webnovel

Janji Nastar

Kala semua terasa mudah tapi akhirnya hanya beranjak dari ilusi. Marianata Easyi melihat jelas bagian kehidupan ketika pintu dibuka. Perjalanan masa lalu karena makan kue nastar yang mempengaruhi masa depan. Sebuah janji terucap dengan ringan oleh Jacko mengunakan kue nastar. Haruskah ia melawan ketika cincin melingkar manis di jarinya tanpa permisi dan apakah janji nastar bisa terwujud ketika ada orang ketiga di antara mereka. Note. *21++ *Beri dukungan untukku agar menulis lebih baik lagi

natalia_sinta · Fantasy
Not enough ratings
4 Chs

Kepergian

Angin kencang meniupkan sebagian besar rambut yang menutupi wajah Sheba. Dadanya sesak seperti ada yang menghimpit. Hujan membasahi sepatu kets yang baru saja di beli kemarin. Tangannya gemetaran menahan hawa dingin yang mulai merasuk ke dalam jaket kain yang dipakai. "Sial! seharusnya tadi aku tidak memakai sepatu ini" gumamnya kecewa. Sepatu kets berwarna putih berubah warna menjijikkan. Sheba melihat ke arah langit namun tak juga ada tanda-tanda akan berhenti. Sorot matanya kelam seperti terkena ribuan masalah tetapi gestur tubuhnya memperlihatkan sebaliknya. Ada semacam kekuatan untuk bertahan dari semua kesulitan. Decak kesal bercampur kecewa dikeluarkan, iapun memutuskan untuk berjalan di tengah hujan. Malas untuk berlari-lari seperti orang lain di sekitarnya, lagipula ia sudah terlalu lelah untuk berharap cepat sampai di rumah. Berdesakan di antara puluhan calon penumpang menjadi makanan sehari-hari dirinya, ia berdiri dibelakang seorang pria berbadan tegap. Halte busway hari ini penuh oleh manusia yang hendak pulang kerja ke rumah masing-masing. Matanya menyipit ketika tak ada pergerakan dari antriannya. Iseng, diambilnya ponsel dan mencari nama di masa lalu.

Ting.... sempat tertegun melihat foto di sosial media miliknya lalu tersenyum sinis, dadanya bertambah sesak dan nyeri yang luar biasa tapi hanya bisa menarik nafas dengan susah payah untuk menghalau apa yang muncul di kepala dan hati. Foto berdua dengan wanita lain, tampak sangat serasi dan mempesona dari keduanya. Sheba tahu ia tak boleh mengusik tapi ia tak ingin Jacko Santonir lupa dengan perjanjian tertulis yang dibuatnya.

Tangannya lincah mengetik sebuah pesan di salah satu kolom komentar lalu di matikan ponselnya saat melihat baterai sudah 5%. Akhirnya ia bernafas lega, antriannya bergerak maju menuju dalam busway. Ia benar-benar sangat lelah setelah seharian berurusan dengan drama pekerjaan di bidang asuransi. Perutnya lapar berulangkali memberikan tanda namun tak bisa membeli mengingat uang harus dibawa pulang. Hari ini tak banyak ia menemani calon klien, demi sesuap nasi menggoyangkan tubuhnya di antara kaki sangat melelahkan. Terpaksa ditarik permen mint coklat dari saku celananya, tak lupa memasukkan ponselnya kedalam tas kerjanya. Ada sedikit rasa tenang ketika lidahnya menyentuh sisi permen seketika perutnya berhenti bergejolak.

Perjalanan hari ini terasa panjang karena hujan tak mau mengalah untuk berhenti ditambah genangan air dimana-mana. Wajah cantiknya berubah muram dengan kepasrahan dipastikan mencapai 99% sementara 1% hanya bisa berharap kepada langit untuk mengerti keadaannya saat ini. Baju setengah basah karena angin sudah sangat membantu mengeringkan selama menunggu di halte. Sepatu basah terasa lengket di kaki memberikan sensasi dingin dan jijik. Suara pemberhentian terdengar, mau tak mau ia bergerak menuju pintu keluar kalau tak mau terlewati tujuan pulangnya. Pelan bergerak terus hingga akhirnya terbebas dari himpitan orang-orang di dalam busway. Langkahnya perlahan menjadi ringan, masalah hari ini terlalu banyak yang dipikirkan, sekali lagi mendesah kecewa melihat sepatunya tak lagi berbentuk.

