webnovel

Istri Supermodel (For Sale!)

Impianku sebentar lagi jadi kenyataan! Tidak lama lagi aku akan tiba di Itali dan tampil di Milan Fashion Show! Foto-fotoku akan dimuat di semua majalah fashion di seluruh dunia! Akhirnya, semua pengorbanan dan kerja kerasku nggak bakal sia-sia! Tapi kenapa impianku justru jadi mimpi buruk!? Ayah tiba-tiba mengajakku untuk bertemu seorang CEO muda yang sombong bukan main. Katanya, untuk kelancaran usaha keluargaku, aku mulai sekarang jadi calon istri CEO itu! Aku tidak mau menikahinya! Kenal saja tidak, apalagi sampai cinta, tapi sekarang aku harus mengorbankan impianku demi jadi ibu rumah tangga!? Bagaimana dengan impianku? Apa usaha dan pengorbananku sia-sia? Apa maunya CEO paling sombong sedunia ini? Apa dia pikir uang bisa membeli cintaku? ****************************************** Halo pembaca baik hati, terimakasih sudah membaca Istri Supermodel (For Sale!) Untuk tetap update Istri Supermodel dan cerita-ceritaku yang lain, bisa follow facebook dan instagramku ya! FB: https://www.facebook.com/jane.wick.961556 IG: @renatawordsmith Terimakasih pembaca baik hati, Happy reading ^^

Renata99 · Urban
Not enough ratings
1252 Chs

Tidak Ada Jalan Pintas

Kedatangan Kenny menjadi pemicu terakhir yang membuat Lacy mengaku.

Pengakuan Lacy itu seolah menampar wajah kedua orangtuanya. Putri mereka terang-terangan mengatakan kalau ayah bayi itu bukan Daniel Pangestu. Lebih parah lagi, ucapannya itu mengindikasikan kalau Keluarga Iswara berusaha menipu Keluarga Pangestu.

Saat Freddy dan Madel masih berusaha memproses kata-kata putri mereka, Alfred bangkit dari kursinya. Dosen muda itu menghampiri meja kerja dan mengambil ponselnya. Setelah menekan beberapa tombol, mereka bisa mendengar suara hasil rekaman dengan jelas.

"Aku akan memanggil polisi dan menuntutmu di pengadilan!"

"Bayi ini bukan anak Daniel!"

Semua percakapan mereka sejak awal sudah direkam oleh Alfred. Lilia tersenyum puas karena membuat keputusan yang benar dengan meminta bantuan Alfred.

Sementara itu, tubuh Lacy yang masih berlutut di lantai mulai gemetar hebat. Wajahnya pucat pasi dan dia tampak seolah mau pingsan.

Ekspresi orangtuanya bahkan jauh lebih buruk. Keduanya begitu malu sampai tidak berani mengangkat wajah. Semua sikap arogan mereka lenyap tak bersisa.

"Karena kebenarannya sudah jelas, tolong jangan membuat masalah di kampus lagi. Kampus ini adalah tempat untuk mengajari dan mendidik anak muda, bukan untuk membuat keributan seperti ini." Ucap Alfred dingin.

Mendengar itu, Freddy bergantian memelototi Alfred dan Lilia. Pria itu berulang kali membuka dan menutup mulutnya seolah tidak tahu harus berkata apa. Akhirnya dia menyerah dan menarik istrinya berdiri. Mereka bergegas pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Mereka bahkan tidak melirik putri mereka yang masih berlutut di lantai.

Melihat itu, Lilia menjadi khawatir kalau mereka akan mencoret nama Lacy dari kartu keluarga akibat kejadian ini. Lilia menghela nafas dan mengeluarkan sekotak tisu dari tasnya. Dia menghampiri mahasiswi itu, lalu membungkuk dan memegang lengannya.

"Apa kamu bisa berdiri?" Tanya Lilia.

Lacy menatap wanita yang lebih tua itu dengan mata terbelalak lebar. Dengan bantuan Lilia, dia bangun dari lantai.

Alfred tidak bisa melepaskan pandangannya dari Lilia. Wanita itu selalu berhasil membuatnya terkejut. Lilia tidak terlihat seperti orang yang akan bersimpati pada musuhnya, tapi dia kembali memutar balik keyakinan Alfred. Dadanya dipenuhi perasaan baru yang tidak dapat dideskripsikan. Perasaan itu menjadi semakin kuat semakin Alfred mengenal wanita itu. Pria itu memutuskan kalau dia perlu semakin dekat dengan Lilia agar dia bisa lebih memahami perasaannya.

