webnovel

Tamat

Makanan sudah terhidang di meja makan saat meri melihat pintu kamar masih belum terbuka. Ilham masih berada di kamarnya dan meri merasa takut untuk masuk setelah mendengar suara pintu yang di tutup dengan kasar. Ia harus ke rumah sakit untuk dinas pagi. Cukup semalam ia meminta izin berganti shift dengan temannya karena acara akad nikah ulang di rumahnya.

Hari ini, ia benar-benar sibuk karena setelah shift paginya berakhir ia harus ke kampus untuk menyerahkan karya ilmiah yang telah ia revisi kepada pengujinya. Malam hari ia haru berada di rumah sakit menggantikan shift rekannya yang mengambil alih tugasnya semalam.

Dengan langkah perlahan, meri membuka pintu kamarnya. Ilham sedang memakai bajunya saat meri membuka pintu. Meri melihat bagian belakang tubuh pria itu. Dia suaminya tapi ini pertama kalinua ia melihat punggung itu tanpa lapisan kain yang menutupinya.

Bekas luka di punggung ilham menarik perhatian meri. Sebelum ilham mengenakan pakaiannya, tangan meri sudah membelai lembut bekas goresan luka itu. Cukup panjang dan tampak buruk karena kontras dengan kulit ilham yang putih bersih. Cacat itu terlalu mengganggu, meri yang melihatnya seakan merasakan sakitnya.

Suaminya tidak pernah berkelahi sebelumnya. Saat ia terpaksa memukul seseorang, ia hanya memukul tanpa ada perlawanan. Luka itu pastilah bukan karena ilham bermasalah dengan orang berbahaya di bisnis ayahnya.

"luka ini.. Di mana kau mendapatkannya?" tanya meri penuh dengan rasa bersalah.

Ilham berbalik menatap meri yang menundukkan wajahnya menahan kesedihannya. "ini bukan salahmu. Luka ini tidak seberapa"

Melihat meri sedang bersedih untuknya karena rasa bersalah merasa menjadi penyebab dari luka itu, ilham menarik meri ke pelukannya. Wajah meri kini rapat pada kulit halus ilham yang masih bertelanjang dada.

"maafkan aku" meri mulai terisak di pelukan suaminya.

"meri, tidak semua luka yang di peroleh napi adalah kesalahan sang pelapor. Luka ini pelajaran berharga bagiku. Saat itu aku gelap mata karena anak buahku tidak juga menemukanmu. Aku berusaha kabur untuk mencarimu tapi tentu tak semudah yang di bayangkan. Jadi ini salahku. Berhenti menyalahkan dirimu" ujar ilham menenangkan meri dengan mempererat pelukannya sambil membelai lembut punggung istrinya itu.

"aku yang salah karena bersembunyi dan tidak pernah datang menemuimu" balas meri masih menyalahkan dirinya.

"aku bersyukur kau tidak datang karena itu artinya kau tidak menceraikanku. Aku juga tidak masalah jika kau bersembunyi karena dengan begitu orang lain tidak akan menemukanmu dan terima kasih masih mau menerimaku dan bersedia untuk tetap tinggal di sisiku. Aku tidak akan melakukan kesalahan lagi di masa depan" kata ilham mencium puncak kepala meri.

"mengapa kau tidak marah padaku?"

"marah? Untuk apa?" tanya ilham balik.

"karena menuntutmu untuk penculikan yang bahkan tidak ku ingat, untuk pergi meninggalkanmu di saat terpuruk dalam hidupmu"

"hanya satu hal yang membuatku marah saat ini" ujar ilham

"apa?" tanya meri penasaran.

"karena kau sedang menstruasi"

Meri "..."

"sudahlah, aku lapar. Mandilah, aku akan menunggu di meja makan" ilham pergi meninggalkan meri yang lagi-lagi merasa di gantung dengan percakapan yang tidak selesai.

Pasangan suami istri itu sekarang berada di meja makan yang sama dan mulai menikmati sarapan. Meri hanya makan sedikit karena ia sudah sarapan sebelumnya bersama junior.

Selesai sarapan, meri membersihkan meja makan dan mencuci piring. Ia sudah siap untuk pergi ke rumah sakit saat fuad menyalakan klakson motornya yang sudah di hafal oleh meri. Kemudian terdengar suara ketukan pintu.

