webnovel

Kembali Berulah Menjadi Seorang Motivator

Hana bekerja di perusahaan Arsya menjadi sekretaris pribadinya.

Tidak seperti rekan kerja, terkadang mereka lebih terlihat seperti sedang bermain-main saja di kantor dan bahkan orang-orang mengira Arsya dan Hana pacaran.

Sudah sering tercerita kalau seorang atasan menjalin cinta dengan sekretasrisnya sendiri dan kadang berselingkuh.

Seperti ayahnya—Hendrawan yang menikahi selingkuhan sekretarisnya--Nia dulu.

Arsya tidak jadi melemparnya dan dia menunda kembali pas kecil itu di tempat semula dan kemudian duduk bersamaan dengan Hana yang melangkah menuju mejanya.

"Ada apa? Tanda tangan? Sudah sini, cepetan!" ucap Arsya nampak kesal.

Hana hanya tertawa saja melihatnya, sikap temannya yang sudah dia tahu bagaimana perangai Arsya kalau marah.

Meskipun begitu, Hana juga tahu kalau sikakp Arsya hanya karena emosinya yang tidak bisa stabil, dampak ditinggal seorang ibu tanpa kejelasan dan juga dihasut oleh ibu tirinya yang berkedok malaikat sedangkan hatinya seperti iblis.

Hana menyodorkan berkas yang perlu ditanda tangain oleh Arsya. Dia tampak serius meski cangat cepat membolak-balik berkas.

Hana hanya tersenyum. Arsya sadar kalau temannya—Hana terus melihatnya sembari tersenyum-senyum aneh. Arsya mendongak dan berhenti membolak-balok halaman berkas.

"Kenapa? Lo suka kalau perusahaan gue rugi?" tanya Arsya menuduh.

"Gile lo, kalau lo bangkrut nasib kerja gue di mana, hah? Tabungan nikah gue gimana?" Hana mempertanyakan hal yang logis menurutnya. "Gue suka kalau lihat lo ngamuk tiap hari. Berasa nonton tinju, bukg bukg bukg penuh adegan tinju gitu."

Arsya sudah selesai menandatangani berkas-berkas. Dia bersandar di kursi putarnya dan menatap Hana diiringi tawa sindiran.

"Emang siapa calon suami lo? Pacar aja enggak punya," ledeknya begitu santai.

Hana mengerutkan bibirnya dan mengambil berkas tadi yang sudah ditanda tangani oleh Bosnya dan dipeluknya di dada.

"Lihat aja nanti. Gue udah cantik dan percaya diri sekarang, Irwan pasti suka deh ke gue." Kepercayaan diri Hana meningkat dan dia masih mencintai lelaki yang menolak cintanya demi seorang perempuan yang dia sukai di sekolah.

Hana dengar, Irwan sudah putus dengan pacar di SMA-Nya dulu, tapi dia belum tahu kalau Irwan dijodohkan dengan Rachel dan mencintai Intan –yang jelas setelah tahu Irwan putus, pintu kesempatan seolah terbuka lebar untuknya.

Mereka sudah tak saling bertukar kabar setelah Irwan tahu kalau Hana menyukainya, terlebih karena mereka juga sibuk.

"Irwan lagi, Irwan lagi. Mau lo berubah lebih cantik pun dia tetap enggak akan pernah cinta ke lo, Han." Arsya tahu itu.

"Ya enggak apa. Kan ada lo yang masih jomlo," gumam Hani.

"Hah, bilang apa lo tadi?" tanya Arsya, samar-samar dia mendengarnya.

Hani tersenyum malu. "Enggak. Maksud gue, lo kebiasaan langsung tanda tangan aja nih berkas … enggak baca-baca dulu. Gimana kalau gue kasih surat pernyataan kalau perusahaan lo diberikan ke gue? Gimana?" Hana berandai-andai.

"Gue udah percaya sama lo."

"Asik, hati juga kan?" Hana oces. Dia mengerlingkan matanya. Arsya menatapnya penuh jijik.

"Udah pergi lo dari sini, gue mau semedi."

Hana tertawa terbahak-bahak. "Sekalian aja hibernasi, Pak." Dia langsung melenggang keluar, tak sadar Arsya tersenyum-senyum setelah diledek Hana.

Sudah jadi santapan setiap hari, mereka berdebat dan saling ejek.