Lilia menggunakan tisu untuk mengelap wajah Lacy yang basah oleh keringat dan air mata sambil berkata, "Seorang wanita perlu belajar untuk bisa mengurus diri mereka sendiri. Jangan terlalu mudah mempercayai orang lain. Hanya kamu sendiri yang tahu apa yang terbaik untukmu."

Walau Lilia tidak menyukai Lacy karena sudah menipu adiknya, tapi wanita muda itu mengingatkannya pada dirinya sendiri di masa lalu. Dulu Lilia memberikan seluruh hati dan kepercayaannya pada William, namun yang dia dapatkan hanya sakit hati dan kekecewaan.

Lacy menatap Lilia dengan mata berkaca-kaca. Tidak ada kebencian atau hinaan dalam kata-kata wanita yang lebih tua itu. Hanya ada ketulusan dalam ucapannya. Lacy merasa terhibur oleh kebaikan hati Lilia.

"…iya." Bisik Lacy sebelum mulai terisak-isak. Dia menyesal telah berusaha menipu Lilia. Namun penyesalan terbesarnya adalah dia tidak dapat menjadi adik ipar wanita mengagumkan ini.

"Sekali lagi, aku minta maaf atas perbuatan Daniel. Kartu ini untukmu. Anggap saja ini permintaan maaf dari Keluarga Pangestu." Lilia meletakkan kartu kreditnya di tangan Lacy.

Lacy buru-buru menggeleng dan berusaha mengembalikan kartu itu. "T-Tidak usah! Aku yang salah, jadi…!"

Namun Lilia hanya tertawa dan menepuk bahunya. "Tidak apa-apa, aku ingin kamu menerimanya. Tapi kalau ada kesempatan, tolong kembalikan kartu milik Daniel. Aku juga tidak keberatan kalian berpacaran selama memang itu yang kalian inginkan. Untuk orangtuamu…"

Lacy buru-buru memotong ucapan Lilia. "Aku yang akan mengurus mereka, jadi jangan khawatir, Nona Lilia! Justru aku yang harus minta maaf padamu dan Bapak Alfred karena sudah membuat masalah!" Wanita muda itu membungkuk dalam-dalam, mengekspresikan penyesalannya.

Alfred menghampiri muridnya itu dan memintanya mengangkat wajah. "Lacy, jadikan hari ini sebagai pelajaran untukmu. Ingatlah kalau tidak ada jalan pintas untuk menjadi kaya di dunia ini." Kata Alfred lembut tapi tegas.

Ucapan Alfred mengingatkan Lacy bahwa kalaupun Lilia telah memaafkannya, dia telah berbuat kesalahan. Mahasiswi itu berjanji untuk tidak melupakan peristiwa hari ini dan segera pergi mengejar orangtuanya.

Setelah memastikan kalau Lacy benar-benar pergi, Lilia menghela nafas panjang. Dia menoleh pada Kenny sambil tersenyum lebar. "Kenny, terima kasih banyak atas bantuanmu hari ini."

Kenny menghilangkan ekspresi seriusnya dan balas tersenyum. "Terima kasih kembali, Nona Lilia. Jika tidak ada hal lain yang Anda perlukan, saya akan kembali pada Presiden dulu."

Lilia mengangguk. "Tolong sampaikan terima kasihku padanya juga." Memikirkan Jean membuat ekspresi Lilia melembut.

Hallo Teman-teman terima kasih atas supportnya selama ini.

Memang bulan juli ini penuh perjuangan yang keras untuk bisa selalu membagi waktu di kehidupan nyata (bekerja office hours) dan melanjutkan menulis novel ini.

mohon bantuan nya untuk selalu vote power stone+tambah kan ke dalam rak buku untuk novel saya ini.

Bulan depan awal Agustus saya usaha kan untuk bisa menulis 2 sampai 3 chapter tiap hari nya,sehingga kalian bisa lebih enjoy lagi.

dan bagi kalian yang mau support saya,bisa beri gift lho di bawah tombol vote.

Happy reading.

Renata99creators' thoughts