Meri menjadi panik karena ada ilham di rumahnya. Ia meminta ilham masuk ke kamarnya.

"meri, aku suamimu bukan sugar daddy yang harus sembunyi dari temanmu" protes ilham

"aku tahu. Tapi untuk kali ini saja. Pria di depan pintu itu akan memukulimu jika dia melihatmu di dalam rumahku. Dia sangar dan sangat kejam, aku hanya belum tahu cara baik untuk mengatakan aku sudah menikah" meri menakut-nakuti ilham dengan harapan suaminya akan menjadi penurut tapi itu salah.

Bagaimana mungkin ilham akan bersembunyi saat ia tahu yang mengetuk itu adalah pria yang sedang berusaha mendekati meri. Di tambah lagi, pria itu tergolong mengganggu karena meri sampai kesulitan memberi penjelasan mengenai statusnya. Ilham tahu meri hanya menakut-nakutinya dengan mengatakan pria di luar itu kejam, tapi jikapun benar maka ia ingin lihat lebih kejam siapa di antara mereka.

Bukannya ke kamar, ilham justru berjalan ke arah pintu depan untuk melihat siapa yang datang. Meri berdiri di hadapannya untuk menghentikannya.

"jangan. Aku mohon" pinta meri sambil menyatukan kedua tangannya di depan wajahnya.

Posisi mereka saat ini sudah di depan pintu dengan meri berdiri membelakangi pintu dan ilham menghadap ke pintu sambil memegang gagang pintu bersiap untuk menerima tamunya. Jarak antara ia dan meri sangat dekat hingga hanya dengan tarikan kecil, wanita itu sudah berakhir di pelukannya.

"krek" suara pintu terbuka.

Ilham menarik pintu itu terbukan dan menarik meri ke pelukannya agar tak menghalangi pintu yang mulai terbuka. Mereka terlihat sangat intim dengan berpelukan di hadapan tamu yang belum ia ketahui siapa.

"kau..."ujar fuad dengan tatapan terkejut.

"fuad, ada apa kau di sini pagi-pagi?" tanya ilham.

Ilham bukan tidak tahu kalau fuad bukan mencarinya karena melihat pria itu terkejut. Dia hanya terkejut ternyata uncle fuad yang di maksud junior adalah fuad yang menjadi pemenang tendernya saat pembangunan desa penyembuhan.

Mereka bekerja sama dalam proses pembangunan desa penyembuhan dengan ilham sebagai pemilik dan fuad pengelola. Dia tidak menduga dunia benar-benar sekecil kehidupan meri. Waktu sepertinya hanya berputar di sekeliling meri. Dan meri hanya berputar di sekeliling ilham.

Mendengar suara fuad yang menyapa, meri menjadi serba salah. Ia ingin berputar dan melihatnya tapi ia saat ini tidak memakai cadarnya yang masih tertinggal di sampiran kursi tempat ia makan bersama ilham. Namun, tetap pada posisi saat ini membuatnya semakin canggung dan malu.

Merasakan tubuh meri menegang, ilham melirik wajahnya sejenak dan sadar meri tidak memakai penutup wajahnya. Ia sebenarnya tidak ada masalah jika meri tidak mengenakan kain itu sekalipun hanya saja hatinya tiba-tiba tidak rela jika harus berbagi wajah cantik istrinya dengan rekan bisnisnya terlebih lagi orang itu juga mencintai istrinya.

"masuklah, jangan berbalik dan kenakan penutup wajahmu" bisik ilham.

Seperti tersihir, meri dengan patuh meninggalkan dua pria itu dan segera mengambil cadarnya tanpa berani menoleh sedikitpun.

"aku kemari untuk mengantar dokter ana ke rumah sakit" jawab fuad.

Ilham sangat kagum dengan kepribadian fuad yang hampir mencerminkan semua sisi dalam dirinya kecuali kecerdasan dan pembawaan yang tenang. Selama ia mengenal fuad, dia menilai fuad adalah orang yang tenang pada saat bekerja dan bersikap kekanak-kanakan di hadapan ayah dan kakaknya.

"darimana kau tahu jadwal kerjanya?" tanya ilham. Dia hanya ingin menunjukkan bahwa sebagai teman fuad sudah melewati batas dengan mencari tahu jadwal kerja meri. Tentu saja ilham tahu saat junior mengatakan fuad selalu mengantar jemput meri setiap tugas malam.

