1 Pria Misterius

Malam ini adalah moment berharga bagi semua orang yang sedang berada di auditorium megah dan terbilang cukup besar yang ada di suatu distrik kota. Dimana cahaya berbinar dan berpencar di segala arah tepat membuat auditorium serasa lebih hidup.

Tidak kebanyakan dari para lautan manusia yang memenuhi gedung ini pula berpakaian rapih. Setelan jas resmi untuk kebanyakan kaum lelaki berserta batik modifikasi yang menyilimuti erat para pengguna kaum wanita segala umur, bagi kaum yang mendapat undangan resmi. Dan sebagian lainnya hanya memakai baju casual mereka.

Tepatnya di salah satu balkon depan gedung auditorium itu terpampang jelas sebuah tulisan yang isinya bisa dilihat dengan jarak tidak lebih dari sepuluh meter dari kejauhan. "Konser Tunggal 'Serenity on Insanity'".

Sebuah konser dari seorang artis wanita terkenal di kancah negeri ini. Yang sedang diberi wejangan atas peluang dirinya bisa menggelar konser tunggal pertamanya oleh sang managernya, dan merupakan ajang baginya untuk naik pangkat di dunia musikalisasi.

Sekarang tinggal waktu yang berdetik untuk memastikan bahwa satu setengah jam lagi konser akan dimulai. Sudah terlihat beberapa tamu undangan yang datang, terlebihnya bagi para penonton konser yang pastinya membeli tiket dengan rogoh kocek terlalu tidak cukup dengan satu kali gaji di atas rata-rata Umr tiap bulannya.

Untuk tamu undangannya sendiri mendapat ruangan VIP yang dapat digunakan untuk bersantai selagi menunggu konser akan berlangsung kurang lebih dalam waktu satu jam saja. Dan bagi penonton pastinya menunggu di area altar depan auditorium yang memang sudah disiapkan bagi mereka.

Karena waktu konser masih akan berlangsung lama namun suasana yang sedang terjalin tepat di tengah-tengah panggung dan beberapa tempat duduk penonton sangat sibuk. Mengingat jika ternyata konser tunggal ini tidak akan main-main untuk diselenggarakan.

Sebaliknya, salah seorang wanita yang tidak lain adalah tamu undangan konser VIP ini sedang mencari cara agar dirinya tidak berada di dalam kekangan suasana keramaian yang ditimbulkan oleh pihak keluarganya yang sedang bersantai di sebuah bilik ruangan megah punya auditorium ini sesaat mereka semua berbahagia karena anggota keluarga kesayangan mereka akan menyelenggarakan konser tunggal.

Vanka sedang melarikan dirinya. Dia merasa tidak bisa berlamaan di dalam ruangan itu, di mana sebelumnya beberapa anggota keluarganya menyeletuk sesuatu yang menyinggung perasaannya.

"Vanka kamu kenapa sih kok belum layak, selayak kedua Kakak-kakak mu ? Gimana bisa kamu punya salah satu Kakak kayak Kak Lisya yang adalah musisi papan atas," kata Mama Rina. Mama kandungnya yang mengatakan jika dia, Vanka. Tidak sama sekali bisa di sandingi dengan sang Kakak yang adalah musisi papan atas.

Bukannya Vanka malah memperbesar masalah tanpa dia balas perkataan Mama Rina, selebihnya di kerumunan yang tidak salah mendengar perkataan Mamanya itu. Semua orang di sana pun mulai mengomentari pedas Vanka. Salah satunya adalah Kakaknya, Syika.

"Sudah lah Mah, jangan kasih Vanka cibiran nggak berfaedah kayak gitu. Nggak akan dijawab sama Vanka dengan kejadian pasti. Kapan dia bisa sesuai sama apa yang kita mau," tutur Kakaknya Syika. Yang membuat jengkel Vanka bukan main.

Karena memang perkataannya itu terdengar sopan, tapi sebenarnya arti di baliknya itu yang mengundang amarah Vanka. Dan itu tidak bisa dijelaskan sehingga Vanka merasa ingin menghindar dari ruang tunggu itu.

