webnovel

Jangan Dekati Aku

eineinne · Teen
Not enough ratings
2 Chs

Rein

Hari ini pertamaku sekolah, kusebut hari pertama karena sejak kecil aku homeschooling.

Dan sekaranglah saatnya aku pergi ke sekolah sungguhan.

Kenapa aku homechooling? Aku tidak tau, yang jelas itu perintah ibu angkatku. Syukurlah nenek sihir itu sudah berpisah dengan ayah.

Ibu kandungku meninggal saat dia melahirkanku, dan ayah menikah lagi saat aku mulai sekolah dasar.

Tidak, ibu angkatku tidak jahat. Dia hanya tidak peduli dengan anak-anak ayah. Yang dia pedulikan hanya harta. Tapi tak penting.

Ayahku punya perusahaan dibeberapa negara. Entah itu perusahaan berlian, pakaian, makanan, mall, dan konstruksi.

Ayah punya 6 anak dan aku anak terakhir. Satu-satunya anak perempuan ayah.

Aku punya 5 kakak laki-laki yang umurnya tak jauh. Kakak pertama dan keduaku kembar, lalu lahir kakak ketiga dan keempat yang juga kembar.

Satu lagi? Dia kembar denganku dan untungnya dia bersekolah diluar negeri.

Entah ayah beruntung atau sial. Keenam anaknya lahir kembar, jika tak ada pengasuh, mungkin dia akan kewalahan.

Ayah tak pernah ada dirumah, dia lebih sering ada di negara orang.

Tak masalah, aku tau ayah sayang semua anaknya, hanya saja dia sibuk mencari uang untuk kami. Itu bentuk kasih sayang juga 'kan.

Aku tinggal dipanti asuhan yang ayahku dirikan, terbilang panti asuhan yang elite.

Ada sekitar 20 anak yatim piatu disini. 9 orang diantaranya seumuran denganku dan sisanya dibawahku.

Yah, ayah menyuruhku untuk mengurus panti asuhan.

Dan karena pembantu disini ayah pecat, untuk sementara aku harus menyiapkan segalanya sendiri. Aku harus mulai mencari pembantu yang bisa langsung kerja.

Sementara anak-anak sedang bersiap, aku menyiapkan sarapan untuk mereka yang sebentar lagi selesai.

Aku akan bersiap saat mereka sedang sarapan.

Oh ada telepon masuk ke ponselku.

"Ya halo!"

"...."

"Aku baik-baik saja, ayah!"

"...."

"Aku sedang menyiapkan sarapan untuk anak-anak!"

"...."

"Belum! Aku akan bersiap saat mereka sarapan!"

"...."

"Jangan khawatir, ayah! Aku tidak akan terlambat!"

"...."

"Ayolah ayah! Aku tidak apa-apa!"

"...."

"Hahahaha! Jaga kesehatan, jangan terlalu sering minum kopi! Ayah tau itu bahaya 'kan? Ah ya...anak-anak sudah turun! Aku harus mematikan teleponnya!"

"...."

"Iyaaa! Aku juga sayang, ayah!"

"...."

Setelah itu langsung kumatikan teleponnya. Sarapan sudah siap.

"Ah iya Yoshi! Tolong kau simpan sarapannya dimeja makan ya! Aku harus bersiap! Jika sudah selesai sarapan, tolong siapkan juga bekal makan siang untukku!" Titahku yang langsung pergi keatas untuk bersiap sekolah.

"Beres!" Itu yang kudengar dari yoshi.

◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻

"Perkenalkan nama saya Tachibana Rein!" Guru yang mengajar menyuruhku memperkenalkan diri dihadapan murid lain yang sekelas denganku.

Aku ditempatkan dikelas 2-A. Seharusnya aku masuk saat kelas 1 menengah atas, tapi ayah bilang masuk saja saat aku kelas 2.

Dan lihatlah reaksi mereka! Yang laki-laki melihatku dengan pandangan lapar, sedangkan yang perempuan beberapa sinis padaku.

Aku tau aku cantik dan ideal.

Guru menyuruhku duduk dibangku paling pojok dekat dengan jendela. Tak kusangka novel yang kubaca benar-benar kualami.

Masuk sekolah, pandangan murid lain, kursi pojok dekat jendela. Apa-apaan?!.

Aku berjalan menuju mejaku dan langsung mendudukinya. Pelajaran pertama hari ini seni, jadi kami pindah ke ruang seni.

"Oke...sebenarnya aku harus pergi sekarang! Jadi aku tugaskan kalian untuk mengambar teman kalian! Semua berpasangan, jika terdengar bel kalian harus kembali ke kelas! Selesai tidak selesai, kumpulkan diketua kelas! Dan ketua kelas, simpan gambarnya dimejaku!"

"Baik!" Ujar murid kelasku dengan serentak. Setelah itu guru seni pun pergi meninggalkan kami.

Semua orang sudah berpasangan, saling berhadapan lengkap dengan kanvas dan pensil mereka.

Oh ayolah, aku sulit bersosialisasi dengan yang lain.

"Ada apa Taki?" Tanya anak laki-laki, dia ketua kelasnya.

"Ah...itu..aku--" Yang ditanya terlihat gugup. Apa mungkin dia pemalu?.

"Belum punya rekan?" Tanya ketua kelas itu dan taki hanya mengangguk. Kurasa dia pemalu.

"Rein apa kau sudah punya rekan?" Aku hanya menggeleng.

"Jadi? Tunggu apalagi taki?" Taki berjalan mendekatiku dan duduk berhadapan denganku.

"A--aku! Aku taki!" Dia memperkenalkan dirinya padaku? Lucunya, dia terlihat mungil dibandingkan anak laki-laki lainnya.

"Salam kenal, aku rein! Kau bisa memanggilku rei atau ein, sesukamu saja!" Kataku berusaha ramah.

Aku langsung memulai menggambar mukanya, sesekali kulirik. Tapi anehnya dia hanya duduk diam menatap kosong kanvas.

"Ada masalah?" Tanyaku.

"Hah?! Tidak! Tidak ada!" Jawabnya panik. Aku berusaha mengintip. Ternyata dia tidak membawa pensilnya.

"Pakailah!" Kataku sambil menyodorkan pensil berwarna ungu kesayanganku. Aku suka sekali warnanya.

"Kenapa?" Tanyanya pelan sambil menunduk.

"Kenapa? Maksudmu? Tak mau pakai pensilku?" Tanyaku tidak mengerti.

"Pakai saja!" Aku langsung memaksanya untuk memegang pensilku. Aku memakai pensil lain.

"Baiklah! Terimakasih...ein!" Aku mengangguk dan kembali melanjutkan tugasku.

Entah perasaanku saja atau memang benar, aku merasa ada seseorang yang memperhatikanku.

Dengan hati-hati aku melihat ke sekitar, tapi tak ada yang memperhatikanku. Sampai akhirnya aku melihat seseorang dibalik tembok.

Dia melihat dari jendela ruang seni, dia diluar. Kenapa dia melihatku?.

Saat kucoba terang-terangan melihatnya, dia menghilang entah kemana. Siapa orang itu? Laki-laki atau perempuan? Apa dia mengenaliku?. Yah bisa saja bukan aku yang sedang dilihatnya.

Ayo ein, kembali fokus pada tugasmu!.

"Ada apa ein?" Tanya taki yang sepertinya sadar akan gelagatku yang aneh.

"Tak ada apa-apa!" Jawabku bohong.