webnovel

Bab 7. Astaga

Besoknya saat di sekolah, ujian masih berlangsung dan hari-hari menegangkan masih berjalan.

Randy menatap papan yang ada di depan ruang guru bersama 2 temannya, Ilham, dan Rafida. Mereka lagi-lagi melihat siapa orang yang akan mengawas ruangan mereka.

Mata mereka bertiga kembali kosong, wajah mereka pucat, dan mulut mereka menganga tidak percaya. Sebuah kebetulan yang tidak mengenakkan mereka dapatkan, karena yang akan jadi pengawas kali ini adalah kepala sekolah mereka langsung, Pak Hakam. Kumisnya yang tebal dan matanya yang tajam membuat aura mengerikan orang itu bertambah.

Farida menatap 2 temannya yang berada di pinggirnya dengan tersenyum setengah hati. "Sekarang adalah ujian Biologi dan Bahasa Indonesia, kan? Kenapa kita dapat pengawas yang menakutkan lagi?" Senyum hampanya semakin tidak karuhan.

Tidak seperti Farida, Ilham terlihat santai saat melihat nama pengawasnya. "Kenapa, siapapun pengawasnya juga tidak ada bedanya, kan?" Ilham bahkan tidak peduli dengan ujian.

Berapapun usaha yang dia lakukan, hasilnya tetaplah merah. Nilai KKM yang tinggi membuatnya tidak berharap banyak pada ujian ini.

"Bagaimana denganmu, Dy?" Ilham menatap Randy yang berdiri di antara mereka.

Randy memegang dagunya seperti orang yang sedang berpikir. "Aku tidak terlalu peduli dengan Biologi karena jelas akan gagal, tapi untuk Bahasa Indonesia yang merupakan bidangku, aku akan merasakan kesulitan berpikir karena gangguan aura ketakutan guru itu." Dia menundukkan kepalanya sambil menganalisis.

Wajah Ilham dan Farida yang tadi ketakutan menjadi lega karena Randy juga mengalami hal yang sama. Bisa dibilang ini adalah jiwa korsa teman, meskipun pasti ada penghianat diantara mereka.

"Ehm..."

Tiba-tiba ada suara berdehem dari belakang. Jika didengar dari suaranya yang besar, orang yang berdehem tadi adalah guru yang sudah tua.

Mereka bertiga membalikkan badan mereka dan melihat dengan pucat orang itu. Kumis tebal dan mata tajam, tidak salah lagi. Orang itu adalah Pak Hakam, orang yang dari tadi mereka singgung.

Pak Hakam tersenyum biasa namun terlihat kejam karena perawakan wajahnya. Dia menurunkan kepalanya tepat di depan wajah mereka bertiga.

"Siapa yang kalian sebut kejam?" Pak Hakam bersuara rendah.

Mereka bertiga terkejut dan langsung menarik kata-kata mereka.

"Ti-tidak, kami sedang membicarakan kehebatan anda!" (Farida)

"Be-betul, kehebatan anda dalam mengangkat motor gede dengan satu tangan sangat sering menjadi perbincangan para siswa." (Ilham)

"Anda adalah sepuh panutan kami!" (Randy)

Ekspresi tersenyum Pak Hakam masih terlihat. Dia menjauhkan mukanya dari mereka dan kembali ke posisi semula.

"Sudahlah, jangan ngobrol di sini! Ujian sudah akan dimulai, pergi ke ruangan kalian!" Pak Hakam memberi perintah pada mereka bertiga.

"Si-siap!" Ucap mereka bertiga bersamaan.

Mereka bertiga berlari ke ruangan tempat mereka akan ujian. Di perjalanan suara keluh mereka terdengar.

"Sial, kenapa kita malah bertemu saat sedang menyinggung orang itu?!" (Ilham)

"Entahlah, mungkin ini yang sisebut karma buruk!" (Farida)

"Jangan bilang ini terjadi karena dosamu!"(Ilham)

"Ya maaf!" (Farida)

"Hey, kita sedang berlari. Jangan banyak bicara, tenagamu akan cepat habis!" (Randy)

"Hehe, maaf!" (Ilham)

"Dasar, wakil club lari tapi tidak tahu!" (Farida)

Mereka bertiga sampai di depan ruanganan mereka. Saat masuk, perasaan Randy menjadi aneh.

Matanya tiba-tiba terfokus ke beberapa siswi. Dia seakan baru sadar kalau yang siswi-siswi yang ada disekitarnya kemungkinan adalah Justiciar atau Valkyrie.

Aura dari perasaan yang dia rasakan saat di Time Fracture ketika salah satu J atau V mendatanginya terasa di dalam ruangan itu. Farida juga adalah salah satu sumber aura itu.

Ini terlalu banyak, sekitar 1/4 siswi di ruangan itu adalah J atau V. Dia harus bersikap tenang, padahal kemarin saat di hari ujian pertama, dia baik-baik saja. Tapi perasaan dari aura mereka baru terasa saat Randy merasakan Time Fracture yang sebenarnya.

Dia harus bisa mengabaikan aura mereka yang menganggu. Ujian hari ini adalah yang terberat, karena diawasi oleh kepala sekolah. Akan sangat memalukan bila Randy gagal hanya karena diawasi oleh Pak Hakam.

