webnovel

Apa aku impoten?

Malam itu berlalu begitu cepat, ilham tidur dengan memeluk meri yang juga memeluknya. Mereka saling berpelukan seperti kartun teletubies saat ke empatnya berkumpul.

Paginya, ilham sudah berencana untuk mengajar junior berenang di kolam belakang rumah. Putranya itu akan ia buat tanggung tanpa ada kelemahan sedikitpun.

Setelah makan malam yang kembali terlaksana tanpa andre yang sudah memesan sarapannya di antar langsung ke kamarnya.

Ibu ilham keluar karena ada kegiatan bersama dengan teman-temannya yang juga ibu sosialita di bali. Andre tak terlihat sejak pagi dan ilham bersama junior sedang belajar berenang sambil di tonton oleh meri di taman tak jauh dari kolam.

Rumah mewah dua lantai itu tidak seluas rumah ilham di paris tapi kolam renangnya dua kali lebih luas dari kolam renang ilham. Itu karena andre pencinta olahraga renang jadi dia membuat belakang rumahnya seperti laut di pinggir pantai.

Panjang kolam itu sekitar 25 meter dengan lebar 15 meter. Sisi tempat ilham dan junior berada adalah sisi yang dangkal namun cukup untuk menenggelamkan anak kecil seperti junior. Sedangkan di sisi lain dekat dari kamar mandi adalah sisi yang lebih dalam bahkan untuk orang dewasa.

Air berkecipratan kesana kemari dan hampir mengenai buku yang di baca meri. Junior tampak belajar keras untuk bisa berenang dengan benar. Tapi pelajaran berenang tidak sama dengan menghafal rumus matematika, itu lebih sulit karena memadukan fisik, otak dan gaya gravitasi.

Ilham awalnya ingin mengajari meri, tapi mengingat di rumah ada andre, tidak mungkin bagi meri turun dengan pakaian renang super mini. Bahkan jika pakaian renang itu tertutup tetap saja melekat di tubuhnya. Di tambah cadar yang selalu menutupi wajah cantik meri akan menyulitkan bernafas ketika sudah basah.

"meri, bisa ambilkan pelampung di samping kamar mandi" pinta ilham masih memegangi junior yang sedang belajar.

"ibu, cepat. Aku mau berenang ke tengah bersama dadi"

"junior, jangan terlalu ke tengah dulu. Kau belum bisa" meri menasehati karena melihat ilham sudah berada tujuh meter dari pinggir kolam membawa junior di tangannya.

Setelah melepas kaca mata dan menyimpan bukunya ke kursinya, meri bangkit berjalan menuju tempat pelampung itu tersimpan. Meri berjalan di sisi kolam karena memang hampir tak ada jalan tersisa menuju kamar mandi akibat luas kolam yang berlebihan.

Dengan pelampung berbentuk donat besar di tangannya, meri berjalan kembali menghampiri junior tapi karena tidak memperhatikan langkahnya akibat pelampung yang terlalu besar ditangannya, kakinya tergelincir.

Byurr

Ilham berbalik ke belakang dan menemukan pelampung hitam itu berada di pinggir kolam dan meri sudah pasti terjatuh dan menyebabkan suara keras benturan dengan air kolam.

Di tangannya masih ada junior, jika ia berenang ke arah meri maka junior yang akan tenggelam. Tidak menolong meri secepatnya ia takut meri akan kehabisan nafas. Beruntung andre yang sejak tadi berada di lantai dua sedang duduk di balkon kamarnya yang tepat berada di atas kolam menyaksikan meri terjatuh.

Spontan ia melompat dari lantai dua ke arah kolam setelah memperhitungkan kedalaman kolamnya yang bisa menenggelamkan meri. Ia awalnya tidak tahu jika meri tidak pandai berenang tapi melihat wanita itu kesulitan mengapung membuatnya terkejut.

Meri yang berusaha mencapai daratan dengan menjulurkan tangannya ke sembarang arah mulai merasa putus asa. Ia bisa menahan nafas lama tapi serangan panik membuat nafasnya lebih cepat habis. Di ujung rasa putus asa, dia merasa sebuah tangan merangkulnya dan membawanya ke atas.

Saat ia sadar, junior dan ilham berlari ke arahnya dengan cemas sementara andre duduk di sampingnya dengan pakaian basah kuyup. Bukan hanya pakaiannya yang berantakan, rambut dan wajahnya terlihat kusut.

"apa kau baik-baik saja?" tanya ilham khawatir.

"Mmm, aku baik-baik saja" jawab meri menenangkan suaminya. Ia melihat betapa khawatir ilham saat ini.

"apanya yang baik-baik saja? Kau hampir mati tenggelam. Haish" teriak andre kesal. Ia bangkit dengan wajah kesal menjauh dari tempat meri berada. "jangan berkeliaran di belakang rumahku lagi mulai sekarang. Jauhi kolam renang" ujar andre memerintah sebelum menghilang dari pintu.

