webnovel

3. Kucing dan tikus

Dia melihat ke salah satu kaca di depan toko dan benar saja dugaannya ada yang mengikuti mereka. Tanpa sadar Agatha langsung menggandeng tangan Teja dan berjalan lebih cepat. "Cepetan jalannya," bisik Agatha.

Teja yang merasa aneh mengikuti arah pandangan Agatha yang sekarang mengarah ke pegangan eskalator. Di sana terlihat ada dua orang mencurigakan yang sembunyi-sembunyi mengikuti mereka, dua orang itu menggunaka jas hitam dengan kacamata.

"Gak bisa dipercaya, ish, sebel!" omel Agatha sambil terus berjalan. Agatha kemudian langsung mengarahkan diri mereka ke eskalator yang banyak orangnya, dan setelah dua pria itu tidak terlihat mereka berlari.

"Non capek, sini saya gendong," ujar Teja saat melihat Agatha sudah basah oleh keringat. Agatha melotot dan langsung mencubit perut Teja, dia tidak meringis sama sekali.

"Ih, masih tetep aja ngejer. Ayo lari lagi!" seru Agatha saat melihat kedua orang yang merupakan suruhan Andre sudah terlihat mendekat. Kembali Teja mengikuti langkah Agatha tanpa mengeluh walau barang bawaan yang dia bawa banyak.

"Copot aja sepatu tingginya, Non. Susah 'kan jadinya kalau gitu," saran Teja saat melihat Agatha kesulitan berlari karena sepatu hak tingginya itu.

Agatha mengikuti saran suaminya itu dan langsung membuka sepatu miliknya kemudian menjejalkannya ke salah satu kantong belanjaan yang Teja bawa dengan asal.

Teja melirik ke sana dan ke mari sekalian berlari, dia sedang memikirkan cara agar mereka bisa sembunyi dari kedua orang itu. Teja tidak tau siapa kedua orang itu yang jelas jika istrinya itu menghindarinya artinya mereka bukan orang baik. Saat ini mereka seperti tikus yang sedang dikejar kucing untuk dimakan, walau sebenarnya Teja salah paham akan hal itu.

Akhirnya Teja menemukan tempat persembunyian juga, dia langsung menarik tangan Agatha. "Mbak, kami mau cari anak kami saya lihat tadi dia ke sini. Jadi, bisa titip ini dulu." Tanpa menunggu jawaban Teja langsung menyerahkan barang belanjaan ke seorang mbak-mbak penjaga pemandian bola anak itu, mbak itu hanya bisa melongo sambil menerima belanjaan yang diberikan. Teja terus menarik tangan Agatha menuju ke dalam tempat pemandian bola anak-anak.

"Ngapain kita ke sini, sih?!" protes Agatha.

"Buat sembunyi, Non pasti capek lari dikejer mulu sama mereka," sahut Teja. "Masuk ke sana, Non." Teja menunjuk sebuah prosotan di tengah pemandian bola itu, Agatha masih tetap diam mematung tanpa suara tanda dia tidak setuju, tapi lelaki berbadan kekar itu menangkap maksud lain bahwa Agatha sudah lelah. Akhirnya dia menggendong istrinya seperti membawa karung beras, beberapa anak kecil melongo melihat kejadian itu.

Teja mendorong Agatha masuk kedalam perosotan walau ducubiti berulang kali sebagai tanda berontak, dia melakukan itu karena malas menggunakan acara pukul-memukul tenanganya sudah terkuras habis untuk berlari.

Setelah masuk ke dalam perosotan Agatha duduk dengan napas terengah-engah, dan Teja ikut masuk. "Ngapain, sih loe ikut masuk sempit, nih!" protes Agatha yang merasa sesak.

"Lho, kalau saya ndak masuk terus dua lelaki itu liat saya ya pasti tau posisi Non juga," jawabnya. Agatha hanya diam, mereka berdiam diri di sana selama beberapa saat.

Agatha melihat dari celah prosotan dan ternyata dua lelaki itu masih beristirahat sambil matanya memandang liar ke arah sekitar. Teja melihat ke arah Agatha, jantunggnya jadi berdebar kencang. Tidak pernah dia sangka bisa sedekat ini dengan istrinya.

