webnovel

Loh ... Kok Pawang?

"Udah lah Hen …, gitu aja kok emosi! Lagian kaya nggak tau Bayu aja, emang anaknya usil," ucap Indah yang iba liat pemuda tampan yang kekar akibat sering meladang itu kesakitan karena dahinya ke timpuk sendal jepang Hening yang udah lusuh.

Menurut Hening ke langgar nggak perlu pake sendal jepang yang bagus karena kalo sendalnya bagus bisa jadi milik sejuta umat. Semua ngaku punya sendal kaya gitu, coba yang jelek macam punya dia, nggak akan ada yang mau ngakuin.

Hening pernah ribut sama anak Sd gara-gara sendal jepang yang baru di belikan abahnya tau-tau di akuin sama anak itu pas mau pulang dari langgar. Dari situ Hening trauma pake sendal bagus, gara-gara itu pahala ngajinya lenyap berganti dosa.

"Kalo usil jangan tentang mas Dimas, bagi aku mas Dimas itu keseriusan yang tingkatnya paling tinggi, nggak boleh di candain. Gara-gara itu aku buang bungkus saus telur gulungnya." Kesal Hening sambil ngeliatin bungkus jajanan yang baru di buangnya dengan tatapan nanar.

Mana dapatinnya jual cerita tentang anak monyet itu, kalo nggak, nggak jajan. Ibunya marah pake sekak uang jajannya, untung ada abah tapi uangnya juga udah abis buat beli minuman sachet. Abah kasipun cuma dua ribu, nggak lebih.

Nur dan Indah memutar jengah bola mata berbarengan, di belakang Hening mereka mendumal tanpa suara. Kalo udah menyangkut Dimas, Hening lebaynya nggak ketulungan, padahal si cowok sama sekali nggak melirik dia, tapi yang namanya Hening pantang mundur sebelum mati, bukan sebelum menang.

Karena mustahil bisa menang.

Dimas Bimo Setyawan, pemuda berusia dua puluh dua tahun, anak juragan tanah nomor dua setelah juragan abahnya Hening alias kakeknya Dipta. Pemuda itu kuliah di ibu kota, udah pasti pergaulan merubah cara pandang dan berpikirnya, mana mau dia sama Hening yang anak desa.

Walau Hening cantik dan pintar tapi pemuda itu sama sekali nggak tertarik, bahkan terlihat sangat acuh dan risih kalau bertemu Hening. Secara terang-terangan menunjukkan rasa tidak sukanya, berharap Hening sadar diri tapi gadis cantik itu udah kepentok cinta mati, mustahil sadar diri dan nyerah sama cinta yang katanya udah bersemayam dari bayi.

"Nggak capek?" tanya Bayu yang tiba-tiba gabung sama mereka, duduk di ujung tangga langgar. Ngaji udah selesai, untuk mengisi waktu sebelum pulang biasanya mereka duduk-duduk dulu untuk saling curhat, cerita apa aja yang penting nggak gibahin orang.

Anak desa mana tau gibah kecuali yang udah terkontaminasi pergaulan luar kaya remaja dari desa sebelah. Sekali dua kali pergi ke kota terusnya main milih-milih, udah gitu kalo nggak suka sama orang pasti di ceritain di belakang, untung gengnya Hening nggak gitu.

"Capek apa?! Beliin lagi telur gulung!" Perintahnya dengan wajah kesal. Telur gulung mas Joko paling enak sedunia, kalo sausnya nggak di seruput sampe habis rasanya kaya di tinggal pas lagi sayang-sayangnya, nyesek.

"Tamat sekolah bagus nikah sama mas Joko, makan telur tiap hari, gratis sampe muntaber." Celetuk Bayu yang dapat pelototan tajam dari Hening.

"Nggak usah banyak cakap! Beliin!" Kalo Hening udah melotot tandanya harus di turuti. Bayu ngangguk.

"MAS JOK! TELUR GULUNG LIMA RIBU BANYAKIN SAUS, HENING MAU SERUPUT SAMPE PERUTNYA GEMBUNG!" teriak Bayu yang di tanggapi mas Joko dengan acungan jempol dan senyuman lebarnya. Dia senang kali kalo udah mangkal di depan langgar desa Suka sari.