Lalu lalang orang berlarian menghindar dari hujan ditambah air yang mulai menggenang membuat sulit Sheba berjalan. Rambutnya basah bahkan mulai mengeras karena tertiup angin. Nyaris saja, ia menyerah ketika tak sengaja mata bertemu dengan penjaga rumah. "Pulang Bu" sapa penjaga rumah duduk di pos jaga. Mata penjaga rumah melihat sekilas cetakan yang terlihat dibalik kemeja milik Sheba, rasa kasihan timbul tapi tak dapat dikatakan. "Ya pak" ujarnya membalas dengan susah payah. Nafasnya sedikit tersengal-senggal namun senyum di wajahnya menghapus rasa nyeri sehingga tak diketahui oleh penjaga rumah yang Perasaan lega tak dapat dikatakan, Sheba membuka pintu pagar rumahnya di samping pos jaga.

"Ibu...."

Panggilan ramai terdengar begitu pintu rumah ditutup. "Hai...anak mama, sini mama cium" kata Sheba sambil melepaskan sepatunya. Wajah Easyi berubah tak enak melihat penampilan ibunya. "Tidak mau. Ibu mandi dulu, Easyi buat teh panas" tolak Easyi cepat-cepat ke arah dapur. Sheba tersenyum pahit namun ia bernafas lega melihat putrinya tak ada masalah. Sheba segera berbenah diri.

Hujan berhenti sejenak memberikan nafas untuk sebagian orang. Angin berhembus kencang memberikan kenyamanan untuk masuk kedalam peraduan masing-masing. Sheba mengeringkan rambutnya mengunakan handuk di tangan. Ia melihat Easyi duduk di sofa dan dihadapannya ada 2 cangkir teh panas dan kue. Sheba tersenyum dengan rasa syukur, keputusannya untuk pergi ternyata tak salah. "Ibu, cepatlah minum" perintah Easyi cemas. "Ya". Sheba meminum teh panas dengan perlahan, rasa hangat di tenggorokan menyebar membuatnya lebih baik. "Apa pekerjaan hari ini baik-baik saja Bu?" tanya Easyi penasaran. Seperti malam-malam sebelumnya Sheba selalu bercerita tentang pekerjaannya menjadi dongeng untuk Easyi setiap pulang kerja. Mata Easyi berkilau senang mendengarnya, Sheba mengubah banyak hal dalam ceritanya sehingga Easyi merasakan semuanya indah tanpa keburukan di dalam harinya. Perut lapar sejak pagi belum terisi, melihat mata Easyi yang bersinar senang mendengar ceritanya, seperti rasa lapar hilang mendadak. Permen dan teh panas mampu menghapus luka di hati Sheba yang di tutupinya dari mata Easyi.

Perlahan Sheba berhenti bercerita, ada rasa tak nyaman di dada, kepalanya sedikit pening, mungkin karena pengaruh kehujanan tadi pikir Sheba bergerak mendekat pada Easyi. Wajahnya cantik mempesona dengan anak rambut yang lembut menghias ditambah bibir mungil berwarna pink, tak tersentuh oleh lipstik manapun. Rasa bahagia melihat Easyi tumbuh menjadi gadis yang menawan. Seandainya Barka almarhum suaminya bisa melihat, pastinya bangga pada Easyi.

Sheba menepuk pipi Easyi memintanya pindah ke dalam kamarnya ketika dilihatnya jatuh tertidur di sofa. Badannya ringan seperti kapas sehingga mudah untuk di gendong membuat rasa bersalah timbul di hati Sheba ketika akhirnya bisa membawa Easyi tidur di kamar. Rasa lelah mulai datang bersamaan kantuk, Sheba memutuskan untuk tidur di samping Easyi.

Waktu berjalan lambat, hujan perlahan jatuh lagi membasahi bumi. Tak tahu sampai kapan akan berhenti.

"Cari sampai ketemu!".

Suara menggelegar memenuhi ruangan keluarga. Semua orang menundukan kepalanya, rasa takut bergerak timbul tenggelam seiring Jacko berdiri dari duduknya lalu berjalan ke arah tangga, wajahnya muram. Ini bulan ke empat, kepergian Sheba dari rumah. Tangannya mengepal tak menyukai pemikiran tentang alasan kepergian Sheba yang ternyata menolak ia menikah untuk kedua kalinya. Kemarahannya tak terbendung, ia melemparkan semua barang milik Sheba ke dalam tas besar ketika sampai di kamar mereka. Jacko kecewa hingga tak bisa lagi berkata-kata. Tak adakah Sheba mengerti keinginannya untuk memiliki anak laki-laki sebagai penerus kerajaan bisnis miliknya. Terlebih selama pernikahan mereka berdua tak menyentuh satu sama lain, perjanjian tertulis membuat kesal. Seandainya Sheba dulu membiarkan ia mendapatkan apa yang diinginkannya maka ia tidak akan terjebak disini.