"Akhirnya mereka pergi jauh juga," kata Agatha dan langsung ke luar dari sana dengan bermain prosotan seperti anak kecil. Teja turun dari arah tangga tempat tadi mereka naik, detak jatungnya masih saja bertalu-talu seperti gendang yang dipukul. "Ayo, pulang ngapain bengong di situ!?" Agatha melihat ke arah Teja, dia masih mematung di depan perosotan sambil memegangi dadanya.

Dengan geram Agatha langsung menginjak kaki Teja. "Duh, sakit Non," ringisnya. Agatha tidak peduli dan langsung berjalan ke luar dari area pemandian bola itu.

"Anaknya gak ketemu Mbak, Mas?" tanya mbak penjaga pemandian bola.

"Ternyata anaknya udah di bawa kakeknya, Mbak," jawab Teja berbohong.

Mulut Agatha terus saja bergumam tidak jelas seperti lebah yang sedang marah karena sarangnya diusik, Teja hanya terus mendengarkan walau tidak jelas sama sekali. Mereka berjalan menuju ke basement, supir dan juga mobil Andre sudah menunggu di sana.

Agatha membanting pintu mobil sekencang-kencangnya untuk menyalurkan emosi yang ada dalam dirinya. "Kamu tau 'kan mereka berdua. Ngaku!" bentaknya kepada supir paruh baya yang duduk di depan.

"I ... iya Non disuruh tuan besar," jawab pak supir tergagap.

Agatha memberengut, pak supir segera menyalakan mobilnya. Teja yang tidak paham arah pembicaraan keduanya hanya diam, dia masih tidak mengerti sama sekali dan masih saja penasaran siapakah kedua orang mencurigakan itu.

***

"Ayah!" teriak Agatha ke seluruh penjuru rumah, dia memang sengaja melakukannya.

"Apa?!" tanya Andre ketus, ternyata Andre ada di depan televisi dengan televisi yang dimatikan karena dia membaca sebuah buku. Keberadaannya tertutupi oleh sofa berwarna koral itu.

"Ayah ini 'kan udah janji kalau Agatha sama Teja gak akan ada pengawal!" sungutnya sambil menghempaskan diri di sofa panjang itu.

Andre meletakkan kacamata bacanya "Ayah berubah pikiran," jawabnya enteng tanpa rasa berdosa.

"Permisi, ini mau diletakkan di mana ya, Non?" tanya Teja memotong pembicaraan ayah dan anak itu. Dia benar-benar tidak peka terhadap situasi.

"Di tempat cucian, ya di kamarlah!" geram Agatha tambah emosi.

Teja mengangguk kemudian menuju ke arah kamar, tapi baru beberapa langkah berjalan dia kembali berjalan mundur ke tempat semula. "Maaf, Non saya mau tanya dua orang yang di mall itu siapa ya?" Teja akhirnya bertanya karena rasa penasaran yang tidak lagi mampu dia sembunyikan.

Andre tertawa kecil melihat wajah polos milik Teja. "Itu orang suruhan saya, buat ngawal kalian. Tapi, seperti saya salah kirim mereka," jawab Andre. Agatha sedikit tersenyum karena Andre mangakui kesalahannya, melihat senyum anaknya itu dia meneruskan ucapannya "tapi, kalau saya pikir ulang saya gak salah juga karena dengan begitu kaliab bisa mesra-mesraan." Andre langsung terkekeh membuat wajah cantik Agatha semakin ditekuk.

"Oh, jadi itu orang suruhan Tuan. Saya pikir orang jahat karena Non Agatha sampai lari-lari." Teja menganguk-anggukan kepalanya.

"Kok panggil tuan, panggil ayah dong," protes Andre.

"Eh, iya maksudnya ... Ayah," ralat Teja, "permisi mau bawa ini dulu ke kamar." Dia mengangkat sedikit semua belanjaan yang ada dan kemudian naik ke atas.

Agatha menatap mata Andre tajam "Agatha masih gak terima!" serunya seperti anak kecil yang sedang ngambek. Agatha kemudian beranjak dan menuju ke kamar, Andre hanya tertawa kecil melihat tingkah anak dan menantunya itu.

Agatha membuka pintu kamar yang memang sudah terbuka setengahnya, dia melihat pemandangan yang memunculkan ide jahil di dalam kepalanya.