Entah bagaimana perasaan Vanka saat ini. Di saat sedang menusuri taman belakang auditorium yang lumayan indah bersamaan dengan perasannya yang kalang kabut. Di hari konser tunggal Kakaknya, Lisya. Jujur, Vanka tidak bisa berbahagia sama dengan kebanyakan anggota keluarganya.

Singkat cerita, Vanka adalah anak yang memiliki peruntungan nasib yang tidak beruntung. Tidak diminati sebagai sanak keluarga nya sendiri yang menyandang sebagai keluarga konglomerat yang kaya raya. Dia hanya tidak bahagia dengan keadaannya yang 'tidak dianggap'.

Ingatan Vanka kembali menjelajah ke beberapa waktu silam saat dirinya baru melihat sang Kakaknya sudah resmi naik debut menjadi musisi dan sangat terkenal di saat itu.

Beberapa keluarga seperti malu memiliki anak layaknya dia, Vanka. Pasalnya, keluarga tidak mengira. Kakaknya yang dulunya sama disayang dan diberi harta sama rata bisa sesukses ini sekarang.

Memang Vanka masih ingat betapa dirinya dulu suka diberi oleh sanak keluarganya, namun baginya pemberian itu adalah bukti bahwa dirinya memang diberi harta saja. Bukan komitmen yang sama dengan Kak Lisya. Kakaknya, seorang musisi.

Langkah kaki Vanka berhenti saat dia berada di sebuah depan kolam koi yang ada tepat di sudut bangunan auditorium ini. Dia melihat ikan yang terkenal sebagai lambang keberuntungan itu, berenang ditemani lautan cahaya terang berwarna keemasan.

Di saat itu dia mencoba berjongkok dengan anggun karena memakai rok modifikasi batik yang melekat di tubuhnya ketat. Membuat dirinya tidak leluasa berjongkok hanya untuk menyentuh permukaan air yang semi dingin untuk menyadarkan dirinya. Agar dia bisa tidak dalam keadaan seburuk sedari pemikirannya tadi.

Tangannya akhirnya menyentuh permukaan air, membuat ikan koi tersebut menyebur menyeruak ke dekat tangannya yang hangat. Dengan suara percikan yang dia timbulkan itu, tidak lama dia mendengar suara lelaki membuyarkan fokusnya yang masih berkutat dengan ikan koi manis di sekeliling tangan yang ada di dalam air.

"Apa kamu tidak masuk? Kurasa kamu tamu VIP? Kamu memakai baju terlalu formal. Apa kamu saudara Lisya?" tanya satu suara bass seorang lelaki yang ada di belakang Vanka, berdiri tegak layaknya menemukan suatu hal janggal. Yang ingin mengusik keberadaan seseorang yang aneh baginya. Iya, seorang wanita yang tidak masuk bangunan auditorium saat acara konser tunggal akan terselenggara dalam kurun waktu lima belas menit saja ini.

Karena mengetahui ada yang memanggil akhirnya Lisya pun berdiri secepatnya dan membalikkan tubuhnya dengan membasuh tangannya bekas ciuman dari mulut ikan koki yang menggelikan baginya. Di depannya sudah ada seorang lelaki jantan. Kelihatan gagah dengan balutan batik warna ungu sangat gelap. Rahang yang tegas dengan bekas breaded di sekitar rahang, mata hangat bahkan badan tubuh atletis yang menurutnya dinilai 10 by 10 itu. Sedang mengajaknya untuk masuk karena konser akan berlangsung.

Vanka pun berjalan mendekat ke arah lelaki itu, dan dirinya berancang menjawab pertanyaan dari lelaki di hadapannya.

"Hanya mencari udara segar saja. Bagaimana bisa aku tidak melewatkan konser orang terdekatku. Iya aku adalah salah satu tamu VIP," kata Vanka yang menjawab saat itu hampir mengulum senyum menghadap ke arah si lelaki ini.

"Oh,, tidak banyak ada orang di sekitar sini. Kenapa kamu yang tamu VIP bisa-bisanya ada di sini," kata lelaki dengan tangan sebagian yang sedari tadi masuk ke saku celananya. Yang baru disadari oleh Vanka.

"Iya, begitulah. Aku hanya tidak suka dengan konser ini," jawab Vanka yang kemudian dengan kedua tangannya refleks menutup bibirnya. Telah berkata terlalu frontal ke hadapan lelaki yang belum dikenalnya.

