webnovel

Istriku Cintaku

Russel Hawkes seorang pengusaha kaya dengan pesona yang tidak kalah kuatnya menjadi sosok yang banyak di idam-idamkan oleh para wanita. Mereka rela antri untuk sekedar melihat wajahnya atau jika beruntung akan mendapat kedipan mata darinya. Hal itu sangat lumrah bagi Russel. Dia sangat menikmati pesona nya yang selalu bisa membuat para wanita bertekuk lutut di depan nya. Tapi, suatu ketika dia di hadapkan oleh perjodohan orang tuanya dengan seorang wanita yang dengan jelas menolaknya? Bagi Russel, harga dirinya terinjak-injak melihat hal itu. Dia merasa marah dan ingin sekali menaklukan wanita itu. Hingga pernikahan itu terjadi, Russel merasa istrinya sangat dingin dan acuh. Di hari pertama menikah, mereka bahkan tidak saling sapa? Russel merasa pernikahan nya benar-benar aneh. Hingga lama-lama, Russel merasa jika istrinya menyembunyikan sesuatu atau mungkin luka yang dia alami dan dia simpan sendiri. Russel bertekad untuk menguak semua itu hingga hal itu membuatnya justru jatuh cinta dengan istrinya. Russel berusaha membuat isterinya jatuh cinta dengan nya dan melupakan masa lalunya. Russel mengerahkan semua yang dia bisa hingga hati Evelyn istrinya luluh dan kembali membuka hatinya. Tapi, suatu ketika masa lalu itu kembali dan membuat rumah tangga Russel di ambang kehancuran. Bisakah Russel membuat Evelyn tetap bersamanya? Atau mungkin Russel lebih merelakan Evelyn pergi?

Etik_8527 · Teen
Not enough ratings
3 Chs

Episode 3

HAPPY READING..

BUDAYAKAN VOTE DAN LIKE SEBELUM BACA. DUKUNG AUTHOR .. GRATIS KOK... 🤗🤗

__________________________________

Evelyn merasa waktu berhenti di detik itu juga. Dia bahkan tidak mendengar jeritan tangis Juli yang tidak percaya jika anaknya mati. Bayang-bayang Peter yang tertawa dan wajah kesal nya terus terlihat dimatanya. Evelyn tidak percaya jika Peter akan meninggalkan nya. Bahkan... Permintaan terakhirnya terngiang-ngiang di telinganya.

'Can you give kiss, baby. '

Hingga bayangan hitam membuat Evelyn tidak ingat apapun lagi. Ketika membuka mata, dia sudah berada di kamarnya.

'Apa tadi itu mimpi ' pikir nya.

Evelyn mencoba menelfon Peter, memastikan dia baik-baik saja. Tapi, telfon nya mati. Dengan terburu-buru, dia keluar dari kamarnya dan bertemu dengan Momma dan Dadda nya yang berada di ruang tamu.

"Darling, kau mau kemana? " Tanya Nancy ketika melihat putrinya terburu-buru keluar.

"Mom, aku harus kerumah Peter. Dia tidak mengangkat telfon ku. " Jawabnya gusar.

Nancy merubah wajahnya sedih dan prihatin. "Darling, Peter sudah tiada sayang. " Ucapnya pelan. Dia tidak ingin putrinya kembali pingsan seperti waktu itu dirumah sakit.

Sontak, kilasan mimpi buruk itu kembali teringat olehnya. Jadi, itu bukan mimpi? Itu kenyataan? Batinya.

"Lalu... Kenapa Momma dan Dadda di sini? Ayo kita kerumah Peter untuk memakamkan nya. " Ucap Evelyn dengan wajah tegarnya. Evelyn mencoba tidak menangis. Tidak. Tidak sekarang.

Kembali, Nancy seolah tidak kuat jika harus mengatakan hal ini pada putrinya. Thomas berjaga di belakang jika putrinya kembali rubuh.

"Mereka sudah memakamkan nya sayang. " Ucap Nancy pelan.

"What?! Mereka memakamkan nya tanpa menungguku?! " Seru Evelyn kaget. Dia tidak percaya jika orang tua Peter sekejam itu padanya.

Evelyn tidak terima, dia keluar dari rumahnya terburu-buru. Nancy dan Thomas mengikutinya. Ketika Evelyn masuk kedalam mobil, Thomas langsung menghentikan nya.

"Kau tidak boleh mengemudi, Eve." Thomas mencekal tangan Evelyn dan menariknya keluar.

"Aku harus kesana, Dad.. " Teriak Evelyn.

"Okay, Dadda antarkan. Bersama Momma. Oke.. " Kata Thomas.

Akhirnya mereka bertiga sampai Mansion orang tua Peter. Evelyn turun dengan tergesa-gesa dan masuk.

"Kenapa kalian tidak menungguku? Kenapa kalian tega padaku?! " Teriak Evelyn pada Juli dan David yang berada di ruang tengah. Mereka kaget dengan kedatangan Evelyn yang tiba-tiba.

