webnovel

Jebakan Terindah

"Kalian mikir! Dia itu orang kaya. Kalau mau begituan sama aku, masa iya dia milih di kebon orang." Seorang Gadis berteriak pada warga yang ada di depannya. "Intinya, dia ndak akan menikahi aku. Aku sendiri yang akan membayar denda, jang—" "Aku akan menikahi kamu." Laki-laki itu memotong. Sontak saja Si Gadis langsung menoleh. "Eh, Si Kampret. Otakmu kelelep apa?" bisiknya. Cakra, 35 tahun. seorang anak dari pengusaha restoran sukses dituntut oleh kedua orang tuanya agar segera membawakan mereka seorang menantu. Karena tuntutan tersebut Cakra pun pergi ke salah satu kota di Jawa Timur untuk mencari seorang istri sekaligus mengembangkan bisnis restoran di daerah tersebut. Setelah sampai di daerah tersebut, banyak kejadian lucu yang terjadi hingga mendekatkan dirinya dengan seorang gadis bernama Asta. Mereka berdua sering berseteru bahkan berkelahi, hingga takdir membuat mereka harus menikah karena fitnah dari mantan calon suami Asta. Dan ketika Asta merasa insecure karena harus ke Jakarta untuk bertemu dengan sang mertua, ternyata banyak hal tak terduga tentang keluarga Cakra yang membuat dirinya sempat menggeleng tak percaya. Setelah melewati berbagai hal, akhirnya kebahagian pun mulai datang. Namun semua kebahagiaan tersebut kembali terusik ketika cinta pertama Sang Suami datang bahkan masuk ke dalam kehidupan pernikahan mereka. Mampukah Asta mempertahankan rumah tangganya? Bisakah Cakra menyadari jika kebaikan hatinya adalah malapetaka untuk kisah cintanya sendiri? #ketika kebaikan hati harus mempunyai batas.

Si_Mendhut · Urban
Not enough ratings
15 Chs

Tambal Ban

"Dih nangis … ndak sudi," sahut Asta dengan suara yang mulai serak.

Cakra yang mendengar dengan jelas suara bergetar tersebut pun langsung menghela napas panjang. "Lalu itu apa, tertawa?"

"A-aku …." Asta menggantung kalimatnya.

"Apa?"

Sesaat kemudian Asta yang kini sedang duduk di belakang Cakra pun langsung memeluk pinggang laki-laki di depannya itu dengan erat. Sedetik kemudian ia pun membenamkan wajahnya di punggung Cakra.

Suara isakan pun tak terelakkan. Cakra yang samar-samar mendengar suara tersebut karena teredam punggungnya dan juga angin jalanan itu pun langsung menggeleng pelan. "Dasar aneh," ujarnya mengomentari tingkah Asta tersebut.

Asta yang masih menangis dengan bersandar dipunggung Cakra itu pun langsung saja mencubit kembali tubuh laki-laki yang sedang memboncengnya tersebut tanpa mengatakan apa pun.

"Isssh," desis Cakra yang tentu saja merasa lumayan ngilu akibat cubitan tersebut.

Beberapa saat berlalu, Cakra terus mendengarkan isakan tangis dari Asta yang saat ini sedang menumpahkan rasa sakit hatinya.

'Dasar gadis aneh, dari luar terlihat seperti baja tapi dalamnya sudah seperti tisu toilet.' Hanya itu komentar yang ada di dalam otaknya saat ini.

"Ini, di depan belok kiri?" tanya Cakra yang melihat perempatan tak jauh di depannya.

Asta yang sedari tadi membenamkan wajahnya di punggung Cakra kemudian mendongak. "He'eh," jawabnya sembari mengusap air mata yang meluber membasahi wajah dan juga jilbab yang dikenakannya.

Dan seperti yang diperintahkan oleh Asta, Cakra pun belok ke kiri setelah sampai di perempatan tersebut. Namun tiba-tiba.

Ssst! Cakra tiba-tiba mengerem motornya hingga membuat mereka berdua hampir terjatuh.

"Apa Mas?" tanya Asta yang terkejut dan tak tahu apa yang terjadi karena dia berada di bagian belakang.

Sebuah decakan kesal pun langsung muncul dari bibir Cakra. "Ini semua gara-gara kamu," ujarnya.

"Kok aku," sahut Asta sembari turun dari motor tersebut. Kemudian ia dengan santai berjalan ke samping Cakra untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

"Ih kucing," ucap Asta sembari kembali mundur dan seolah sembunyi di belakang Cakra.

"Kamu kenapa?" tanya Cakra yang tentu saja merasa aneh melihat tingkah gadis yang sedari tadi bersamanya itu.

"Itu kucing Mas." Asta menekan nada bicaranya sembari menunjuk ke arah depan. Setelah itu ia dengan cepat kembali naik ke belakang Cakra.

"Pffft …." Cakra tertawa geli melihat tingkah Asta tersebut.  "Kamu takut pada kucing?"

"Geli," tukas Asta sembari bergidik.

"Mana ada induk macan takut pada kucing," ejek Cakra sembari terus tertawa.

Kemudian Asta pun langsung menyahut, "Ha! Ha! Ha! Ndak lucu."

Sahutan Asta yang terdengar datar itu pun langsung membuat Cakra makin keras tertawa.

Dan tiba-tiba ….

"Ibuk!" teriak Asta sambil melompat turun dari motor, hingga akhirnya ia pun lari terbirit-birit.

