2 2 Tiga Miliar?

Jeni menelan saliva. "3 miliar, Mas? Yakin?" Ia tercengang mendengar tawaran yang di sodorkan Jefri.

Lelaki tengah baya itu mengangguk pelan. "Tentu! Aku tidak pernah main kan, Jen!" Jawabnya terlihat serius.

'Akh, kenapa aku harus menghadapi godaan yang sebesar ini, Tuhan!' gumam Jeni dalam hatinya. Ia mengusap keningnya yang terasa gelisah. Masa mudanya tak akan bisa terulang lagi, tahun berganti tahun umurnya semakin bertambah. Apakah ia hanya akan melewati masa mudanya sebagai istri simpanan? Ia menghela nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya dengan cepat. Mencoba menetralkan perasaan yang semakin dilema.

"Kenapa, Jen? Kamu bingung? Tidak usah menjawab hari ini, ini malam terkahir kita. Jika kamu berminat hubungi aku minggu depan. Silahkan pikirkan baik-baik tawaranku." Jefri memang selalu pengertian terhadap Jeni, wanita kedua yang ia cintai.

Jeni memeluk erat kembali tubuh Jefri yang belum berbusana. Akhirnya mereka melanjutkan permainan malam ini, sekali lagi, sebelum esok hari berubah status menjadi mantan pasangan.

***

Cerahnya cuaca pagi ini seakan menggambarkan perasaan Jeni yang amat bahagia. Bagaimana tidak, hari ini adalah hari pertama ia kembali ke kampus mengejar masa depan yang sempat tertunda.

Sebelumnya, ia memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Jefri sesuai surat kontrak yang sudah habis masa berlakunya. Bukannya ia tidak tergiur dengan tawaran 3 miliar yang di sodorkan Jefri. Akan tetapi, masa muda yang tak bisa terulang itu akan ia lewati dengan hal yang positif.

Menjadi S1 sarjana ekonomi adalah cita-citanya yang ingin ia gapai setelah tahun lalu cuti karena masalah finansial.

Jefri adalah masa lalunya, masa kelam, masa hitam dalam hidup Jeni. Ia tak akan pernah melupakan kebaikan mantan suami kontraknya itu. Namun, tak terbesit dalam pikirannya untuk kembali pada lelaki yang selama 5 bulan telah memberinya uang 1 miliar, jumlah uang yang sangat fantastik baginya.

Ia tak ingin menghancurkan perasaan sesama wanita, bagaimana pun juga Jefri sudah beristri dan beranak dua.

Di tengah suasana ramai oleh lalu lalang kendaraan, terlihat langkah kaki Jeni yang hendak menyebrangi jalan raya yang sudah terlihat ramai pagi itu. Ia hendak memasuki kawasan kampus pagi ini guna memulai lanjutan masa kuliahnya.

Sesampainya di kampus tempatnya menimba pendidikan, ia di kajutkan oleh sosok lelaki seniornya yang sudah lama menyimpan rasa padanya. Langkahnya terhenti manakala lelaki itu menghadang jalannya.

"Apa-apaan sih, Wil!"

Lelaki yang kerap di sapa Wili itu sudah lama mengejar-ngejar Jeni, bahkan semenjak Jeni menginjakkan kaki di kampus itu 3 tahun lalu. Namun, Jeni tak menghiraukan kebaikan dan ketulusan Wili karena masalah keluarganya terlalu rumit kala itu.

"Dari mana saja, Jen?" Lama bener cuti sampai satu tahun. Bentar lagi aku keburu lulus, Jen!" ucap lelaki berparas tampan itu dengan rupa tak kalah tampan dengan Jefri, mantan suami Jeni.

Pernikahan kontrak Jeni dan Jefri sangat tertutup, jangankan sahabat atau keluarga, ibunda Jeni pun tak mengetahuinya. Jadi, semua orang tetap beranggapan jika Jeni masih gadis dan juga single.

"Enggak dari mana-mana. Lagi ada masalah aja," jawabnya lesu.

Wili yang sudah lama dekat dengan Jeni, tahu betul kisah keluarganya yang cukup menguras hati. "Sabar, Jen. Aku selalu ada di sini untukmu." ucapnya seraya mengusap pundak wanita berlesung pipit itu.

Jeni selalu bahagia tatkala mendengar ucapan dari Wili, meskipun hanya sekedar sahabat Wili selalu saja mampu menenangkan kegundahan dalam hatinya.