"aku pria yang berusaha keras, jadi tidak sulit untuk hal itu. Kami sudah terlalu dekat jadi informasi seperti itu tentu saja aku tahu" jawab fuad.

"terlalu dekat?" ilham menurunkan sebelah alisnya dengan senyum tipis seakan menghina dalam kelembutan.

"Mmm, dekat, sangat dekat"

"itu bagus. Terima kasih menjaganya selama ini. Tapi sekarang sudah ada aku, jadi bersenang-senanglah dengan yang lain" ilham mulai menunjukkan kuasanya atas diri meri.

Meri yang menyaksikan dua pria itu dari jauh merasa sangat bersalah. Ketakutannya selama ini akhirnya jadi kenyataan. Ia tahu suatu saat jika ilham kembali, ia akan dengan sendirinya menghadapi fuad dan memberinya peringatan tegas agar menjauh darinya. Tapi mereka hanya berteman, meri merasa berteman dengan fuad selama ini tidak ada yang salah. Jadi jika ia harus menjauh darinya, setidaknya ia ingin memintanya baik-baik bukan dengan sikap seperti yang di tunjukkan ilham saat ini.

"aku tahu kau memiliki hubungan khusus dengan dokter ana. Tapi apa dokter ana memberimu izin untuk melarang siapa saja yang ingin berteman dengannya?" fuad merasa ilham berlebihan dalam membatasi pergaulan meri.

"aku tidak perlu izin darinya karena itu hak ku sebagai suaminya" penekanan pada kata terakhirnya sengaja untuk membuat fuad memahami situasinya.

"su... Suami?"

"Mmm, aku suaminya. Kami menikah enam tahun yang lalu. Ada sedikit masalah yang menyebabkan kami harus terpisah sementara. Aku tidak terlihat di dekatnya bukan berarti aku tidak ada bukan" kata ilham

Ingatan fuad melayang pada perkataan meri yang hampir serupa saat pertama kali mereka bertemu dan berkenalan di tempat junior dan malik bertanding tenis.

"kalian sedang membicarakan apa?" meri mencoba menengahi karena menilai situasinya tidak baik.

"membicarakanmu" jawab ilham lembut dengan senyum manis di wajahnya.

Meri melirik ilham, suaminya ini sungguh berbeda dari pria biasanya. Jika seorang suami biasanya menyembunyikan topik pembicaraannya bersama teman bicaranya saat membahas istrinya, ilham justru mengatakan semuanya dengan gamblang.

"oh, aku sudah hampir terlambat ke rumah sakit. Kalian lanjutkan saja di dalam. Aku akan pergi sendiri"

"biar fuad mengantarmu" kata ilham sambil melirik ke arah fuad.

Tak hanya fuad yang terkejut dengan kalimat perintah itu, meri juga terkejut karena untuk pertama kalinya ilham membiarkan pria lain mengantarnya saat ia ada di sampingnya.

Dulu, bahkan jika meri sudah memiliki pengawal sendiri. Ilham tetap akan mengantarnya secara pribadi selama ia tidak memiliki kesibukan. Hari ini, semuanya sangat berbeda. Meri curiga ada maksud lain dari izin yang di berikan suaminya.

"mengapa menatapku seperti aku berbuat salah? Fuad, kau kemari untuk mengantarnya bukan? Jadi tunggulah di motormu, aku ingin mengatakan sesuatu pada istriku. Kecuali jika kau ingin mendengarnya maka kau boleh tetap berada di tempatmu saat ini" kata ilham dengan nada mendiskrimasi seolah mengatakan jika kau tetap tinggal maka sudah pasti hatimu akan semakin sakit.

"tidak. Aku akan menunggu di motor"

Kini giliran meri yang terkejut sendiri mendengar jawaban dari fuad. Pria ini menjadi sangat patuh dan tidak terlihat emosional bahkan saat ilham mengatakan dengan jelas kata "istriku" yang berarti ia sudah menikah.

Setelah melihat fuad pergi, ilham menatap mata meri karena wajahnya sudah tertutup kembali.

"selesaikan masalahmu dengannya. Jika dia menyulitkanmu, katakan padaku. Tidak perlu menjauhinya jika kau tidak mau, cukup buat batasan dengannya" ujar ilham kepada meri.