Tak lama setelah Randy dan teman-temannya duduk di bangku mereka, Pak Hakam masuk ruangan itu dan memulai ujian.

Hasil Ujian.

Nilai Biologi (KKM : 70) :

Randy Aditya: 38 (gagal)

Farida Ayu Putri: 72 (lolos)

Ilham Darmono: 55 (gagal)

Nilai Biologi (KKM : 80) :

Randy Aditya: 92 (lolos)

Farida Ayu Putri: 32 (gagal)

Ilham Darmono: 78 (gagal)

Seperti biasa, Ilham selalu hampir berhasil dalam ujian. Butuh satu soal saja yang benar tapi dia tidak bisa menjawabnya dengan benar.

Randy sampai berpikir kalau ini adalah ulah J atau V yang ada di sekitarnya. Mereka menggunakan kekuatan mereka untuk membuat Ilham tidak bisa lolos satupun mata soal.

'Tunggu, jika itu benar, maka...' Pikirannya terbesit sesuatu.

"Magic Seal...!" Randy mengucapkannya dengan pelan tanpa ada yang bisa mendengarnya.

Seluruh sihir di ruangan itu akan berhenti dan tersegel untuk sementara. Tepat setelah Randy mengeluarkan sihir itu, salah satu siswi terkejut.

"Eh!" Suaranya yang kaget membuat seluruh siswa yang ada di ruangan itu menatapnya.

Dia terlihat malu karena dilihat oleh satu ruangan.

Randy langsung membentuk senyum puas. Targetnya sudah kena, tapi dia terdiam setelah menyadari wajah itu.

Randy membuka daftar nama siswa yang ada di ruangan itu dengan ponselnya yang baru saja dia ambil setelah ujian. "Jessica Maura Aya..." ucapnya lirih saat menyebut namanya.

Fandy membuka gambar yang dikirimkan ibunya kemarin malam setelah terjadinya Time Fracture. Dia membanding wajah siswi itu dengan yang ada di foto.

"Ternyata memang dia..." dengan ragu, Randy masih tidak percaya.

PAK

Ilham menepuk bahu Randy dengan tiba-tiba.

"Apa yang kau lakukan...?" Dia menatap layar ponsel Randy yang berisikan gambar siswi itu.

Mulut tersenyum bahagia. "Ternyata tipe seperti itu?"

"Tidak! Aku hanya mencari kerja!" Randy mengatakan yang sebenarnya.

Tidak ada gunanya berbohong pada temannya. Ilham yang mengerti maksud temannya langsung mengangguk-anggukan kepalanya.

"Begitu ya? Tapi kau terlihat seperti stalker." Ilham menatap kosong dengan perasaan ngeri ke arah Randy.

"Benarkah?!" Randy yang baru menyadari itu langsung terkejut.

Reputasinya akan hancur bila dia berbuat yang tidak-tidak. Dia hanyalah orang biasa yang tidak punya apa-apa, pasti akan sulit baginya bila kena masalah. Apalagi kalau berurusan dengan wanita.

"Tapi siswi yang mengintip di sana lebih menakutkan." Farida mendatangi mereka berdua sambil menunjuk menggunakan jempolnya ke arah pintu.

Mereka berdua melihat ke arah pintu. Seorang gadis berambut hitam pendek sebahu menatap ke arah mereka dengan tatapan super dingin.

Ilham yang melihat itu langsung berubah ketakutan. "Apa yang diinginkan dia?! Aku sudah cukup trauma dengan kejadian saat itu!" Ilham mengacu pada hari pemilihan ketua club.

Salah satu murid yang mau keluar dari ruangan mencoba berbicara dengannya. "Ira, apa kau mau menemui seseorang. Jika iya, lepas sepatumu dan masuklah." Murid itu memperkeruh situasi.

Setelah ada ijin dari salah satu murid, Ira berjalan mendekat ke kekumpulan mereka. Farida yang merupakan Justiciar dan Ilham yang curiga dengan niat jahat Ira mencoba menahan siswi itu.

"Mau apa kau kesini?!" Ira mengatakan sebuah kata yang membingungkan tapi Randy sudah paham maksudnya. Maksud dari kata itu adalah: 'Apa rencanamu sampai mendatangiku?!'

Ilham yang juga merasa curiga ikut menanyainya. "Apa urusanmu, bukankah menginjak-injakku saat itu sudah cukup?!" Perasaan Ilham soal kejadian itu masih belum hilang, dendamnya masih membekas pada siswi itu.

Mereka berdua yang mencoba menghalangi Ira dari Randy yang tidak bersalah malah membuat Ira semakin muak. Dia mengangkat jarinya ke bibirnya dengan malu-malu.

"A-ada apa dengan kalian, aku hanya ingin bertemu Randy," ucap Ira dengan tersipu.

"Hah?!" Secara bersamaan Ilham dan Farida mengucapkannya.

Mereka berdua menoleh ke Randy dengan perlahan. Tatapan mereka seperti ingin bertanya-tanya.

Seisi ruangan yang tadi ramai karena para murid yang membicarakan kisi-kisi pelajaran selanjutnya, malah menjadi sunyi seperti ditinggalkan. Mata mereka tertuju pada Randy, Ilham, Farida, dan Ira.