"Ayo masuk kelas!" titah Wili seraya menarik tangan Jeni.

"Hey! Kelas kita berbeda seniorku." Jeni menghempaskan genggaman tangan Wili.

"Memangnya siapa yang ingin masuk ke kelasmu, Jen. Aku hanya ingin mengantarkanmu agar tak ada yang berani menggodamu di lorong," ucapnya antusias.

Jeni dan Wili saling melemparkan tatapan mata satu sama lain, menyeringai senang karena terlalu lama tak berjumpa.

Wili satu-satunya lelaki yang sangat perhatian terhadap Jeni, sampai suatu hari di mana wili tak ingin lagi menunda waktunya terlalu lama dan tak ingin kembali kehilangan Jeni untuk yang kedua kalinya.

Ia mengungkapkan perasannya pada Jeni, di sebuah cafe dengan nuansa romantis dan hidangan istimewa yang sebelumnya ia pesan husus untuk Jeni.

"Jen, I love you so much. Will you marry me?" ungkap Wili seraya menggenggam kedua telapak tangan Jeni.

Jeni terbelalak karena kembali terkejut dengan ungkapan Wili saat ini. Mereka memang sudah dekat dalam beberapa tahun ke belakang, namun ia tak menyangka jika Wili akan secepat itu melamarnya. "Kamu serius, Wil?" tanyanya.

"Dari dulu aku sudah serius sama kamu. Tapi, kamunya, Jen. Yang tak menghiraukanku!" ucap Wili serius.

"Ta-tapi tidak untuk secepat ini, Wil!" Jeni terlihat resah entah apa yang ia rasakan, harus senang atau sedih ia tak tahu pasti.

Yang pasti, isi dadanya terasa berdebar begitu kencang saat Wili menyatakan perasaannya.

"Tidak untuk secepat itu, Jen. Aku ingin menjalani hubungan denganmu dengan komitmen untuk masa depan kita," ucap Wili teramat lembut.

"Bulan depan aku akan wisuda, Jen. Kita tak bisa sering berjumpa sebagaimana biasanya di kampus. Sebelum aku keluar dari kampus ini. Aku ingin terlebih dahulu mengikatmu. Aku tak ingin lagi kehilangan gadis yang sedari dulu aku kagumi," imbuhnya memperjelas ungkapannya.

Terlihat bulir bening tengah membendung di kelopak mata Jeni, kali ini bukan sedang menahan rasa pahit yang selalu ia bendung. Akan tetapi, rasa haru yang menyelimuti kedua bola matanya.

Bagaimana mungkin ia akan menyianyiakan sosok lelaki yang bertahun-tahun telah menunggunya dengan sabar.

Mungkinkan ini jawaban dari semua do'a-doanya selama ini, sosok lelaki yang tulus yang mau menerimanya, calon suami yang ia dambakan setelah tahun lalu kehilangan Ayahnya yang di renggut wanita lain.

"Hey! Kenapa menangis?" tanya Wili seraya mengusap bulir bening yang terlanjur luruh membasahi di pipi Jeni.

Jeni tersenyum haru, telihat ada kebahagiaan yang tersungging di bibirnya. "Aku menyayangimu, jauh sebelum kamu berniat mengungkapkan ini padaku. Namun, masalah keluargaku terlalu rumit sampai aku tak bisa menyadari perasaan ini," jawab Jeni.

"Thank you, Jen," timpal Wili seraya mencium kedua punggung tangan Jeni dengan tulus. Terlihat raut wajah bahagia setelah 3 tahun penantiannya yang tak sia-sia.

"Oh iya, Jen. Maukah besok lusa aku ajak ke rumahku?" tanya Wili antusias.

"Untuk apa, Wil?" Jeni mengernyitkan dahi.

"Aku akan mengenalkanmu pada, Mamah." Wili memperjelas. "Kenalan saja dulu, Jen. Agar nanti tak canggung saat menemaniku wisuda," imbuhnya.

"Oh oke. No problem, Aku siap!" ucapnya mulai antusias.

"Nah begitu dong. Dan hari ini, Jeni Sapitri resmi menjadi calon istri dari calon pengusaha muda, Wili Azhari."

Mendengar nama ujung Wili, Jeni seakan di ingatkan pada satu nama di masa hitamnya beberapa bulan ke belakang. 'Akh, Wil. Kenapa nama belakangmu sama seperti, Mas Jefri Azhari. Bikin aku mual saja mendengarnya,' gerutu Jeni dalam hatinya.

avataravatar
Next chapter