"Dasar, jomlo!" gumamnya setelah Hana hilang dari ruangan. "Eh, gue juga jomlo ya. Ah … enggak peduli juga." Arsya kemudian memejamkan matanya dan mengangkat kedua tangan diletakannya di belakang kepala, membuat bantalan yang dia tekan ke belakang kursi putarnya sembari tumpeng kaki.

Kepalanya terasa jedat jedut. Tapi, lagi-lagi Arsya terperanjat.

Dia kembali mengingat sosok perempuan yang menangis semalam dan juga sosok lelaki yang datang ke ruangannya.

"Lo kenapa?" tanya si laki-laki. "Mimpi? Tidur ya lo, tadi?" tanyanya beruntun.

Arsya terkejut, dia baru melihat lagi sosok lelaki itu yang sangat sibuk sama seperti dirinya.

"Kayaknya salah nanya deh, lo yang kenapa? Wajah lo nampak stress gituh." Arsya kemudian keluar dari himpitan kursi dan rasa nyamannya saat tadi memulai semedi.

Arsya kemudian menyalami Irwan dan memeluk sahabatnya. Sempat berpikir kalau tadi Irwan berpapasan dengan Hana, bagaimana senangnya teman perempuannya itu ketika bisa melihat kembali lelaki yang dia puja-puja sejak SMA.

"Bro, udah lama lo gak nemuin gue. Ke mana aja lo?" tanya Arsya lagi.

"Lo tahu kan kita sama-sama sibuk. Giliran lo dong berkunjung."

Mereka kemudian duduk. Arsya hendak menelepon bagian dapur agar memberikan tamunya itu hidangan, tapi Irwan menolaknya.

"Oke, jadi lo kenapa? Masalah cinta lagi?" tebak Arsya.

Irwan menghela napas. "Percintaan gue rumit."

"Itulah, makanya gue mending jomlo. Kenapa lo enggak lanjut S2 aja? Biar jernih pikiran lo enggak bucin mulu, Wan." Arsya belum paham perasaan Irwan sebelum dia bercerita semuany.

Irwan terlihat begitu mencintai Intan dilihat dari gaya berceirtanya pada Arsya. Arsya menelan salivanya saat Irwan menangis.

Begitu lemahnya Irwan saat kehilangan seorang kekasih yang amat dicintainya dan terus saja dipaksa menikah dengan pilihan ibunya. Perasaan yang belum pernah dirasakan oleh Arsya.

Tapi, dia bisa berempati pada temannya itu.

Memberi tepukkan pada punggung saat Irwan menangis, seperti bukan seorang lelaki yang biasa dikenalnya sebagai seorang lelaki tegar.

Saat putus dengan pacarnya dulu, Irwan memang galau tapi dia tidak terlalu memikirkannya karena saat kuliah dan jauh dari perempuan itu, Irwan juga bisa melupakannya.

Berbeda dengan seorang janda yang sekarang tengah dia ceritakan pada Arsya.

'Emang perempuan itu cantik? Sejak kapan Irwan jadi suka janda? Enggak ada gadis perawan lain lagi gituh?' hati Arsya penuh dengan tanya tapi dia tidak berani bertanya langsung.

Cukup hanya hati dan pikirannya yang berdialektika mempertanyakan apa yang tengah dirasakan oleh temannya ini.

Tadi pagi, Irwan datang ke rumah Sarah dengan segudang harapan kalau Intan bersedia kawin lari dengannya. Tapi ternyata justru kabar buruk yang terdengar.

Intan sudah tidak ada dan Sarah juga tidak ingin memberitahunya. Nomor teleponnya juga diblokir oleh perempuan itu.

Bingung mencari keberadaan Intan, Irwan pun pergi menemui Arsya dan menceritakan kesakitannya.

Dia seperti orang linglung yang bingung dengan tujuan selanjutnya.

Di sinilah Arsya kembali berulah. Dia serasa punya peluang menjadi seorang Motivator.

Dia juga jadi ingal lagi pada Intan yang sudah dia berikan kata-kata dan membuat perempuan itu terhanyut memandangnya.

'Si Irwan kayaknya juga perlu gue kasih penerangan deh. Terlalu gelap otak dia dengan kebucinannya, sampe mau kabur dari rumah segala untuk ngehindar dari aturan ibunya,' Arsya mengobrol dengan dirinya sendiri.

Meskipun tahu perempuan yang dijodohkan dengan Irwan adalah sepupu tirinya sendiri—Rachel, tapi Arsya bersikap netral, bukan karena Irwan teman dekatnya juga.