Foto tergantung di dinding terasa mengejek Jacko. Matanya menyipit melihat senyum di wajah mereka berdua saat pernikahan dadakan. "Sheba, kamu membuatku muak" katanya pelan lalu membantingnya ke lantai hingga kaca pigura pecah berhamburan tak tentu arah. Foto diambil dari dalamnya lalu di robeknya hingga tak berbentuk lagi.

Jacko pemilik kerajaan bisnis real estate dan ekspor impor merasa dipermalukan oleh Sheba istrinya dihadapan masyarakat luas dengan keputusannya pergi. Walaupun tak ada yang mengetahui jelas wajah istrinya di kalangan banyak orang karena memang ia tak pernah membawanya setiap acara perusahaan maupun lainnya, ia tetap saja tak terima.

klik

"Apa ini Jacko, sayang? sudahlah ayo ke kamarku saja, disini tak baik untuk tidur" seruan keluhan Raisa mengusik kemarahan Jacko, ia berpaling lalu tersenyum untuk mendekat. "Membuang masa lalu. Ayo ke kamarmu" ajaknya lembut meraih pinggang Raisa begitu di dekatnya. "Ah, Jacko... jangan disini, banyak kaca" protesnya saat Jacko menyibak rambutnya dan menempelkan bibirnya di leher untuk membuat jejak disana. "Ayo" ajak Jacko tak sabar tapi matanya masih melihat mata Sheba di foto yang ada di lantai. Mata yang membuatnya memilih mengalah membiarkan cintanya pergi, untuk memiliki hingga menikahi sejauh ini, ada rahasia didalamnya. Selama pernikahan mereka berdua tak pernah berselisih paham. Jacko tak tahu kapan perubahan itu terjadi pada hubungan mereka berdua. Raisa menggoda setiap saraf Jacko, ia merasa sebentar lagi akan menggantikan Sheba menjadi nyonya rumah ini. Mereka berdua meninggalkan kamar tersebut menuju kamar Raisa yang terletak di ujung lorong.

Malam berganti pagi. Suara kehebohan di sekitar rumah Sheba terdengar bersahutan. Easyi membuka matanya, melihat ibunya masih tertidur dengan wajah damai. Ia tahu ibunya kelelahan semalam, berfikir untuk membiarkan ibunya tidur sejenak. Easyi bergegas ke kamar mandi untuk bersiap-siap ke sekolah.

"Ibu"

Panggil Easyi setelah selesai menyiapkan semua sebelum berangkat sekolah. Tahun ini tahun terakhirnya bersekolah, umurnya masih 18tahun. Berulangkali ia menggoyangkan lengan Sheba tapi tak ada reaksi sama sekali. Pelan kepanikan mulai dirasakan Easyi. "Ibu.... ibu...." panggilannya tak juga ada reaksi. Buru-buru ia keluar rumah memangil penjaga rumah dan tetangga sebelah untuk membantu. Melihat itu, beberapa tetangga segera membantunya membawa ke rumah sakit.

Dokter UGD dan suster segera memeriksa namun tak ada detak jantung yang terdengar, mereka berpandangan lalu mengelengkan kepalanya. Suster menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuh Sheba kemudian keluar bersama dokter menemui Easyi.

"Dok...sus.... bagaimana ibuku"

Penjaga rumah dan tetangga yang membantu menatap khawatir melihat Easyi yang panik lalu wajah dokter dan suster. "Maafkan kami, pasien sudah meninggal saat sampai. Melihat kondisinya, pasien mengalami serangan jantung saat tidur". Easyi terpaku mendengar kalimat itu. Dunianya runtuh berserakan ke tanah. "Dokter bercanda. Semalam ibu baik-baik saja" tolak Easyi mengingat semalam masih bisa mendengar cerita Sheba. Penjaga rumah dan tetangga hanya bisa mengucapkan kalimat dalam hati. "Maaf" kata dokter memastikan lagi untuk dapat di dengar. Air matanya menetes tak ingin mempercayai pendengaran tentang kematian Sheba ibunya. Pandangan kosong membuat iba siapapun yang mengetahui siapa Sheba.

"Ibu..... ibu...."

Ucapannya panik tak terima dengan kondisi Sheba ibunya. Easyi masuk kedalam ruangan dimana ibunya ada, teriakannya pecah melihat ibunya, semua yang mendengarkan hanya bisa menarik nafas bersimpati.

"Bangun Bu. Easyi masih butuh ibu. Jangan tinggalkan Easyi sendirian" teriaknya lantang memecah keheningan di ruang UGD di pagi hari.

