webnovel

Gadis 200 juta

Sore ini adalah, hari dimana ibuku sedang di operasi. Tepat jam tiga sebelum ibuku di operasi, tubuhku sedang dijamah oleh pria asing yang bersedia membayar ku dengan harga fantastis.

"Mmm, shh!" Desahku yang sudah tidak bisa lagi menahan rintihan nikmat, yang pria asing itu berikan pada tubuhku.

"Kau sungguh nikmat sayang, tidak sia-sia aku membayarmu dengan harga yang sangat tinggi," racau pria asing itu, dengan menambah ritme pada permainannya.

"Cu-cukup om, aku sudah tidak tahan, mmm!" Pintaku di sela-sela permainan kami. Rasa ini sungguh sulit untuk dimengerti, pasalnya mulutku berkata cukup. Tapi, tubuhku meminta lebih.

"Tidak gadis kecil, tubuhmu ini membuatku gila," sanggah pria asing yang berada tepat di atasku.

"Om, mmm!" Tubuhku bergetar dengan sesuatu yang terasa hangat, mengalir keluar.

*****

Akhirnya setelah melakukan kegiatan panas selama kurang lebih dua jam. Aku dan pria asing itu tertidur pulas hingga, suara bel pintu kamar hotel diketuk dari luar.

Ting tong

Ting tong

"Mmmm," lenguh ku merasa sedikit terganggu dengan aktivitas di luar kamar. ketika aku membuka mata, alangkah terkejutnya saat aku mendapati diriku tidur dengan seorang pria di kamar mewah bernuansa Eropa.

"Astaga," gumamku sambil menutup mulut.

Flashback on.

Tepat pukul 10:45, aku berdiri di depan sebuah mini bar, yang masih terlihat sangat sepi dari luar. Sambil menunggu Andre datang, menjemput ku disini.

"Mana ya Andre, kenapa masih belum datang!" Tanya ku dengan perasaan risih dan juga khawatir.

"Hai Mel, maaf aku sedikit terlambat. Tadi jalanan sangatlah ramai," terang Andre, sambil menatap penuh rasa kagum padaku.

"Tidak apa-apa Drew, aku mengerti," ucapku sambil tersenyum.

"Oia apa kau sudah siap?" Tanya Andre padaku, sebenarnya ada perasaan ragu di hatiku. Cuman, dengan sedikit mengumpulkan keberanian membuatku percaya diri.

"Aku sudah siap Drew," jawabku cepat.

"Baiklah ayo masuk, akan aku perkenalkan kamu dengan sahabat sekaligus bos ku di kantor!" Aku hanya bisa pasrah saat Andre, menggenggam tanganku dan menuntunku masuk ke dalam sebuah mini bar.

"Drew!" Panggil ku sedikit risih saat melihat keadaan di dalam bar tersebut.

"Ada apa!" Tanya Andre, dengan mengerutkan kening.

"Tidak apa-apa," lanjut ku lagi.

"Ya sudah. Kamu tunggu dulu disini, jangan kemana-mana. Aku pergi dulu," pamit Andre padaku.

"Tapi, kamu mau kemana Drew?" Tanyaku sedikit takut.

"Aku kesana dulu, hanya sebentar saja tidak akan lama." Tunjuk Andre, kesalah satu ruangan di lorong sebelah kiri.

"Baiklah," jawabku sedikit takut.

Setelah menunggu kurang lebih lima belas menit, akhirnya Andre datang dan kembali mengajakku pergi.

"Maaf membuatmu kembali menunggu," ucap Andre dengan tulus.

"Tidak apa-apa Drew," jawabku dengan singkat. "Oia bagaimana dengan pekerjaan ku?" Lanjutku lagi.

"Itu semua tergantung padamu Mel, jika kau memenuhi syarat yang diberikan oleh bosku. Maka, kau bisa secepatnya mendapatkan uang itu," papar Andre, sambil menatap wajahku.

"Syarat? Syarat apa yang kau maksud Drew?" Tanya ku dengan penasaran.

"Lebih baik kau langsung saja bertemu dengannya Mel, ayo mari ikut denganku?" Ajak Andre padaku. Tapi, kali ini dia tidak menuntunku atau menggenggam tanganku.

"Kita mau kemana Drew?" Tanyaku saat Andre, mengajakku ke sebuah ruangan.

"Masuklah," ujar Andre mempersilahkan ku untuk masuk.

"Tapi, Drew?" Gumamku kembali menatap wajahnya.

"Pergilah, hanya ini satu-satunya jalan agar ibumu bisa di operasi Mel," titah Andre lirih tanpa melihat ke arahku.

Akhirnya dengan sedikit keberanian yang tersisa, aku masuk dan berjalan secara perlahan. Degup jantungku berdegup kencang saat melihat pria dewasa memakai jas hitam, sedang melihat keluar jendela.

"Per, permisi om?" Gumamku sambil menundukkan kepala.

"Ya. Apa kau yang bernama Melly?" Tanya pria itu tanpa melihat ke arahku.

