1 Malam Pertamaku

Paris Hotel, memiliki klub pribadi kelas atas paling mewah di kota A. Hana Keswari minum cukup banyak tadi, jadi saat ini ia tengah berdiri dengan kepala pusing di ujung koridor lantai 22 sambil memandangi nomor kamar di depannya. Ia tersenyum.

2218

Tepat Sekali.

Kepala terasa sangat pening hingga tidak bisa berpikir, hanya nomor kamar ini yang bisa ia ingat saat ini. Ia mendorong pintu terbuka setelah susah payah memasukkan kartu akses, dan tersandung. Tidak ada cahaya di kamarnya, sehingga Hana tidak bisa melihat apapun. Ia melihat sekeliling dan akhirnya menjatuhkan pandangannya ke jendela, di mana terlihat sedikit percikan api.

Seorang pria tengah berdiri di sana memegang puntung rokok yang menyala di tangannya.

Gamin dengan susah payah menstabilkan tubuhnya yang terus terhuyung kesana-kemai dan menyeringai. "Aku… aku di sini."

Begitu ia membuka mulut, minuman yang tadi ia tenggak keluar dari tenggorokan seenaknya. Hana buru-buru menutup mulutnya dan mencubit jari kelingkingnya untuk menahan diri. "Aku tadi minum sedikit anggur… heheh."

Hana tidak bisa melihat wajah sosok itu, tapi ia jelas bisa merasakan hembusan napas yang dingin dan kejam. Ia melangkah mundur tanpa sadar, dan kemabukannya hilang dalam sekejap.

Setelah itu, Gamin, sosok yang tengah berdiri di dekat jendela Kembali tidak senang, menyandarkan tubuhnya pada dinding. Punggungnya terluka sehingga ia tidak bisa menahan desisan yang keluar dari bibirnya.

Pria itu memincingkan mata pada wanita kecil yang memasuki kamarnya. Ia berdiri dibawah temaram cahaya kuning dan bayangan pintu, dengan gaun hitam sepaha yang membentuk lekuk tubuhnya, memperlihatkan sepasang kaki yang cantik dan menarik. Riasan di wajahnya seperti lapisan secantik mawar dan seindah salju, membuat orang ingin sekali melihat kulit asli wanita tersebut.

Gamin menahan keinginan naluriahnya dan bertanya dengan suara dalam. "Bagaimana kau bisa masuk ke sini?" Lantai 22 Hotel Paris bukanlah tempat bagi wanita gila yang mabuk untuk menginjakkan kaki dengan santai.

Suara pria itu bagaikan magnet yang mampu menyerap jiwa manusia dan membuat mereka menempel. Hana harus mengakui bahwa suara lelaki itu sangat menawan.

"Pelayannya sangat cerdas. Ketika mereka melihat kalung yang aku pakai ini, mereka mengizinkan aku untuk keluar masuk ke lantai 22 seolah aku tamu VIP." Hana menunjuk kalung yang melingkar di lehernya. Liontin yang menggantung di kalung tersebut memiliki harga yang tak terhingga.

Tiba-tiba ponsel Gamin berdering, menandakan pesan baru masuk. Ia meraih ponselnya dan cahaya terang layar ponsel tersebut menyinari wajahnya yang tertunduk untuk melihat ke arah layar. Hana kini bisa melihat wajahnya yang terkena sinar itu, dan ketajaman lekukan wajahnya dibawah cahaya dan dalam kegelapan begitu berbeda. Meski tidak terlalu jelas, ia sudah bisa mengatakan dengan yakin bahwa lelaki itu memiliki wajah yang sangat mempesona. Di luar dugaannya, ternyata transaksi ini melibatkan seorang pemuda tampan.

Seorang pria yang menukar pikiran kotor dengan tubuhnya pasti tetaplah sampah yang punya karakter dan gaya yang tidak lebih baik dari sampah. Gumam Hana dalam hati.

Pria itu menatap layar ponselnya dan membaca pesan teks yang muncul di sana.

Gamin, maaf.

Tangan pria itu bergetar sedikit. Detik berikutnya dia memutuskan untuk memasukkan nomor yang mengirim pesan teks tersebut ke dalam daftar hitam.

Melihat pria itu tetap diam, Hana bertanya dengan suaranya yang sangat pelan. "Bisakah kita… bo-bolehkah kita mulai?"

"Aku tidak tertarik dengan wanita yang bau alkohol." Cibir pria itu.

Hana menjadi gugup, dia hanya bisa mengumpulkan nyali jika minum alkohol. Setelah menata kalimat di kepalanya untuk beberapa waktu, ia akhirnya berkata. "Terima kasih. Mohon tunggu sebentar. Saya akan menyegarkan diri dan membersihkan diri." Hana berjalan terhuyung-huyung ke kamar mandi, ia merosot di toilet dan memaksakan dirinya untuk muntah. Setelah memastikan seluruh alkohol keluar dari tubuhnya, ia kembali menggerakkan tubuhnya secepat mungkin untuk membersihkan diri.

