1 JHD~1

Gerimis mengguyur kota Malang sejak tadi sore. Cewek dengan baju baby doll tengah berjuang keras menatap layar televisi dihadapannya. Matanya enggan terpejam sebelum dia bisa mengimbangi skor cowok yang berada tak jauh dari posisi duduknya, dia tidak akan tidur walau sampai larut sekalipun tadinya.

Dia berani taruhan untuk kali ini dia tidak akan kalah lagi. Jika dia kalah cowok yang hampir seumuran dengannya itu, boleh memakan jatah ice cream miliknya dalam minggu ini. Untuk kali ini dia tidak akan lengah. Untung saja hujan lebat menyamarkan suara cewek cempreng itu, jadi teriakkannya tidak akan terlalu terdengar jelas dari luar rumah.

"Bang, kalau main jangan curang gitu. Gue kalah kan jadinya" gerutu cewek itu dengan melempar stik playstation yang ia genggam sedari tadi.

"Bodo amat. Emang gue pikirin" cowok yang dipanggilnya Abang tidak peduli dengan apa yang dikatakan adik perempuannya.

"Siapa suruh ikutan main" tambahnya dengan menjulurkan lidah. Memang benar adiknya dulu yang menantangnya.

Merasa diremehkan oleh Abangnya, cewek tadi berdiri dan berlari mengejar Abang nya yang sudah dulu ngacir menghindar, untuk mencari tempat perlindungan. Dengan bermodal bantal sofa ditangan, cewek tersebut berhasil menggebuk tubuh Abang-nya. Berkali-kali pukulan bantal sofa itu berhasil mengenai, namun tak ada perlawanan dari cowok yang akan lulus SMA itu.

"David! Manda!! Ini sudah malam kalian besok sekolah jangan main game terus. Cepat tidur" tegur wanita paruh baya yang jika dilihat berumur hampir empat puluh tahun. Ia baru saja keluar dari ruangan yang berada dipojok sana, untuk memarahi kedua anaknya.

Bagaimana tidak marah setiap malam minggu dan malam senin anak-anaknya itu selalu ribut gara-gara game playstation.

David Aldito Aulyan. Anak sulung keluarga Alfina. Sekarang duduk di bangku kelas XII, bersekolah di SMA 2 Nusa Bangsa. Sebentar lagi dia akan lulus, tetapi sayangnya dia masuk jurusan IPS. Memang otaknya tidak sejernih adiknya dalam masalah pelajaran. Otaknya lebih menjurus kepada hal-hal yang ekstrim seperti bermain drum, games dan dia juga anak gunung. Kalian pasti tahulah istilah barusan.

Amanda Violita, anak bungsu dari keluarga Alfina. Umurnya hanya beda setahun dengan Abangnya. Tepat sekali, sekarang dia duduk dibangku kelas XI di sekolah yang sama, so pasti dia anak IPA dong. Cerewet itu jadi kebiasaannya dan hobi melukis hanya iseng saja. Cewek yang berpostur kecil dengan tinggi badan mencapai 160 cm serta bergigi gingsul. Walaupun dia suka ribut dengan Abang tersayangnya, sebenarnya hatinya baik kok.

"Dia dulu yang mulai ma" David menunjuk Amanda. Mulut Amanda menganga, dia tidak percaya David mengadu.

Raut wajah Alfina berubah, kedua tangannya dilipatkan didepan dada. Belum sempat mengeluarkan kata-kata, Amanda buru-buru naik ke lantai atas menuju kamarnya.

"Manda tidur dulu" teriak Amanda sambil berlari menaiki anak tangga. Sesampainya diatas Amanda teringat sesuatu bahwa tangannya masih memegang bantal sofa.

Seketika niat iseng Amanda keluar, dengan sengaja ia melemparkan kearah bawah bantal yang ia bawa tepat mengenai muka David.

"Sorry bang. Gue sengaja" ucap Amanda sebelum menutup pintu kamar.

David menggeram kesal dan meremas bantal yang dilemparkan Amanda. Alfina sendiri malah geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua anaknya itu. Hampir mirip tokoh kartun tom and jerry, setiap hari tanpa ribut itu hidup rasanya hambar.