Dagangannya laris manis.

"Gitula …, ganti sekalian bunga." Celetuk Hening.

"Enak aja …, situ ya tetap dua, sisanya kami satu-satu!" ketus Bayu. Hening mendumal dengan bibir di buat semanyun mungkin.

Bayu balik ke topik pembicaraan, "nggak cape suka sama Dimas? Nggak di peduliin gitu." Bayu emang frontal kalo menyangkut Dimas. Dia mau sahabatnya ini sadar kalo pemuda yang bernama Dimas itu sama sekali nggak suka sama dia.

Hening mengedikkan bahu acuh, "suka sama mas Dimas nggak cape kok, aku senang karena rasa suka itu buat aku semangat tiap hari. Mas Dimas nggak perlu balas sekarang, nanti aja pas aku udah layak nikah. Jadi langsung ijab kabul," ucapnya polos sambil senyum-senyum nggak jelas.

Indah dan Nur nggak berani ikut campur, cinta Hening terhadap Dimas bukan lagi rahasia. Satu kampung tau kalau gadis cantik ini tergila-gila sama yang namanya Dimas. Pemuda paling tampan di desa, sebenarnya serasi sama Hening tapi karena Hening kelewat agresif jadinya gitu, nggak ada yang setuju Dimas sama gadis cantik itu.

Ada yang kasian sama Hening, ada yang kasian sama Dimasnya. Namanya pikiran orang, ya suka-suka orang lah mau nanggapinnya gimana, ye kan?

Yang penting Hening nggak perduli apa kata orang, mau yang dukung atau nggak hatinya tetap milik mas Dimas seorang.

Nur yang tau kalo Bayu mau nyinggung Dimas lagi langsung mengambil alih pembicaraan, "lanjut cerita pemuda yang ada di rumahmu itu, siapa namanya?"

Bayu natap horor sahabatnya itu tapi yang di tatap nggak perduli. Lebih bagus ngadepin tatapan horor Bayu daripada emosinya Hening yang meledak-ledak kalo di suruh berhenti suka sama Dimas.

Hening menghela napas kasar, "nggak ada yang menarik dari anak monyet itu, males."

Nur menggoyang-goyangkan lengan Hening sambil memohon, "ayolah … kan udah aku traktir telur gulung. Masa informasinya secuil gitu, macam remahan kerupuk."

Hening memicingkan matanya horor, "jangan bilang suka sama dia." Hening mempertegas lagi pertanyaan sebelumnya.

"Emang kenapa? Dia tampan dan kaya, kali aja butuh istri sederhana yang keibuan kaya aku." Jelas Nur percaya diri.

"Dia butuhnya pawang bukan istri yang keibuan."

"Loh … kok pawang?" tanya Nur polos.

"Pawang yang bisa jinakkin dia. Nggak liat liarnya kaya apa?" Dimata Hening, Dipta tu hina dan penuh cela. Gara-gara pemuda itu bilang lantai rumahnya sama kotornya dengan tanah luar rumahnya.

Kurang ajar, bibirnya minta di sekolahin.

Nur memutar jengah bola matanya, "kalo dia liar, kamu apa?"

"Oh …, maksud kamu, aku lebih liar dan harus di jinakkin gitu?" tanya Hening mulai emosi. Indah yang merasa paling tua di antara mereka langsung menenangkan Hening yang udah melotot, anak ini emang senang kali melotot sama orang.

"Kalian ini ribut aja, bikin mumet kepala." Indah agak meninggikan suara agar Hening diam. Benar saja gadis itu diam tapi bukan karena ucapannya melainkan telur gulung pesanan Bayu datang.

"Spesial untuk Neng Hening, mas Joko bikin porsi yang gede. Pasti kenyang," ucap tukang jualan keliling itu.

"Makasi mas Joko, semoga cepat dapat jodoh. Aamiiinnnnnnnn."

"AMIIIINNNNNNNNN!" mas Joko mengaminkan dengan suara besar dan lantang. Dia udah bosan menduda lima tahun, butuh belaian seorang istri, biar pulang jualan ada yang buatin kopi sama mijitin pundak yang pegal sehabis mengais rezky halal.

Aseekkkk ….

Next chapter