Cakra yang terkejut pun langsung mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Hingga ia melihat seekor kucing kecil yang hampir ditabraknya tadi, kini tengah berada di samping motornya mengendus-endus bagian pijakan kaki bagian belakang motornya.

Sontak saja hal itu membuat Cakra kembali tertawa, bahkan kini terbahak-bahak.

\*

Lima menit berlalu setelah kejadian kecil tersebut, kini Asta dan Cakra sudah duduk di bengkel tempat motor Asta sedang ditambal.

"Jadi bagaimana kamu bisa sampai di toko tadi?" tanya Cakra yang penasaran karena jarak bengkel dan toko tempatnya berbelanja tadi cukup jauh.

"Aku diantar sama temanku ke sana," jawabnya sembari memandangi ponsel yang ada di tangannya.

"Lalu di mana—"

"Di mana temanku itu?" potong Asta. "Tentu saja dia masih ada di sana. Dia tadi sedang belanja sesuatu, dan aku keluar duluan, lalu ketemu cowok kampret itu dan kamu," terangnya dalam satu tarikan napas.

Sesaat kemudian sebuah gumaman pun muncul dari bibir Cakra, ia sedang mencoba membayangkan reka adegan sesuai keterangan Asta tersebut.

"Ini, sekarang aku sedang WA dia," imbuh Asta yang masih berkonsentrasi menatap layar ponselnya.

Dan setelah beberapa saat akhirnya Asta menghela napas panjang lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku kemejanya. Lalu ia menoleh ke arah laki-laki yang sedang duduk di sampingnya itu. Tanpa sadar ia pun melongo ketika melihat wajah tampan pemuda di sampingnya itu dari dekat.

'Pantas saja, Dila terkepi-kepi sama dia,' batin Asta yang setengah sadar kini sedang memandangi wajah Cakra dengan seksama. Dan tanpa sadar Asta tiba-tiba menggosok tengkuknya sendiri ketika menatap jambang rapi yang menghiasi wajah laki-laki di dekatnya itu.

Tentu saja, Cakra yang dipandangi dengan intens apa lagi dalam waktu yang cukup lama pun menyadari hal itu. Ia pun dengan santai menoleh lalu bertanya, "Kenapa, terpesona?"

"Pasti," sahut Asta yang menjawab tanpa sadar.

Namun sesaat kemudian Asta tersentak, ia sadar dan juga terkejut dengan apa yang baru dikatakannya. "Ah bukan-bukan, tidak ada yang pasti. Maksudku itu tidak pasti. Eh." Asta lalu menepuk bibirnya sendiri karena kesal tidak bisa bicara dengan benar.

"Jadi kamu sudah pasti terpesona?" Cakra bertanya sembari tersenyum mengejek.

"Terpesona? Ndak mungkin," dengus Asta kesal karena mendapat senyum tak mengenakkan itu. Ia lalu menatap ke arah lain, membelakangi

Cakra.

"Dasar konyol," gumam Cakra yang suaranya memang sedikit dikeraskan, bermaksud menggoda Asta.

Asta yang mendengar hal itu pun langsung saja bereaksi dengan mengambil sandal yang dipakainya, dan melempar begitu saja benda tersebut ke arah Cakra.

Kemudian ….

"Kamu pikir kamu itu Cinderella? Lalu aku akan memakaikan sandal ini ke kaki kamu," ucap Cakra setelah menangkap sandal tersebut.

"Kam—" Ucapan Asta terhenti ketika terdengar tawa kecil dari arah lain.

Langsung saja Asta dan Cakra menoleh ke arah orang yang sedang tertawa cekikikan tersebut.

"Maaf-maaf, Bapak hanya teringat masa muda," ucap Laki-laki yang tengah menembel ban motor Asta tersebut sembari menatap ke arah Cakra dan Asta bergantian.

"Iya Pak," sahut Asta lalu menatap ke arah lain.

'Dih, As … As … malu-maluin aja,' batinnya lalu melirik ke arah Cakra.

"Kenapa?" tanya Cakra dengan tiba-tiba dan dalam sedetik langsung balas melirik Asta.

'Apa dia punya mata ketiga kaya Ootsutsuki (salah satu nama karakter anime),' pikir Asta sambil menatap ke arah kening Cakra.

"Atau kamu belum puas melihat ak—"

Asta dengan cepat membungkam mulut Cakra dengan tangannya. "Jangan sembarangan bicara, malu." Asta mengatakan hal tersebut dengan suara yang ditekan.

Dan sesaat kemudian Asta pun melepaskan bungkamannya. "Oh iya, jangan ngomong sama ayah dan ibuk kalau hari ini kamu lihat aku bertemu dan bertengkar dengan dia ya," ujar Asta sembari mengarahkan pandangannya kembali pada tukang tambal ban yang sedang sibuk dengan ban motornya.

"Kekasihmu itu?"

Asta pun langsung menoleh. "Man-tan ca-lon su-a-mi," jawabnya.

Cakra pun terdiam sesaat, lalu kembali berkata, "Untuk apa aku mengatakan hal itu. Itu bukan urusanku dan aku juga tidak perduli. Atau jangan-jangan kamu berpikir aku—"

"Diam!" tukas Asta lalu berdiri dari kursi yang didudukinya dan menatap ke arah laki-laki yang duduk di sampingnya itu. "Mas, terima kasih atas bantuannya, sekarang kamu boleh pergi," ucapnya sembari menunjuk ke arah motor milik Cakra.

"Kamu mengusirku?" tanya Cakra dengan tatapan sok polos.

"Iya," jawab Asta sembari terus menunjuk ke arah motor Cakra.