikan sesuatu dariku. Apa kamu tidak percaya lagi sama aku?" taya Laras menatap Sofia sendu. Sejak dirinya menikah tiga bulan lalu, sahabatnya itu seakan tidak terbuka lagi padanya. Laras tau kalau saat ini, tepatnya dua bulan ini Sofia benar-benar berubah.

"Aku sholat dulu, ya?! Nanti aku cerita semuanya sama kamu. Atau nanti sepulang kerja saja? Biar lebih leluasa."

"Kamu ke kosan aku aja sekalian. Gimana?"

"Suami kamu?"

"Dia kerja shift siang."

"Boleh!"

"Bener ya?!"

"Iya, pengantin baru! Duh, ngga usah mendongak gitu juga deh. Tuh! Bekas bibir Mas Indra di bawah dagu kamu jadi kelihatan!" goda Sofia saat tanda merah di bawah dagu Laras terlihat, membuat sahabatnya itu merona malu, dan menahan geram menegur Sofia yang tersenyum geli.

"Sofi!!