Jam dinding ruang tamu menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Masih ada waktu enam jam lebih untuk beristirahat hingga besok pagi. Setelah mengucapkan selamat tidur untuk Alfina mamanya, David naik kelantai atas menuju kamarnya. Kamarnya bersebelahan dengan kamar Amanda. Momen untuk balas dendam akan dimulai esok pagi.

***

Kring kring kring

Jam weker berbentuk keroppi didalam kamar Amanda berbunyi nyaring mengganggu kenyamanan tidurnya. Amanda masih berusaha agar matanya mau terbuka lebar. Rasa kantuknya lumayan besar, karena siapa yang tidak ngantuk kalau jam tidurnya cuma enam jam.

"Ayolah Manda, lo nanti harus ulangan biologi" Amanda menyemangati dirinya agar matanya mau terbuka lebar. Bunyi jam weker masih mengalunkan suaranya, sangat berisik.

"Ini jam bisa diem gak sih!! Ini gue juga lagi usaha biar mata gue melek!!" dongkol Amanda. Dua menit berlalu akhirnya Amanda berhasil, pandangannya sudah tidak kabur lagi. Perlu kalian ingat kebahagiaan tidak selalu bertahan lama.

Memang pandangan Amanda sudah tidak kabur lagi dan semakin jelas setelah kedua matanya melihat jam menunjukkan pukul setengah tujuh pagi.

"Aaaaaaa!!!!" teriakkan Amanda terdengar dari bawah diruang makan. David dan Alfina tengah menyantap sarapan bersama. Mereka memilih sarapan duluan karena mengejar waktu kesibukan masing-masing daripada harus menunggu Amanda yang telat bangun.

Secepat kilat Amanda menuju kamar mandi, tidak butuh waktu lama cewek itu untuk membersihkan diri ala kadarnya. Lima belas menit Amanda turun kelantai bawah dengan tergesa-gesa. Rambutnya acak-acakkan tidak karuan. Sampai-sampai resleting rok abu-abu seragam kebanggaannya belum dinaikkan.

"Ma, Abang mana? Manda udah mau telat. Abang cepetan turun!!" tanyanya sambil melahap roti yang akan dimakan oleh Alfina. Kunyahan pertama semakin membuat hati Amanda tidak tenang, kegiatan sarapannya pun ia selingi dengan memakai kaus kaki.

"David udah duluan, barusan aja pergi. Katanya hari ini upacara dadakan. Dia dipilih menjadi petugas upacara lagi" tutur Alfina lembut.

"What?? David udah pergi duluan. Terus Manda gimana dong?" wajah panik terlihat dari rautnya. Hari ini adalah hari yang penting untuk mengikuti ulangan biologi.

Amanda tidak mau ada ulangan susulan lagi seperti minggu kemarin, ulangan sendirian didalam ruang guru. Bukan hanya merasa gugup ditatap oleh para guru yang seliweran, Amanda tidak bisa konsentrasi karena kebisingan ibu-ibu guru yang lagi ngerumpi soal guru barulah atau guru ganteng yang ada di sekolah.

"Ya naik ojek online kan bisa, itu punya handphone kenapa enggak digunain sih anak manis" jelas Alfina lembut.

"Argghh!! Ya udah Manda berangkat dulu ma, Assalamualaikum" pamitnya dengan meraih tangan kanan Alfina lalu menciumnya.

Didepan kompleks perumahan Amanda menunggu ojek online yang sudah ia pesan dengan raut wajah gelisah. Beberapa saat kemudian motor beat terhenti didepannya.

"Mbak Amanda Violita?" Tanya pengendara tersebut.

"Iya-iya ini saya Amanda, ayo cepet buruan berangkat mepet banget waktunya. Ini urusan hidup dan mati soalnya" tanpa basa-basi Amanda sudah langsung duduk.

"Oke kita ke SMA 2 Nusa Bangsa ya mbak. Dipakai dulu mbak helm nya" suruh driver ojek itu dengan menyodorkan helm kepada Amanda.

"Udah saya pakai ayo cepetan berangkat"

"Baca bissmillah dulu mbak" tambahnya lagi.

"Astagfirullah ini driver banyak banget maunya, iya bissmillah hirohmannirohim" jawab Amanda cepat. Semoga dengan jawaban seperti itu drivernya segera melajukan kudanya, eh motornya.