Baru setelah andre pergi meri menyadari sesuatu, jilbab dan cadarnya sudah terlepas. Ilham memberinya handuk untuk menutupi kepala dan wajahnya untuk sementara kemudian membawanya ke kamar.

"junior, masuk ke kamarmu mandi dan keringkan badanmu" ujar ilham saat melihat junior terus mengikuti meri yang masih basah ke kamarnya.

"ibu" junior tetap saja khawatir dan tak ingin meninggalkan ibunya.

"ibu tidak apa-apa hanya terkejut. Pergilah mandi, tubuhmu mulai kedinginan" meri menenangkan junior.

Dikamar, ilham dan meri mandi bersamaan. Mereka sudah terbiasa tapi tidak selalu melakukan itu. Hanya ketika sesuatu yang mendesak. Tubuh ilham saat ini juga basah jadi tidak mungkin baginya menunggu lama di kamar sementara meri mandi, jadi mereka akhirnya mandi bersama.

Meri menutup tubuhnya dengan selimut tebal sehabis mandi. Ia sudah tidak syok hanya saja mera dingin. Ilham menemaninya duduk di sampingnya sambil terus membelai wajah lembut meri yang terasa dingin.

"ilham, apa kau pernah melihat adegan orang tenggelam di televisi?" meri membuka percakapan.

"Mmm, ada apa?"

"ku rasa mereka yang membuat script dan proses syuting tenggelam itu sebenarnya tidak pernah mengalami kejadian itu" meri memiringkan tubuhnya memeluk pinggang suaminya.

"darimana kau tahu?" tanya ilham lagi.

"mereka membuat adegan tenggelam itu di mana seseorang bisa timbul sesekali dan berteriak minta tolong. Itu sama sekali tidak benar, sekali aku jatuh jangankan berteriak minta tolong, ujung tanganku bahkan tidak bisa mencapai udara. Mereka kurang pintar membuat sebuah syuting terlihat nyata" kritik meri.

Tidak menanggapi, ilham hanya menatap wajah meri dan mengusap lembut punggungnya.

"maafkan aku tadi tidak bisa menolongmu dengan cepat" ujar ilham

"bukan tidak bisa menolong dengan cepat tapi kau memang tidak menolongku" ralat meri.

Otaknya cukup cerdas memahami situasi saat ia sadar dan Tiba-tiba ada andre di sampingnya. Di tambah lagi saat ia membuka mata yang ia lihat junior dan ilham sedang berlari ke arahnya. Itu artinya saat ia tidak sadar dua pria itu tidak berada di sampingnya. Siapa lagi yang menolongnya kalau bukan andre.

Wajah ilham berubah kecut mendengar istrinya meralat kata-katanya dengan menunjukkan perbedaan yang jauh. Menghilangkan kata dengan cepat membuat kalimatnya bermakna bahwa ia tidak berniat menyelamatkan istrinya sendiri.

"kemarilah" meri membuka selimutnya memberi ruang untuk ilham bergabung. "kau seharusnya menghangatkanku sebagai bentuk penyesalan. Jika ku ingat kau bahkan tidak memelukku sejak aku tenggelam tadi dan hanya memasang wajah khawatir mu itu dan sekarang kau memasang wajah penuh penyesalan"

"meri" potong ilham. "aku sama sekali tidak menyesal terlambat menolongmu"

"apa kau rela aku mati tenggelam tadi?"

"tentu saja tidak, tapi melepaskan junior dan membiarkannya tenggelam karena menyelamatkanmu rasanya akan jauh lebih sakit dari pada jika aku terlambat menyelamatkan mu" ilham menjelaskan alasannya yang sebenarnya sudah di ketahui meri bahkan ketika ia masih berjuang di dalam air.

Ia tahu jarak antara tempat ia jatuh dan ilham berada sangat jauh, junior saat itu berada di tangannya jadi ia harus memilih salah satunya. Meri tidak mempermasalahkan pilihan ilham yang mengutamakan keselamatan junior dari pada dirinya.

"aku mengerti. Jika junior tadi tenggelam kau pasti akan merasa menjadi penyebabnya namun jika aku tenggelam itu karena kelalaianku sendiri. Aku tahu itu. Putraku beruntung memiliki ayah yang menyayanginya walaupun dia bukan anak kandung" meri sangat terharu.

Dia berterimakasih pada andre yang menyelamatkan nyawanya, tapi jikapun tadi ia mati maka dia juga tidak akan menyalahkan ilham yang tidak segera menolongnya. Jika kondisi berbalik dan ilhamlah yang tenggelam, ia juga akan mengambil keputusan yang sama.

