webnovel

Jenggala Kalandra Byantara

"Jenggala!"

Pemuda jangkung dengan rambut bergaya mullet itu menghentikan langkah saat suara cempreng yang sangat nyaring memasuki gendang rungunya. Dia menengok ke belakang, melirik Zerina yang memberi tatapan seolah akan membunuhnya saat itu juga. Jujur, sebenarnya laki-laki itu merinding saat melihat mata perempuan itu mencuat keluar, seperti akan copot dari tempatnya. Gadis itu kelihatan seperti tengah mengumpulkan beberapa setan di tubuhnya agar dapat menyerangnya dalam sekali pukulan.

Dasar cewek mengerikan.

"Lu kenapa lagi sih, Ze? Mau ungkit masalah tadi pagi? Kan elu yang salah." Jenggala menatap Zerina dengan wajah yang bingung dan tak berdosa, bertolak belakang dengan sorotan sang gadis yang seolah akan menerkamnya hidup-hidup.

"Heh! Lo buta atau gimana, sih? Gak liat rok gue basah kuyup gara-gara lo, hah?!" Suara perempuan itu semakin meninggi hingga rasanya, Jenggala perlu melindungi sang rungu dari suara nyaring itu.

'Heh hah heh udah kayak keong aja lu,' gumam Jenggala bersungut-sungut. Dia masih diam di tempatnya, melirik Zerina yang sepertinya masih belum puas mengomel panjang lebar seperti emak-emak jaman now. Eh tapi, emak-emak jaman dulu bukannya juga sering mengomel, ya?

Bola mata Jenggala yang menatap Zerina kini berpindah ke rok selutut warna abu-abu yang dikenakan gadis itu. Di sana terdapat bekas tumpahan cokelat yang membasahi hampir sebagian pakaian bawah sang puan. Kemudian Jenggala beralih lagi, melirik tumpahan susu cokelat pada meja Zerina.

Jenggala menghela napas panjang kemudian mengeluarkan dompet cokelat kesayangannya dari saku celana di dekat pantat. Laki-laki itu mengambil selembar uang sepuluh ribuan lalu meletakkan kertas ungu tersebut di atas meja yang tidak terkena tumpahan. "Udah, ya. Duitnya udah cukup buat lu beli milo dua gelas."

"Heh, kambing! Ini mah cuma cukup buat gue beli milo doang! Nasib rok gue gimana? Terus lagi, harusnya lo tanggung jawab bersihin tumpahan di meja ini, sialan!"

"Nasib rok lu ya urusan lu. Ngapain tanya ke gua? Lagipula, tadi lu naro gelas ujung banget, kan? Jadi bukan salah gua sepenuhnya lah," kata Jenggala enteng. Laki-laki itu masih menunjukkan raut polos tak bersalah, walau Zerina terus menyoroti dengan tatapan seperti akan membunuhnya di tempat.

"Udah, ya. Case closed. Gak usah ngomel-ngomel lagi. Gua pusing denger suara cempreng lu soalnya," pungkas Jenggala secara sepihak. Selepas itu ia membalikkan badan. Kakinya yang panjang berjalan meninggalkan Zerina serta beberapa orang yang menyaksikan pertikaian kecil mereka.

Setelah meninggalkan kantin dan keramaiannya, Jenggala bergerak menuju teras belakang gedung sekolah yang lama. Setibanya di sana, laki-laki itu lantas mendudukkan diri sambil mengeluarkan selinting rokok dari kotak yang ia simpan di saku celana. Sekarang dia tidak sendirian, melainkan bersama ketiga cowok lainnya yang merupakan pentolan sekolah, katanya. Mereka adalah Raka, Keanu, serta Rain.

"Lama amat lu, Gal. Tadi beli siomay doang atau sekalian ngegodain cewek-cewek?" tanya Raka, si anak sepak bola yang berambisi menjadi seorang kapten. Dia mempunyai jam terbang sebagai playboy internesyenel sejak masa SMP. Rambutnya dicat warna kuning pirang. Biar kayak bule-bule ganteng gitu, katanya.

"Si Gala mana ada pikiran ngegodain cewek kayak lu, Ka. Gua sebagai bestienya dari jaman dia suka kecepirit aja ragu kalau dia suka cewek," timpal Keanu, si anak nyeni. Satu-satunya cowok yang rambutnya masih hitam alami diantara teman-temannya. Tapi ya, rambutnya paling gondrong.

"Anj*ng! Gua masih normal, ya! Cuma belum ada yang pas aja. Kalo ada juga pasti gua jeder anaknya," tukas Jenggala.

"Dijeder? Mati dong anaknya? AHAHAAHA!" Dia Rain. Memiliki tampang paling galak diantara mereka, namun paling gak jelas. Satu lagi, dia receh banget. Oh iya, warna rambut Rain hampir sama seperti Raka. Makanya, kadang mereka dibilang Upin dan Ipin-nya angkatan 69.

