webnovel

Pria bijaksana

Tak ingin menjadi penghalang bagi meri untuk meraih impiannya, ilham mengangguk dan meminta meri menelfonnya saat jam kuliahnya selesai. Ilham bekerja di rumah sakit kampus jadi tak sulit bagi meri menemukannya.

Segera setelah menyelesaikan kuliah hari itu, meri menelfon ilham dan mengatakan ia menunggu di loby rumah sakit.

Keamanan rumah sakit cukup ketat jadi tak sembarang orang bisa memasuki bangsal atau ruangan dokter. Hanya pengunjung yang memiliki kartu yang di perbolehkan untuk masuk.

Ilham menjemput meri di loby dan membawanya ke ruangannya yang berada di lantai lima. Lantai lima di khususkan untuk para dokter dari ahli bedah saraf. Ruangan di lantai lima terlihat di desain dengan sangat klasik, warna dinding putih khas rumah sakit dengan pintu kaca one way.

Ruangan ilham tak jauh berbeda, hanya terlihat lemari dengan berkas, rekam medis dan buku-buku kedokteran. Meri duduk di sofa yang sepertinya sengaja di peruntukkan bagi para tamu yang datang.

Mereka duduk berdampingan di sofa panjang berwarna hitam dari kulit asli. Tampak sangat kontras dengan warna dinding dan lantai yang putih bersih.

Setelah melepas jas putih sebagai seragam kebesaran para dokter, ilham membawa dua gelas dan sebotol minuman dingin ke meja yang berada di hadapan meri kemudian bergabung dan duduk di samping meri.

"apa kuliahmu hari ini lancar?"

"lumayan" jawab meri singkat sambil menenggak minumannya. Dia kehausan karena cuaca di luar benar-benar panas pada jam dua belas.

"apa kau menemukan sesuatu mengenai megan?" ilham yang duduk di sebelah kiri meri dengan jelas melihat pipi wanita itu masih bengkak karena tamparan.

Tangan lembut dan dingin itu menyentuh pipi meri, membuat meri merasa terkejut dan segera menutupi pipinya agar ilham tak menyentuhnya. Ilham mengerti dengan sikap meri yang menarik batas dengannya.

"belum, itulah yang ingin ku bicarakan denganmu"

Otak ilham yang jenius dan cepat tanggap serta pemikiran meri yang terbuka dan mendalam pasti menjadi perpaduan yang bisa membongkar masalah ini dengan mudah.

Keyakinan meri kepada ilham membuatnya merasa dialah pria yang bisa membantunya memikirkan dan menyelesaikan masalah ini secepatnya. Dia tak ingin bergelut terlalu lama dengan masalah dan ingin segera terbebas dari teror wanita siluman itu.

Meri mengeluarkan semua artikel yang sudah ia cetak. Dia menunjukkan beberapa kalimat yang menurutnya sengaja memancing media agar membongkar identitasnya.

Dengan pemikiran yang sama, ilham menunjukkan beberapa kalimat yang akan membuat pihak yang di beratkan bisa beranggapan bahwa meri adalah pelakunya. "seorang istri yang tersakiti" itu adalah kalimat yang menjadi umpan agar ia keluar dan memberi konfirmasi. Tapi meri tak semudah itu.

"aku merasa ini bukan perbuatan orang luar. Apa menurutmu megan mungkin sengaja melakukan ini sebagai pernyataan perang denganku?" meri memikirkan kemungkinan megan yang menjebaknya setelah melihat reaksi andre saat mengetahui artikel itu.

"itu juga yang ku pikirkan. Dia bukan mengajakmu berperang, tapi memanfaatkan orang yang mendukungnya untuk melawanmu" ilham berpikir sejenak. "apa andre sudah mengetahui hal ini?"

"Mmm, dia sangat marah karena mengira aku pelakunya" suara meri sedikit merendah mengisyaratkan betapa ia kecewa.

"dia memang pintar membaca karakter orang, tapi dia lemah jika kau yang terlibat di dalamnya. Dia mungkin terkejut melihat artikel itu dan berharap bukan kau. Kemarahannua karena tak ingin kau berada dalam masalah jadi mengertilah dengan tindakannya dan cobalah memakluminya" ilham memberi nasehat untuk meredakan kekecewaan meri.

Tak ada jawaban untuk nasehat penuh kebijaksanaan yang meri dengar dari mulut kakak iparnya itu. Jika dia pria lain, mungkin dia akan menjatuhkan nama baik andre dan menjadi minyak untuk mengobarkan kekecewaan di hati meri agar bertambah besar.

Tapi ilham pria yang berbeda. Dia tidak akan menjatuhkan citra seorang laki-laki hanya agar dia bisa merebut wanita dari pria itu. Dia lebih suka bersaing secara adil dengan menunjukkan kelebihannya tanpa menunjukkan kelemahan lawannya.

Dia ingin unggul tanpa menjatuhkan yang lain, dia ingin berada di atas tanpa menginjak siapapun.

Baginya, untuk menjadi garis yang panjang, tak pelu menghapus garis yang lainnya. Ia hanya perlu menarik garisnya lebih panjang lagi. Begitu pula kepribadiannya, ia akan menjadi tinggi tanpa harus merendahkan oranglain.

Pemikiran bijak dan sederhana dari ilham, sesederhana harapannya yang ingin menjadikan meri sebagai ratunya.

Ponsel ilham yang berada di mejanya menyala dan menunjukkan panggilan masuk dari "brother". Meri yang melihatnya sekilah merasa aneh. Andre juga menulis kontak "brother" di ponselnya.

Sepertinya adik kakak ini hanya sedang perang dingin tapi sebenarnya saling menyayangi. Jika itu karena dirinya maka meri sangat merasa bersalah.