"bisakah kalimat walaupun bukan anak kandung kau hilangkan. Aku tidak pernah perduli kenyataan bahwa junior keponakanku. Aku sudah cukup ciut dengan panggilan dadi dan bukannya ayah. Aku selalu tahu posisiku tapi aku tetap berharap dia benar-benar akan memanggilku ayah suatu hari nanti. Aku seharusnya menghamili mu dulu ketika di paris sebelum andre menjemput mu"

"ku rasa begitu seharusnya. Hahaha" meri merasa penyesalan ilham terlalu lucu.

"kau harus belajar berenang. Bagaimana bisa kau membiarkan dirimu memiliki kelemahan yang bisa mengancam nyawamu sendiri. Pecinta laut tapi tidak bisa berenang. Apa itu masuk akal?" oceh ilham yang sudah berada di dalam selimut bersama meri.

"apa menurutmu pencinta olahraga layang bisa terbang? Aww.. Ilham berhenti"

Tangan ilham yang nakal mulai berkelana di dalam pakaian meri membuat tubuh itu bergerak meronta.

"aku meminta mu masuk untuk menghangatkanku, bukan bersikap nakal" ujar meri.

"apa yang kulakukan sekarang juga untuk menghangatkanmu" protes ilham tersenyum menggoda.

"ilham, aww.. Keluar kau"

Bukannya keluar dari selimut, ilham justru menarik meri semakin mendekat hingga tangan istrinya itu terlipat di dadanya hingga sulit baginya bergerak.

"dimana? Dimana tadi kau di sentuh pria itu. Biar ku hapus jejaknya" ujar ilham kemudian menjelajahi tubuh meri dengan tangannya.

"ahh. Ku rasa dia tidak cukup kurang ajar sampai menyentuh yang itu. Lagi pula itu darurat" jawab meri terus menggelinjang seperti cacing kepanasan karena tangan ilham meremas bokongnya.

"ayo kita ke rumah sakit" ajak ilham tiba-tiba.

"rumah sakit? Untuk apa? Aku merasa baik-baik saja" meri menolak, ia jelas tidak mau menginjak rumah sakit sebagai pasien.

"aku rasa perlu memeriksakan perutmu, apa mungkin sudah ada embrio di rahimmu? Aku sedikit tidak sabar"

"apa kau dokter pembeli ijazah yang hanya gelar?" tanya meri tak percaya dengan tingkah suaminya. "kita baru melakukannya sekitar sepuluh hari dan haid pertama ku baru dua minggu yang lalu. Kehamilan bisa di deteksi minimal usia tiga minggu. Itupun masih sulit. Terlalu cepat memeriksakan diri. Lagi pula aku tidak merasa sesubur itu hingga langsung hamil di bulan pertama ini"

"tetap saja tidak menutup kemungkinan. Apa kau ingat saat hamil junior? Kau bilang itu tepat hari pertama kau lepas dari periode bulananmu. Jadi itu mungkin saja"

"masih terlalu cepat untuk memeriksakan diri. Lakukan setidaknya satu bulan. Jika aku terlambat haid baru kita periksa. Tapi aku tidak mau kau terlalu berharap, agar kau tidak kecewa jika ternyata masih butuh waktu lama untuk bisa melihatku hamil lagi"

"aku akan berusaha menghamilimu dengan cepat" goda ilham

"kau terlalu bersemangat. Kita hampir tiap hari melakukannya. Apa kau tidak bosan?" tanya meri.

"tidak, jika saja istriku ini sanggup aku mungkin akan mengurungnya di kamar selama sebulan dan tidak akan berhenti meminta lagi" ilham memeluk erat meri hingga wajah meri terbenam di lehernya.

"aku kesulitan bernafas, dadaku sesak" protes meri.

"di mana yang sesak?" tanya ilham memancing.

"aku tahu akal bulusmu jadi tidak akan ku katakan" jawab meri. Ia sudah tahu kerja otak mesum suaminya itu saat berduaan. "aww, kenapa masih menyentuh milikku?" protes meri

"ini milikku, ini, ini, dan semua yang ada di tubuhmu adalah milikku. Milikmu itu semua yang melekat di tubuhku" ilham menyentuh satu daerah tiap kali mengatakan 'ini' di ikuti dengan teriakan meri.

"kalau yang melekat di tubuhmu adalah milikku dan aku ingin memotongnya apa boleh?"

Ilham tentu tahu apa yang di maksud meri. Ia hanya tersenyum menggoda "kalau kau sudah tidak membutuhkannya lagi dan memastikan tidak akan meninggalkanku karena kehilangan benda itu maka silahkan"

"hahaha, tenang saja. Aku bahkan tidak akan menyerah padamu jika kau ternyata impoten" meri balas menggoda suaminya itu.

"jadi,, apa aku impoten?"