Langit cerah perlahan-lahan menjadi gelap. Hujan turun ikut berdukacita. Hati Easyi berat melepaskan tangannya dari pelukannya ke tubuh Sheba. Suster berusaha menarik lembut. "Kondisi pasien sepertinya sudah lama tapi tidak dirasakan sehingga fatal akibatnya". Penjelasan dokter sayup-sayup terdengar saat penjaga rumah bertanya lebih detail. Seorang suster mendekati Easyi, ada banyak proses yang harus dilakukan jika ingin menguburkan ibunya. "Maaf. Anda harus mengurus administrasi semuanya" perintah suster serba salah. Easyi menganguk saja dengan lemas, ia mengeluarkan kartu ATM supaya segera diproses. Selama ini ibunya menitipkan uang padanya jika ada sesuatu bisa dipakai. Penjaga rumah dan tetangga segera membantu keperluan pemakaman setelah Easyi memberikan tanda tangan pelepasan jenasah ibunya untuk dibawa ke rumah. Hatinya memberat. Ia segera memberikan kabar pada gurunya. Rumahnya ramai tetangga yang berdatangan dibawah hujan mengguyur. Easyi diam saja dihadapan jenasah ibunya saat ada dirumah. Air matanya habis di rumah sakit dan sepanjang perjalanan menuju rumahnya dengan ambulans. Sorot matanya kosong, tangannya terus mengusap badan Sheba yang kaku. Helaan nafas prihatin pada Easyi diberikan para tetangga. Mereka semua sangat tahu perjalanan hidup Sheba semasa hidup. Rumah yang ditinggali oleh Easyi sekarang termasuk warisan dari Barka almarhum bapaknya. Para tetangga tak mengira ketika akhirnya Sheba menikah lagi akan berakhir seperti ini. Sungguh nasibnya menyedihkan.

"Easyi, sabar nak"

Hanya ucapan itu yang di dengar oleh Easyi sepanjang hari hingga matahari tenggelam di tanah kuburan. Ia tak bergerak dari tempatnya. Menghela nafasnya berat, Easyi tak sangka akhirnya ia seorang diri. Semua orang sudah pergi tinggalkan Easyi sendirian berduka untuk ibunya.

Easyi bangkit berdiri dari duduknya. Penampilannya kacau balau. "Ibu, aku pulang dulu. Tenanglah disana, aku akan baik-baik saja" bisiknya pelan beranjak dari sana sambil sesekali menoleh untuk mengucapkan selamat tinggal. Langkahnya gontai tak tahu nasibnya ke depan bagaimana. Uang di ATM hanya tersisa untuk makan dua bulan. Semua biaya pemakaman di ambil dari tabungannya. Sheba tak memberikan apa-apa selama ia pulang, pekerjaannya sebagai agen asuransi hanya bisa untuk makan.

Semasa hidup Barka memberikan kenyamanan pendidikan untuk Easyi sehingga tak memerlukan pemikiran berat untuk biaya sekolah. Namun, untuk makan terpaksa Sheba bekerja mati-matian hingga akhirnya bertemu Jacko Santonir dan memutuskan menikah. Demi kebahagiaan Sheba, Easyi memilih sekolah yang ada asramanya supaya tidak menganggu kehidupan barunya. Tak sangka ia sekarang malah benar-benar kehilangan. Empat bulan terasa singkat untuk bersama kembali seperti dulu.

Bulan bertengger manis. Hujan sudah berhenti sejak sore. Lampu-lampu bermunculan menghias kota dengan gemerlap indahnya. Kota A termasuk kota yang dikuasai oleh satu orang. Semua pergerakan ekonomi atas perintah satu orang sehingga membuat geliatnya menarik orang datang mengadu nasib.

Jacko turun dari tempat tidurnya, sejak pagi perasaan gelisah menghantui. Ia berfikir menyalurkan gairahnya pada Raisa akan menghapus tapi nyatanya malah berkali-kali lipat. Dipakai celana panjangnya cepat lalu berjalan ke arah balkon. Tangannya sempat mengambil sebatang rokok dan korek api gas di atas meja. Asap membumbung tinggi mencari kebebasan. Entah mengapa ia terpikirkan nasib Easyi diluar sana. Mungkin seharusnya ia mencari Easyi dibandingkan Sheba. Ia berbalik masuk kedalam kamarnya mencari ponselnya. Bermaksud memberikan perintah pada orang kepercayaannya hingga matanya melihat pesan di ponsel yang ada di sosial medianya. Tiga bulan terakhir ia sibuk dengan pekerjaannya sehingga tak pernah ada waktu untuk membuka. Matanya melebar, membaca cepat pesan di kolom komentar tersebut, tangan gemetaran tak percaya. Jacko mengutuk dalam hati tentang kecerobohannya tidak memeriksa kebiasaan Sheba mengirim pesan padanya.

"Sheba..."

Kalaupun ada yang sama dengan dunia nyata...itu hanya kebetulan.

natalia_sintacreators' thoughts