Juli menghampiri Evelyn, wajahnya menyorot kesedihan yang masih terasa. "Maafkan Mami sayang. Mami tidak ingin kamu kembali hancur. " Kata Juli dengan sesal. Dia tidak tahu jika amarah Evelyn akan sebesar ini.

Evelyn menatap keduanya dengan tatapan kecewa. "Aku calon istrinya, aku berhak melihatnya disaat terakhir.!! Kenapa kalian tega padaku.!! "

David mengusap bahu Juli, istrinya itu menangis sesal. David juga merasa bersalah. "Maafkan kami, Eve... " Ucap David sesal.

"Aku tidak akan memaafkan kalian.!! Tidak. Akan. Pernah.!! " Kata Evelyn menekan. Dia begitu kecewa dengan perlakuan mereka. Detik terakhir nya harus terlewat dan tidak bisa kembali diulang.

Evelyn berbalik dan pergi keluar. Dia menyentak tangan Juli yang mencoba menghentikanya. Dia msuk ke dalam mobil dan menguncinya. Juli mengetuk kaca mobil nya seraya berkata ingin menjelaskan dan memintanya tidak pergi. Tapi Evelyn sudah terlanjur kecewa. Dia sudah tidak ingin lagi bertemu dengan mereka.

Nancy dan Thomas yang berada di luar merasa miris melihat adegan itu. Juli dan David sangat menyayangi Evelyn, seperti putri mereka sendiri. Mereka tahu betul bagaimana perasaan Juli dan David melihat sorot kecewa Evelyn menembus ulu hati mereka.

"Sudahlah. Nanti dia akan reda sendiri. " Ucap Thomas meredakan suara Juli yang masih memohon pada Evelyn.

"Aku mohon pada kalian, bujuk Evelyn agar memaafkan kami. Kalian tahu jika bukan itu maksud ku. Aku tidak mungkin menyakiti putriku. " Kata Juli dengan air mata berurai.

"Aku tahu. " Nancy mengangguk mengerti. "Dia hanya butuh waktu, Juli. " Ucapnya.

"Kalau begitu, kami permisi dulu. Biarkan dia reda dan kalian bisa menemuinya kembali. " Ucap Thomas berpamitan.

Mobil Thomas melaju keluar dari Mansion Juli dan David. Mereka menuju makam Peter. Sepanjang perjalanan, Evelyn hanya diam tidak berbicara sedikit pun.

Ketika sampai di makam, Evelyn melihat makam Peter yang masih basah. Menandakan jika makam itu belum lama dan masih baru.

Tangan Evelyn bergetar ketika menyentuh nama Peter disana. Dia merasa tertampar ketika melihat jika memang Peter sudah tiada. Tapi, dia tetap tidak mau percaya.

Nancy dan Thomas hanya memandang putrinya menangis di samping makam Peter. Mereka begitu sedih melihat kondisi putrinya yang lemah.

"Ayo darling. Kita pulang. Hari sudah sore. " Ajak Nancy ketika waktu sudah menunjukan waktu akan petang. Mereka sudah terlalu lama di makam.

"Aku akan stay disini, Mom. " Jawabnya lirih.

"No darling. Kita harus pulang. " Kata Nancy dengan suara lemahnya. Dia merasa sedih melihat putrinya yang masih ingin bersama dengan Peter.

"No__"

Nancy terpekik kaget melihat Evelyn tergeletak pingsan. Thomas dengan sigap langsung membopongnya masuk kedalam mobil. Mereka langsung ke rumah sakit, karena melihat wajah putri mereka yang pucat.

Flashback off.

Tok tok tok

Evelyn mengerjapkan matanya ketika mendengar suara ketukan pintu. Mengusap air matanya, Evelyn menghampiri pintu dan membukanya. Ternyata pembantunya yang mengetuk pintu.

"Ada apa? "

"Maaf non, ada orang tua Nona di bawah. Mereka ingin bertemu Nona Evelyn. " Kata pembantunya.

"Baiklah."

Setelah itu pembantunya pergi sebelum menundukan kepalanya dan pergi ke dapur. Evelyn masih mematung di ambang pintu. Dia berfikir orang tuanya pasti datang karena ingin membujuknya.

Evelyn tidak tahu harus bagaimana, dalam hatinya masih terukir nama Peter tapi, melihat sorot mata orang tuanya yang sedih, membuatnya tidak tega.

Evelyn menutup pintu dan berjalan ke bawah, ruang tamu. Untuk menemui kedua orang tuanya yang sudah menunggunya.

"Darling.. " Nancy langsung berdiri ketika melihat putrinya datang.

Evelyn tidak menghiraukan Momma dan duduk didepan mereka. "Ada apa? " Tanya nya to the point.

Nancy menundukan kepalanya sedih ketika putrinya mengacuhkan nya. Thomas juga merasa sedih melihat hal itu. Dia menatap istrinya yang masih berdiri dan mengenggam tangan nya. Menariknya agar duduk dan mengusap punggung nya agar lebih sabar menghadapi putri mereka.