📞"ada apa?" jawab ilham ketus.

📞"aku ada masalah yang ingin ku tanyakan"

📞"bicaralah"

📞"apa kau berada di cambridge saat ini?"

📞"apa itu yang jadi masalahmu?" mereka saling melempar pertanyaan seakan merasa itu sebagai jawaban.

Tak ada jawaban dari seberang telfon. Ilham menatap meri dan tersenyum.

📞"kemarilah, aku di rumah sakit kampus harvard. Istrimu ada bersamaku sekarang" ujar ilham membocorkan lokasinya beserta keberadaan meri.

Dari kalimatnya, meri sudah tahu itu adalah telfon dari andre. Mendengar ilham pertama kali menyebut meri sebagai istri orang lain, meri merasa ilham sudah mulai tahu diri dan akan perlahan mundur.

📞"apa kau harus terus mengejarnya?" terdengar suara andre berteriak keras.

Ilham sengaja menyalakan pengeras suara agar meri juga mendengarnya. Melihat tingkah ilham, meri merasa terdapat sisi kekanak-kanakan di diri pria bijak di hadapannya itu.

📞"aku tidak mengejarnya, kali ini dia yang akan mengejarku" sebuah senyum licik kembali terlukis di wajah ilham, menampakkan lesung pipi yang dalam menambah ketampanannya.

📞"tunggu sampai aku di sana"

Tak berapa lama, andre mengirim pesan kepada ilham untuk turun ke loby, penjaga keamanan sangat ketat jadi ia tak bisa masuk tanpa izin atau bantuan orang dalam.

📩"Berusahalah untuk bisa menjemput istrimu. 15 menit. Jika kau tak muncul di ruanganku, sebaiknya pikirkan untuk mencari wanita yang lain"

Andre semakin kesal membaca pesan itu. Dia hampir meledak jika tak memikirkan posisinya saat ini. Berulang kali dia menelfon ilham tapi tak juga mendapat jawaban.

"pria sialan ini. Dia benar-benar tahu cara memanfaatkan situasi" andre memaki ilham sepanjang pemikirannya untuk bisa naik menemui istrinya.

Merasa khawatir, meri terus memandangi ilham yang tak berhenti tersenyum. Situasi ini sangat langka, pria tembok es yang biasanya tanpa ekspresi kini tersenyum sepanjang waktu.

"ehm. Apa ada yang membuatmu senang?" tanya meri penasaran.

"Hmm, andre berada di loby tapi tidak bisa naik ke sini karena pengamanan yang ketat. Lift tidak akan terbuka tanpa kartu pengenal. Security di bawah juga terkenal kasar, dia pasti kebingungan sekarang" ilham menjelaskan dengan rona kebahagiaan di matanya.

"apa kau pikir dia akan bisa kemari tanpa identitas?" meri sangat tidak senang mendengar ilham mengerjai suaminya.

"jika itu aku, hanya butuh lima menit untuk bisa sampai di sini"

Mereka akhirnya memutuskan menunggu. Sudah lewat lima belas menit dan andre tidak juga muncul. Meri semakin khawatir jika suaminya marah karena sikap ilham.

"menikah denganmu sepertinya membuat IQ adikku itu menurun drastis" ejek ilham menatap jam tangannya dan sudah hampir dua puluh menit menunggu.

Tak mau menunggu lagi, meri memutuskan menelfon andre tapi ucapan ilham menghentikannya.

"berhenti mengkhawatirkannya. Dia yang seharusnya memikirkan cara menolongmu bukan malah sebaliknya. Duduk diam saja di tempatmu, masih ada dua puluh menit lagi untuk makan siang. Kita akan menunggunya, pekerjaanku belum terlalu banyak jadi aku bisa menunggunya bahkan hingga matahari terbit lagi besok pagi"

Bukan karena ingin melihat adiknya kesusahan, dia hanya ingin melihat seberapa besar tekad andre untuk mendapatkan meri. Jika dia harus mundur, setidaknya dia akan memastikan melepas meri pada orang yang tepat.

Dengan santai, ilham mengambil semua artikel di hadapan meri dan mulai membacanya lagi. Sesekali dia membuka ponselnya untuk mencari sesuatu di internet.

Ruangan itu tampak hening tanpa percakapan. Hanya suara lembaran kertas yang di bolak balik yang mengisi kehampaan di ruangan itu. Meri terus memandangi pintu berharap pintu itu segera terbuka.

Disampingnya, ilham terus fokus memecahkan permasalahan meri dan megan sambil sesekali melirik ke arah meri yang menunggu dengan cemas.

Merasa andre tak akan bisa naik ke ruangannya, ilham menelfonnya dan meminta ia memberikan telfon itu kepada pihak keamanan. Tak lama andre muncul di pintu dengan wajah geram. Dia geram bukan karena ilham berada di ruangan yang sama dengan meri. Ia geram karena tak bisa menembus keamanan dan gagal menjemput meri dengan usahanya sendiri.

"kau terlihat sangat marah, duduklah" ilham memberikan kode agar andre duduk di sofa tunggal di ujung, tempat duduk yang di peruntukkan bagi pemimpin dalam pertemuan atau tuan rumah.

Bukannya duduk di sofa tunggal, andre menarik meri dan meminta bertukar tempat duduk agar ilham tak bisa berdekatan dengan meri. Dia sangat tidak senang melihat ilham terus saja mendekati istrinya bahkan rela meninggalkan bisnisnya di paris hanya untuk menjadi dokter di rumah sakit kampus.

Seterkenal apapun rumah sakit itu, dia tetaplah hanya seorang karyawan biasa. Andre tahu kakaknya itu bahkan rela tinggal di jalanan jika itu bisa membuatnya lebih dekat dengan meri.