"apa kau percaya padaku?"

"tentu saja. Enam tahun tetap menjaga dirimu, bagaimana mungkin aku tidak percaya pada istriku" ilham menangkup wajah meri dengan kedua tangannya. "aku tahu sikap over protektif tidak akan baik untukmu, istriku menyukai kebebasan karena sikap mandirimu jadi akan ku berikan. Aku hanya akan mengawasimu sesekali. Tapi saat kau mengalami kesulitan sekecil apapun itu, katakan padaku dan jangan berpikir kau bisa mengatasinya sendiri jadi tidak perlu memberi tahuku. Kau mengerti?"

" Mmm" jawab meri bergumam.

"aku yakin kau belum berubah. Jadi katakan dengan jelas kau mengerti dan berjanjilah padaku" kata ilham tersenyum.

Dia masih mengingat jelas kepribadian meri yang tidak akan menepati perkataannya jika ia hanya bergumam.

"aku mengerti. Tapi tidak bisa berjanji" jawab meri.

Ilham menarik meri ke dalam pelukannya, masih dengan pintu terbuka sehingga fuad bisa melihat adegan itu dengan perasaan yang sulit di jelaskan.

Ia merasa cemburu tapi posisinya bukanlah orang yang berhak melarang kejadian itu. Tapi melihatnya tetap membuatnya ingin menarik meri menjauh dari tempat itu. Pada akhirnya ia hanya memalingkan pandangannya menatap sisi yang lainnya.

"hei, fuad masih ada di luar. Lepaskan" meri meronta tapi pelukan ilham semakin erat.

"berjanjilah, jika tidak maka aku tidak akan melepaskanmu"

"ilham, aku sudah terlambat sekarang"

"kalau begitu katakan secepatnya agar kau bisa bebas dan ke rumah sakit secepatnya" ilham tersenyum licik menatap meri yang mendesis karena terintimidasi.

"aku akan tidur denganmu di malam ke enam. Dan tidak akan menolak" meri membuat kesepakatan baru.

Dia tidak bisa berjanji tidak akan menyembunyikan sesuatu dari ilham karena tahu suaminya itu akan bertindak ekstrim untuk melindunginya.

"aku tetap akan tidur denganmu di malam itu bahkan jika kau menolakku" jawab ilham.

Malam pertama adalah haknya sebagai suami jadi itu bukanlah suatu kesepakatan yang baik untuk saat ini. Terlebih lagi itu masih lima hari lagi, dan dalam lima hari itu ia masih bisa menemukan cara lain untuk membuat meri dengan suka rela jatuh di bawah tubuhnya. Jadi saat ini ia tidak tertarik dengan penawaran itu.

"ilham, lepaskan"

"berjanjilah"

"tidak mau" jawab meri tegas namun manja.

"kalau begitu aku juga tidak mau melepaskanmu"

"gajiku akan terpotong jika aku terlambat, jadi biarkan aku pergi sekarang" meri berhenti meronta "aku akan menghabiskan uangmu jika sampai gajiku terpotong karena hari ini"

"silahkan. Uangku juga uangmu, jadi lakukan semau mu nyonya. Aku sama sekali tidak keberatan" jawab ilham.

"kau menyebalkan. Baru tadi kau mengatakan tidak akan melakukan kesalahan. Dan sekarang sudah melakukan pemaksaan padaku"

"aku memaksamu dengan cara yang anggun jadi itu tidak akan menyakitimu. Berjanjilah sekarang, atau ku angkat kau ke ranjang hari ini juga" ancam ilham masih dengan senyum licik di bibirnya.

"aku tidak mau"

Ilham mengangkat tubuh meri dan kini sudah tidak menginjak lantai. Meri tentu saja terkejut, ilham sejak dulu tidak pernah melakukan gertakan omong kosong dan itulah yang mebuatnya panik saat ini.

"hei, apa kau gila. Aku sedang datang bulan" meri sedikit meninggikan suaranya karena terkejut.

Fuad mendengar dan menyaksikan hal itu semakin gelisah. "aish mengapa mereka tidak menghargaiku sama sekali" rutuknya.

"kau akan tamat hari ini" ujar ilham tersenyum penuh kemenangan