webnovel

It's A Secret Mission

Segala kesempurnaan yang dirasakan sekarang ini, hanya itu saja yang dapat dilihat oleh kebanyakan orang. Tanpa tahu kenyataan dibalik topeng kesempurnaan tersebut. Itulah yang dirasaka oleh Valerie Hala Diatmika dan Nararya Adhi Julian. Dua orang yang dipandang sebagai makhluk tuhan paling sempurna, tidak memiliki kekurangan sedikitpun. Setidaknya itulah yang banyak terlihat, tetapi pada kenyataannya mereka berdua sama-sama mencari jalan menggapai misi rahasianya untuk membuang segala keterpurukannya dibalik topeng palsu mereka dan mencari arti kebahagiaan yang sesungguhnya.

Wassap29 · Fantasy
Not enough ratings
325 Chs

Five

Saat ini Valerie tengah disibukkan dengan pengajuan proposal dari salah satu production house yang meminta cafe miliknya dijadikan tempat untuk lokasi syuting dari salah satu sinetron terbaru milik mereka.

Memang prosedurnya seperti itu jika ada yang ingin menyewa untuk urusan komersil.

Tok

Tok

"Mba Val..." panggil Rani saat dia membuka pintu ruangan kerja Valerie.

"Kenapa Ran?" Jawab Valerie sembari menatapnya sekilas, lalu kembali membaca proposal.

"Anu mba... ada yang nyariin mba" jawab Rani.

Mendengar ucapannya barusan, Valerie menatapnya lagi diikuti dengan sebuah kerutan di dahi. Pasalnya, kalaupun ada yang mau bertemu Valerie, pasti sebelumnya sudah membuat janji terlebih dahulu.

"Siapa?"

"Gatau mba.. bapak-bapak pokonya. Tadi sih saya udah tanya, bapaknya tu udah buat janji sama mba atau belum. Terus bapaknya bilang belum dan gausah buat janji segala katanya"

"Yaudah, nanti saya keluar. Suruh tunggu aja dulu"

"Iya mba"

Selepas Rani keluar dari ruangan Valerie, dia sudah segera menyudahi pekerjaannya sejenak, kemudian beranjak dari kursi lalu keluar. Saat Rani melihat keberadaan Valerie, dia langsung saja memberitahu dimana posisi orang yang mencarinya barusan. Valerie pun mengikuti arahannya Rani dan menemukan orang tersebut, segera saja dia menghampiri bapak-bapak yang mencari dirinya.

"Permisi, bapak car-"seketika ucapannya Valerie berhenti. Dia langsung terdiam begitu melihat siapa orang yang ada di hadapannya sekarang ini.

Rasanya dia ingin langsung pergi saja dari hadapannya, dan tidak mau melihat atau berurusan dengan orang ini lagi.

Nafasnya pun seketika memburu, diikuti tangannya yang langsung mengepal dengan sangat kuat. Sebisa mungkin Valerie harus menahan emosinya, jangan sampai emosinya meluap. Mengingat saat ini pengunjung di cafe lumayan banyak, dan lagi orang ini pasti akan bingung dengan sikapnya.

"Valerie?" Ujarnya diikuti dengan senyuman yang ramah. Tapi senyumannya itu malah membuat Valerie sangat muak.

Dengan amat sangat terpaksa Valerie membalas senyumannya walaupun tipis, saking tipisnya sampai tidak yakin sebenarnya apakah dia benar terlihat tersenyum atau tidak.

"Bapak mencari saya?" Tanya Valerie, melanjutkan kembali pertanyaan barusan yang sempat terpotong.

"Iya, saya mencari kamu. Tapi duduk lah, masa iya kamu berdiri begitu" balesnya dengan nada yang sangat bersahabat.

"Ah iya maaf" balasnya kikuk.

"Kamu kayanya sedang sibuk, saya mengganggu kamu ya?" Tanyanya. Ingin sekali Valerie menjawab dengan sangat lantang kalau 'ya! Anda sangat mengganggu. Saking ganggunya, saya sampe gatahan pengen ngusir anda dari sini!'. Tapi sayangnya dia tidak bisa seperti itu, karena lagi-lagi suasananya masih ramai. Mungkin kalau sepi, Valerie masih bisa mempertimbangkan keinginannya barusan, tidak peduli dengan reaksinya. Yang terpenting orang ini bisa pergi.

"Eum.. tidak, tidak apa-apa. Lagipula saya ga terlalu sibuk" ujar Valerie seadanya sambil tersenyum canggung.

"oh iya, kemaren om kesini. Terus ketemu sama karyawan kamu kayanya, dia laki-laki. Dia bilang kalau cafe tutup, jadi om titip aja bunganya sama dia. Gimana? Kamu suka sama bunganya? Itu om sengaja minta khusus spesial buat kamu" bisa dipastikan, kalau Valerie yang mendengarnya amat sangat geli. Rasanya dia sudah seperti sedang digoda oleh pria hidung belang. Ditambah lagi cara berbicaranya seolah-olah kalau dirinya sangat akrab sekali dengan Valerie.