Motor ojek online yang ditumpangi Amanda melaju meninggalkan gerbang kompleks perumahan Griya Indah dengan kecepatan 60-80 km/jam. Hampir saja Amanda jantungan saat motor itu melaju kencang, dibalik sikap kalem si driver pada awal tadi ternyata bapaknya tahu banget kalau Amanda sangat buru-buru sekali.

Untung saja Amanda sampai didepan sekolah dengan keadaan selamat dan hampir juga terlambat masuk gerbang. Satpam yang patuh aturan itu baru saja berdiri dari tempat duduknya didalam pos dan berencana akan menutup gerbang sekolah saat Amanda berlari turun dari ojek dan tidak lupa membayar drivernya terlebih dahulu.

Upacara akan segera dimulai, Amanda berlari menuju kelasnya hingga menabrak beberapa fasilitas sekolah dan ia sudah tidak peduli dengan kejadian itu. Letak kelasnya lumayan jauh dari pengawasan para guru, cukuplah buat olahraga pagi-pagi seperti ini.

Sesampainya didepan kelas XI IPA 4 suasananya gaduh, belum ada siswa maupun siswi yang menuju ke lapangan, penghuni kelas masih lengkap.

Saat menenangkan pikirannya ditempat duduk yang berada di barisan ketiga dari depan bangku guru, Amanda bertanya kepada Meka. Sahabatnya yang letak tempat duduknya berseberangan dengan bangku Amanda.

"Mek, anak-anak kenapa enggak ke lapangan?" tanya Amanda dengan mengatur napasnya yang ngos-ngosan berat.

"Ngapain?" tanya balik Meka yang masih fokus bermain game pada handphonenya.

"Bukannya sekarang ada jadwal upacara?"

"Kata siapa? Kan minggu kemarin udah, jadi minggu ini upacaranya ditiadakan dulu. Kayak biasanya lah, lo sekolah udah berapa tahun sih masak sama peraturan sekolah sendiri lupa" sindir Meka halus. Mendengar penjelasan barusan Amanda tersadar bahwa David membohongi dirinya.

"DAVIDDDD!!!!" teriak Amanda. Kaca-kaca bergetar akan pecah, foto gambar presiden terjatuh ke lantai bahkan meja guru juga bergerak sendiri karena mendengar suara cempreng Amanda. Cuma bercanda, hehe.

"Woy Aman. Bisa diem gak? Telat masuk kelas udah ngoceh aja" celetuk cowok yang sedang duduk membelakangi Amanda, dia teman sebangku Amanda yang akan menjadi pendamping dikala senang dan duka, duduk setia disebelah Amanda selama satu tahun kedepan.

Namanya Alfian Wibisana. Biasa dipanggil Fian tapi dia tidak pernah mau dipanggil Fian, maunya dipanggil Al biar keliatan cool didenger seperti tampangnya, katanya gitu.

Alfian itu orangnya nyebelin, sok ganteng, jail tingkat dewa, sok perfect, sok cerdas tapi memang dia cerdas sih bawaan otaknya dari lahir, pokoknya semua yang berhubungan sama dia itu sok-sok banget deh.

"Lo itu yang harusnya diem! Aman-aman emang lo pikir gue pos polisi aman-aman mulu manggilnya" semprot Amanda dengan melempar remasan kertas kepada Fian.

"Kan emang bener nama lo Aman. AMANDA VIOLITA" bela Alfian dengan mengeja nama lengkap Amanda secara benar.

"Ya emang nama gue Amanda Violita tapi bukan berarti lo bisa manggil nama gue pake kata Aman nya aja. Panggil tuh yang lengkap, Amanda atau Manda" gerutu Amanda dengan mencubit bahu kanan Fian dan dia meringis kesakitan.

Guru biologi dengan ciri khas kepalanya yang botak tiba-tiba memasuki kelas dengan membawa tas khusus guru yang bisa dikategorikan masuk jaman penjajahan, hoho. Itu tas kesayangan milik beliau loh, jadi jangan ngetawain guru sepuh awas kualat. Beliau membawa banyak lembar soal didalam tasnya itu.

Amanda menghentikan aksi kejamnya sementara. Kedua mata Alfian menatap Amanda tajam bagai elang yang belum makan satu bulan. Itu sudah pertanda bahwa Alfian tidak akan mau memberi contekan kepada Amanda lagi. Tamatlah riwayat mu Amanda. Nama mu boleh saja aman tetapi nilai biologi mu lah yang tidak aman.

avataravatar
Next chapter