"Sayang, semua yang kami lakukan adalah untuk kebaikan mu. " Kata Thomas menatap putrinya lembut. Thomas adalah laki-laki yang tegas dan dingin. Dia bukan laki-laki yang akan menebar pesona nya ke semua wanita. Baginya, hanya istrinya yang memiliki hatinya sejak dulu hingga nanti. Dia hanya bisa lembut jika itu bersama keluarganya. Tapi, jika diluar Thomas akan menjadi pribadi yang dingin dan tegas.

"Kebaikan? Kebaikan apa menurut Dadda? " Evelyn masih tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya.

"Kami tahu kau masih terpuruk dengan kepergian Peter. Tapi sayang, Peter sudah pergi lebih dari 5 tahun yang lalu. Kau tidak bisa terpuruk seperti ini terus, kau harus move on sayang... " Kata Thomas menjelaskan nya perlahan. Selama ini, jika berkaitan dengan Peter adalah hal yang sensitif.

"Move on? Peter adalah calon suamiku Dadda.. " Ucap Evelyn kukuh dengan pendirian nya.

Thomas dan Nancy menghembuskan nafasnya lelah. Hati mereka terasa sakit melihat putri mereka jadi seperti ini.

"Peter sudah meninggal sayang. Kau harus menerimanya. Sampai kapan kau akan seperti ini?! " Ucap Nancy tertahan, air matanya menggenang.

Evelyn terpekur, dia menatap kosong. Hatinya selalu tercabik-cabik ketika teringat jika Peter memang sudah tiada.

"Momma yakin jika Peter ingin kau bahagia. Dia akan sedih jika melihatmu seperti ini. Momma tahu Peter sangat mencintaimu sayang.. "

"Cinta? " Dengus Evelyn ketika mendengar nya. "Jika dia mencintaiku, kenapa dia meninggalkanku Mom? Kenapa dia tidak mengajakku pergi? Kenapa? Kenapa dia harus meninggalkan ku seperti ini?! " Kata Evelyn meninggi. Lagi-lagi air matanya ingin keluar, tapi Evelyn menahan nya.

"Semua sudah takdir Tuhan sayang. Kita tidak bisa menghentikanNya. " Jelas Thomas.

"Takdir? Jadi, perjodohan ini juga takdir menurut kalian?! " Sinis Evelyn.

"Sayang, perjodohan ini adalah yang terbaik untukmu. Kau harus meneruskan hidupmu, dan kami ingin kau mempunyai pasangan. Kami tidak mungkin selalu ada untukmu, ada saat nya kau harus berumah tangga. Russel adalah pria yang baik, aku yakin itu karena orang tuanya adalah sahabat kami. " Ucap Nancy membujuk putrinya.

Russel? Siapa Russel? Apakah pria yang disebelahnya tadi? Bahkan tampang nya saja dia tidak ingat.

Evelyn menatap kedua orang tuanya yang menatapnya memohon. Apa yang harus ia lakukan?

Dia tidak ingin melihat kedua orang tuanya sedih seperti ini, tapi apakah harus seperti ini? Apakah hal ini akan membuat mereka bahagia?

"Baiklah, tapi aku tidak ingin terburu-buru. " Ucap Evelyn seraya menghembuskan nafasnya. Menyetujui permintaan kedua orang tuanya agar mereka senang.

Nancy dan Thomas tersenyum senang melihat putri mereka menyetujui perjodohan ini.

"Baiklah darling. Kami akan mengatakan nya dengan kedua orang tua Russel. Mereka pasti mengerti hal ini. " Kata Nancy dengan senyum nya.

"Tapi, aku tidak ingin mereka tahu masa lalu ku Mom, Dad. Rahasiakan ini dari mereka. Kalian bisa?! " Kata Evelyn dengan tatapan tajam. Dia tidak ingin masa lalunya terkuak dan membuatnya lemah.

"Oke. Kami setuju. " Ucap Nancy menyetujui nya. Thomas pun ikut menganggukan kepalanya.

Setelahnya mereka berdua pulang dan hanya tertinggal Evelyn di apartemen itu. Apartemen ini adalah apartemen dirinya dan Peter. Sebenarnya apartemen ini yang membeli adalah Peter dan di berikan kepada Evelyn untuk mereka tinggali selama mereka bertunangan. Rencananya, setelah mereka tunangan dan menikah, mereka akan tinggal di Mansion yang sudah dipersiapkan oleh Peter. Tapi, semua itu sekarang hanya angan-angan yang tidak pernah terwujud.

Disini, semua kenangan mereka berdua masih melekat di pikiran Evelyn. Semua tempat mengandung kenangan yang selalu muncul. Di sofa, tempat mereka selalu berpelukan mesra sambil menonton TV. Di dapur, Peter yang selalu menjaili nya ketika memasak, dan selalu mencuri ciuman. Tawa mereka, selalu Evelyn dengar.

Sangat sulit untuk melupakan kenangan itu. Dan sekarang, dia harus menikah? Dengan orang asing? Ini benar-benar mimpi buruk.

Thanks for Reading. Jangan lupa tinggalkan jejak kalian, like and coment. ☺🤗.

Hope Enjoy... 😺😺.