Ia menatap dirinya yang berbalut handuk mandi di depan cermin. Wajahnya telah tersapu bersih dari riasan tebal yang tadi ia pakai, dan kini ia termenung. Keperawanannya yang berharga akan ia berikan dengan cara seperti ini. Membelai pipinya, ia berpikir, meski ia tidak memiliki wajah cantik yang memukau, tapi ia cukup manis dan menyenangkan. Ayah bilang bahwa kebanyakan pria juga tidak akan tahan lama dengan gadis yang cantik menawan. Jadi ia tidak perlu minder.

Mencoba menarik senyum dari kedua sudut bibirnya, ia berbalik dan berjalan keluar dari kamar mandi. Tapi ketika ia keluar dari kamar mandi, pria itu bangkit dan berjalan ke pintu.

Hana buru-buru mengejar dan meraih lengannya. Lengannya sangat kuat dan bahkan meski terhalang baju berbahan kaos, ia masih bisa merasakan ototnya yang kencang dan keras.

"Aku sudah membersihkan diri, dan aku memastikan tidak ada aroma alkohol yang tersisa." Katanya dengan suara yang penuh kehati-hatian, dan pria itu akhirnya berhenti.

Dengan tinggi tubuhnya yang menjulang, ia menatap wanita bertubuh mungil di hadapannya yang jelas-jelas takut dan enggan, tapi berpura-pura tegar dan ceroboh.

Mata Hana tertekan oleh pandangan pria itu, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak mundur. Setelah berpikir dan berpikir, ia akhirnya melepas handuk mandi yang melilit tubuhnya dan membiarkan tubuhnya telanjang di hadapan pria itu. Ia mengangkat wajahnya yang halus dan cantik lalu menatap pria di depannya tanpa berkedip.

Cahayanya sangat redup, dan dia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, tetapi dia bisa melihat mata pria yang tengah menatapnya itu, penuh dengan aura yang dingin.

"Aku berjanji kalau aku sangat bersih." Kata Hana dengan suara parau, dan jika ia tidak mendengar dengan cermat ia mungkin tak akan bisa mendengarnya.

Pria itu tertawa, wanita mungil ini membersihkan penampilannya yang berantakan dan aroma alkohol di tubuhnya, jadi sepertinya ini tidak terlalu mengganggunya.

"Jadi, kau yang mau tidur denganku?" tanyanya bercanda.

"Bukankah Anda sudah membuat janji? Jadi saya datang kesini untuk Anda." Hana menahan rasa sakit di hatinya, dan mencoba yang terbaik untuk berbicara dengan nada ringan seolah tidak terpengaruh.

Pria itu mengerang. Mungkin kah ini ulah Tina?

"Tolong beri saya kesempatan, saya akan melakukan yang terbaik." Hana mengumpulkan keberanian dan bicara sekali lagi.

"Bahkan jika kau harus memberikan tubuhmu seperti ini, kau tidak peduli?" Pria itu menatapnya, dan ejekan di matanya menjadi lebih intens.

Hana tidak bisa berkata=kata, hanya bisa menatapnya dengan terpaku.

Pria itu tertawa lagi lalu melingkarkan lengannya yang panjang di pinggang ramping Hana. Napas panas pria di dekatnya menyebabkan detak jantung Hana terganggu seketika, napasnya juga terganggu, dan pipinya pun memerah. Pria ini memiliki samar aroma tembakau yang bercampur aroma cologne mahal, benar-benar aroma pria sejati. Ia tidak ingin mengakui, tapi Hanya terbuai akan aromanya.

"Apa yang ia tawarkan padamu sampai kau rela melakukan hal ini?" Suara pria itu kini dipenuhi dengan amarah yang tertahan.

"Sesuatu yang menguntungkan saya." Hana bersandar di pelukannya, patuh seperti kucing, membiarkan lengannya menegang tiba-tiba.

"Gadis zaman sekarang tidak berharga di hadapan uang!" kata pria itu sini, tangannya menggerayangi tubuh Hana dengan sembrono.

Hana mati-matian menahan keinginan untuk mendorongnya menjauh, karena ketakutan akan apa yang akan terjadi selanjutnya, tubuhnya sedikit gemetar. Tiba-tiba ia di tarik hingga terhuyung dalam pelukannya kemudian terlempar ke atas tempat tidur tanpa kelembutan. Lelaki itu kemudian mengikutinya.

"Aku benar-benar terkejut mala mini." Tangan besarnya melingkari bahu kurus Hana, dan tubuhnya yang berbaring di atas tubuh Hana terasa berat sehingga ia hampir tak bisa bernapas. Tangannya perlahan meluncur dari bahu hingga ke dadanya.

Hana menggigit bibirnya dan memejamkan mata. Di dalam kegelapan dimana pria itu tak dapat melihat apapun, ada kristal di bulu mata Hana yang panjang. Air mata menetes tapi suaranya seolah tersenyum.

"Malam ini saya milik Anda, siap membantu."

avataravatar
Next chapter