Namun reaksi lelaki itu hanya tertawa dengan renyah dan membuat Vanka terkesima karena dirinya malah membuat Vanka semakin tidak terbeban atas ucapannya terakhir itu.

Seketika karena Vanka semakin dibuat penasaran atas siapa lelaki itu, dirinya pun menjulurkan tangan kanannya. Untuk berkenalan dengan sang lelaki super berkharisma yang ada di depannya.

Sayangnya tidak lama setelah itu, sepupunya yaitu Yuma memanggil Vanka dari kejauhan. Mau tidak mau tangan yang tadinya terulur harus kembali disejajarkan dengan tubuhnya. Karena Yuma memanggilnya, Vanka pun mengatakan kalimat terakhirnya kepada si lelaki ini.

"Maaf, aku dipanggil sama salah satu keluargaku. Kalau gitu, aku duluan ya. Makasi sudah mau menyapa," kata Vanka dengan beramah tamah ke lelaki itu. Dan tanpa menunggu jawaban dari Si lelaki ini, akhirnya Vanka berjalan setengah mempercepat temponya agar dia bisa langsung mengajak pergi Yuma. Dia tidak mau Yuma melihat dan menggosipkan sepupunya bersama lelaki lain dengan worst scenario jika dia sendiri tidak sempat berkenalan dan mengetahui nama lelaki barusan itu.

"Loe gue cariin kemana-mana, Vanka. Konsernya sudah mau mulai. Dan, tunggu. Kok kamu berduaan aja sama seorang lakik di tempat ini ?" Yuma menyerocos merasa jengah mencari sepupunya yang diberi wejangan oleh Mama Rina untuk mencari Vanka dimana berada karena konser Kakaknya Lisya, sudah mau dimulai.

"Bukan kenalanku, Yuma. Tadi aku tuh sendirian aja, tapi lakik tak dikenal itu tanya kenapa aku sendirian liatin ikan koi," kata Vanka yang kemudian langkah kaki mereka berdua beradu untuk mulai pergi menuju ke tempat duduk mereka tepat di bagian paling depan dari panggung konser Kakak Vanka, Lisya.

Tidak lama mereka berdua pun sudah masuk kembali ke dalam gedung konser lewat pintu depan. Tadinya Vanka dan Yuma harus duduk di sebuah kursi VIP di paling depan dari segala kursi yang ada. Namun entah mengapa Vanka memilih untuk duduk di sebuah kursi kosong yang ada di salah satu lautan penonton yang menonton di sana pula. Dirinya memilih aman dengan menghindari keluarga nya.

Konser sudah dimulai, dan sudah pasti suasana gedung pun ramai dengan sorakan banyak penonton di sekeliling Vanka. Kak Lisya memang punya suara yang indah dan melantun dengan pas. Semua nada indah mengalun serta setiap sudut aura suara yang dikeluarkan juga sama mencengangkan. Pasti tidak mudah untuk ditebak.

Vanka larut dalam suara Kakaknya, pandangannya kini beralih dari si Kakaknya yang sudah menyelesaikan lagu keduanya dari kurang lebihnya ada belasan lagu yang akan dinyanyikan.

Pandangannya merubah saat Kak Lisya mengatakan terimakasih atas kedatangan semua penonton dan juga keluarganya di konser tunggalnya ini. Karena fokus pandangan Vanka berada di kursi VIP, entah mengapa Vanka melihat sebuah siluet pandang. Badan tegap milik lelaki yang duduk di salah satu kursi VIP yang bukan berasal dari keluarganya. Sama seperti baju batik berwarna ungu gelap yang tadi bersamanya sebentar.

"Siapa lelaki itu?" pikir Vanka mencoba menerawang jelas mungkin saja dia melihat salah satu petunjuk akan keberadaan meja VIP yang ditempati oleh sosok lelaki itu. Namun penglihatannya nihil.

Dia tidak bisa melihat lebih lanjut nama tertanda pada meja VIP yang disinggahi lelaki tersebut. Sekilas lantunan lagu ke-tiga yang dibawakan Kakak Lisya kembali mengalun, membuat Vanka akhirnya menikmati sisa malamnya dengan mendukung Kak Lisya di konser tunggal pertamanya ini.

avataravatar
Next chapter