Jenggala mendelik tajam kepada Rain hingga pemuda pirang itu berhenti tertawa. Setelahnya, hembusan napas yang berat keluar dari hidungnya. "Zerina bacot banget ya, anj*ng. Udah dua kali gua diomelin dia hari ini. Pusing gua," keluhnya.

"Zerina? Yang di kelas sepuluh satu itu? Bukannya dia kalem, ya?" tanya Keanu sambil menunjukkan raut polos penuh tanda tanya.

"Bukan, t*lol!" Raka menoyor kepala Keanu karena gemas. "Yang di kelas sepuluh satu namanya Zalina. Zerina itu yang sekelas sama si Gala."

"Oh, yang tadi pagi ribut sama lo bukan sih, Gal?" Keanu akhirnya sadar. Terima kasih atas 'toyoran-mu', Raka.

Jenggala mengangguk mengiyakan. "Iya, yang itu. Tadi di kantin dia ngajak gua ribut lagi. Anj*ng banget gak, sih?"

"Emang dia ngapain, Gal?"

Jenggala menghembuskan napas sejenak sambil melirik teman-temannya satu per satu. Setelah itu dia mulai mengoceh panjang lebar menceritakan masalah yang menimpanya ketika di kantin beberapa saat yang lalu.

"Jadi intinya, Zerina ngamuk gara-gara lu numpahin es milo ke roknya? Iya wajarlah, bodoh! Otak lu anjir, Gal!" Alih-alih mendukung sahabatnya yang sedang badmood parah, Raka malah mengomelinya sambil berkacak pinggang. Laki-laki itu menggelengkan kepalanya. "Gimana mau dapet cewek lu kalau begini caranya anjir. Gala, Gala."

"Ah tai, lu. Terus gua harus ngapain dong? Nyuciin rok dia?" Jenggala mendengus kesal.

"Beliin rok baru aja, Gal," usul Rain yang segera direspon anggukkan setuju oleh Keanu, dan Raka. "Seenggaknya, walaupun lo gak ngerasa bersalah sama sekali, lo bisa terbebas dari mulutnya yang nyerocos gak jelas. Iya kan?"

"Haruskah?"

***

Jenggala baru saja keluar dari ruang tata usaha beberapa saat yang lalu. Di tangannya terdapat sebuah rok abu-abu yang masih dibungkus dengan apik dalam plastik transparan. Kakinya berjalan menyusuri lorong lantai satu dengan gontai. Sesekali dia melirik rok tersebut sambil menggerutu di dalam hati. Nampaknya, dia masih belum ikhlas merogoh goceknya hanya untuk membelikan sesuatu kepada perempuan cerewet itu.

Pemuda dengan rambut bergaya mullet dengan warna hijau kebiruan itu memasuki ruang kelasnya. Mata yang bulat itu langsung tertuju kepada seorang gadis yang sedang mengobrol asik dengan ketiga temannya. Tanpa basa-basi lagi, dia bergegas menghampiri perempuan itu sampai badannya sejajar dengan meja.

"Mau ngapain lo? Gue lagi gak ada mood buat ribut sama lo" tanya Zerina ketus.

"Siapa juga yang mau ngajakin lu ribut," ucap Jenggala santai. Kemudian arah matanya berpindah ke jejak cokelat yang membekas di rok selutut perempuan itu. Selanjutnya, pandangan itu kembali mengarah ke Zerina yang masih mengernyitkan dahi, kebingungan.

"Lo ngapain liatin gue kayak gitu, sih? Mesum!"

"Ganti dulu, gih. Rok lu kotor," titah Jenggala. Laki-laki itu tak mengindahkan tatapan tajam sang puan yang sekarang mengarah kepadanya. "Nih. Ucapan terima kasihnya nanti aja kalau lu udah ganti. Case closed, ya. Jangan ngomel lagi sama gua." Dia meletakkan rok yang masih dibungkus rapi itu di telapak tangan Zerina. Kemudian ia menjauh dari tempat Zerina, bergerak dengan langkah ringan menuju bangkunya sendiri yang terletak paling kanan di barisan belakang.

"Si Jenggala gentleman juga, ya. Gue gak nyangka dia bakal ngebeliin itu buat lo," ucap Alea sambil memperhatikan rok abu bermotif kotak-kotak yang masih tersegel rapi dalam plastik di atas pangkuan Zerina.

"Mungkin dia kesambet setan baik, makanya sampe ngebeliin ini buat gue," ucap Zerina lalu mengendikkan bahunya acuh tak acuh. Selanjutnya, dia beranjak dari tempat duduknya sambil membawa plastik berisi rok tersebut. "Eh, gue mau ganti rok nih. Ada yang mau nganterin gak?"

"Yuk, Ze. Kebetulan gue pengen pipis, nih." Rashika bangun dari posisinya. Setelah melewati bangku yang ditempati Thalia, dia menarik lengan Zerina. Kemudian para gadis itu pun bergegas meninggalkan ruang kelas mereka.