"Be, benar om." Jawabku sedikit gugup.

"Jangan panggil aku om, aku tidak setua yang kau pikirkan!" Protesnya tidak mau aku panggil dengan sebutan om.

"Ba, baik om. Eh ma-maksudku pak?" Kilah ku lagi sambil menutup mulut.

"Apa aku setua itu?" Tanya pria asing itu padaku lagi. "Berapa usiamu, saat ini? Aku lihat kau masih terlihat masih sangat muda. Apa kau bisa melakukan tugasmu jika aku berani membayarmu dengan mahal hari ini?" Imbuh pria asing itu lagi. Aku bingung harus menjawab apa, karena aku tidak tahu bagaimana cara untuk melakukan tugas itu hari ini.

"Sa-saya pasti bisa Om eh pak. Tapi, be-berapa banyak anda sanggup membayar sa-saya tuan?" Entah berasal dari mana keberanian yang aku miliki saat ini. Sehingga dengan lantangnya aku bertanya seperti itu.

"Ha ha ha. Berapapun aku sanggup membayar mu. Tapi, apa kau pantas mendapatkannya, jika kau memenuhi syarat yang akan aku berikan padamu. Maka, berapapun yang kau minta, pasti akan aku berikan," cibir nya sedikit menghina harga diriku.

"Apa syaratnya tuan? Katakan padaku, aku pasti bisa melakukannya. Asal Anda jangan sampai ingkar janji saja," aku pun balas pria asing itu dengan sindiran keras.

"Baik. Jika kau tidak memenuhi syarat yang akan aku berikan, kau harus bisa membayar konsekuensinya, bagaimana? Apa kau setuju," sanggah pria itu asing itu.

"Baiklah aku setuju. Jadi apa syaratnya tuan?" Tanya ku tidak sabar.

"Baca surat yang ada di atas meja itu. Jika kamu tidak memiliki salah satu poin di sana, jangan harap aku mau menyentuhmu gadis kecil," tegasnya lagi. Sebenarnya ada sedikit rasa takut di hatiku. Tapi, demi harga diriku, aku rela melakukannya.

"Poin pertama, wanita itu harus masih virgin.

Poin kedua, wanita itu tidak memiliki penyakit apapun yang bisa menular.

Poin ketiga, wanita itu harus siap melayani lawan jenisnya selama dan sebanyak apa yang dia inginkan saat itu.

Poin terakhir, jika wanita itu hamil dilarang keras mencari atau meminta pertanggungjawaban." Apa-apaan ini, kenapa ini terasa sangat berat, bukan perkara masih virgin atau tidaknya. Tapi, kenapa dia sangat tega dengan calon anaknya sendiri," gumamku dalam hati, tidak terasa aku sedikit meremas surat tersebut.

"Bagaimana, apa kau sanggup memenuhi syarat-syarat di sana?" Tuntut pria asing itu sambil melipat tangannya.

"Tentu saja. Semua poin di sini, sudah jelas aku bisa melakukannya. Jadi sanggupkah anda membayarku?" Tanya ku memastikan.

"Berapapun yang kamu minta, akan aku berikan. Sebutkan berapa banyak jumlah yang kau butuhkan?" Ucap pria asing itu, sambil mengeluarkan secarik kertas, yang aku pastikan itu sebuah cek.

"200, 250 juta. Ya 250 juta, aku sangat membutuhkannya sekarang, apa kamu bisa memberikannya saat ini juga?" Tanyaku sedikit hati-hati.

"Ha ha ha. Ternyata kamu pintar juga, tapi sayangnya aku bukan orang bodoh yang bisa kamu tipu dengan mudah," tawanya menggelegar memenuhi satu ruang kamar yang sangat luas bernuansa Eropa ini. Nyaliku tiba-tiba menciut saat melihat sorot tajam mata pria itu.

"Tapi tuan, saat ini aku sungguh sangat membutuhkan uang itu. Karena ada satu nyawa yang sedang menunggu uang ini tuan," paparku kembali menundukkan kepala.

"Tidak bisa, setelah kau melakukan tugas pertamamu, baru aku berikan uang itu." Tolaknya dengan tegas.

"Tapi tuan, jika aku harus menunggu tugasku selesai maka, nyawa ibuku dalam bahaya tuan. Dialah satu-satunya alasan aku mau melakukan ini semua tuan, tolong percayalah padaku tuan?" Pintaku penuh harap, karena memang benar semua ini aku lakukan demi menyelamatkan nyawa ibuku yang sedang sekarat.

"Baiklah. Di rumah sakit mana ibumu akan melakukan operasi itu, dan jam berapa operasinya akan berlangsung?" Tanya pria asing itu dengan tatapan yang sulit aku mengerti.

"Di rumah sakit kota tuan, dan dokter berkata jam empat sore ini, ibuku harus segera dioperasi jika tidak, nyawa ibuku tidak akan tertolong tuan," jawabku dengan cepat.