"Ah.. iya. Bunganya bagus. Makasih"

"Kamu ko keliatan tegang gitu? Santai aja.. lagipula om gaada niat jahat ko, santai aja Valerie. Anggap kita ini keluarga"

"Engga ko Pak, saya ga tegang sama sekali. Cuman agak aneh aja, soalnya saya gakenal bapak itu siapa"

"Loh.. jangan panggil bapak dong. Panggil om aja gapapa, atau mau manggil ayah juga boleh"

Valerie yang mendengar hal tersebut hanya bisa terdiam, sambil menunjukkan raut wajah bingung karena dia tidak tahu harus meresponnya seperti apa.

"Valerie? Ko diem?"

"Oh! Eum.. gapapa, tapi maaf. Saya agak kurang nyaman kalau harus manggil om."

"yasudah, tidak apa-apa.. senyaman kamu aja mau manggil om apa"

"Ngomong-ngomong, kapan kamu buka cafe ini Val?"

"Udah 2 tahun, tahun ini jalan ke-3"

"Wah.. udah lumayan juga ya. Hebat sekali kamu jalanin bisnisnya. Om denger-denger juga, kamu bangun cafe ini seorang diri?"

"Ya.. kurang lebih gitu, modal nekat aja sih sebenernya pak"

"Bagus! Hebat sekali kamu, mental kamu itu sudah terbentuk untuk menjadi seorang pengusaha. Om bisa ngeliat dari muka kamu sekarang ini, cikal bakal pengusaha sukses udah terlihat jelas di muka kamu sekarang ini Valerie"

Semua orang suka dengan pujian, begitupun juga dengan Valerie. Dan dari setiap ucapan yang keluar dari mulut bapaknya ini, hanya ucapan yang ini yang bisa membut Valerie tersenyum dengan lebar.

Karena rentetan kalimat yang keluar dari mulutnya tersebut scara tidak langsung adalah sebuah doa untuk dirinya. Dalam hati tentu saja Valerie meng-aminkan dengan sangat kencang, siapa tau omongan bapaknya ini menjadi kenyaatan.

"Amiin.. terima kasih banyak pak. Sebenernya ya saya masih banyak belajar juga"

"Wajar.. pelan-pelan aja dulu, lagipula gaada yang bisa langsung sukses dengan cepat bukan? Kecuali kalau orang itu ngepet, atau pesugihan mungkin" ujarnya sambil tertawa. Sementara Valerie hanya tersenyum kikuk, dia ingin sekali memaksakan untuk tertawa. Namun entah kenapa otot-otot yang berada di sekitaran mulutnya susah sekali untuk membuka mulut yang lebar. Dan suaranya pun seakan menolak untuk keluar.

"Eum.. maaf pak, anu- saya boleh nanya sesuatu?"

"Boleh! Tentu saja boleh"

"Sebelumnya maaf kalau ucapan saya ini terkesan lancang. Tapi kalau boleh saya jujur, saya merasa tidak nyaman. Saya sebelumnya sudah bilang juga sama bapak kalau saya tidak tahu bapak itu siapa, dan saya juga merasa tidak nyaman karena cara bicara bapak yang seolah-olah sudah kenal lama dengan saya. Padahal tidak. Saya dengan bapak tidak pernah bertemu, dan kita juga tidak saling mengenal"

Bukannya menanggapi ucapannya Valerie, bapak yang Valerie tidak ketahui namanya siapa itu hanya tersenyum seraya mengetuk-ngetuk jari telunjuknya ke meja.

Dari senyuman yang ditunjukkan oleh beliau, sama sekali tidak terlihat seperti senyuman licik, sinis, atau apapun itu yang maknanya negatif. Justru sebaliknya, beliau tersenyum lembut. Terkesan seperti memaklumi jikalau Valerie merasa tidak nyaman akan keberadaannya.

"Om minta maaf.. maaf kalau om sudah buat kamu tidak nyaman. Tujuan om datang ke sini itu memang ingin bertemu dengan kamu Valerie, om juga ingin kenal dengan kamu, akrab dengan kamu layaknya keluarga. Tapi kalau om terkesan seperti orang aneh di mata kamu, om minta maaf." Ujarnya dengan lembut. Menambah kesan seperti bapaknya ini memang meminta maaf dengan sangat tulus.

"Bapak jangan seperti itu, kesannya saya seperti orang yang jahat"

"Tidak Valerie, kamu anak yang baik"

"Jadi, kalau boleh saya tau, om itu siapa?"

"Nama om itu Heri, om adalah calon suami ibu kamu Valerie"