11 Sarah

Menikmati suasana pagi yang hening di atas kasur, seorang gadis muda memeluk guling sambil mengingat-ingat mimpinya semalam, ia bermimpi yang tidak biasa dalam dua hari ini.

Mimpi kemarin malam tentang menangkap burung dan mendekapnya dengan penuh rasa kasih, mimpi yang terasa baru saja terjadi adalah mimpi dikejar ular.

"Kenapa mimpinya binatang semua?" gumamnya merasa heran, tanpa sedikit pun ketakutan.

Tok Tok!

Suara pintu kamar diketuk, disusul oleh suara ibunya, "Sarah! Bangun! Bukankah kamu harus kerja magang pagi ini?"

"Ya, Ma. Lima menit lagi," jawab Sarah malas-malasan. Ia masih ingin menikmati hangatnya guling di bawah selimut.

Gadis itu masih mengantuk dengan kelopak mata bengkak dan sembab karena semalaman menangis sampai pukul dua pagi sebelum menyerah pada kantuknya.

Hidupnya benar-benar terganggu oleh kejaran mantan yang sudah ditinggalkannya tiga bulan lalu. Kenangan pahit masih terus bertahta di benaknya, sementara sang mantan mulai mengejarnya kembali tepat satu minggu setelah Sarah diterima magang di kantor besar berskala internasional.

Dengan malas ia turun dari tempat tidur, pagi ini suasana hatinya sedang tidak baik, kehilangan semangat dan rasanya ingin bolos kerja, tapi itu tidak mungkin. Ia sungguh berharap bisa diangkat menjadi karyawan tetap di perusahaan itu, maka, selama tiga bulan magang, ia harus memperlihatkan kerja keras serta kedisiplinannya.

Setelah mandi cepat-cepat, Sarah mematut diri di depan cermin. Ia hanya mengoleskan pelembab pada wajahnya lalu ditutupi dengan bedak tabur dan mengoleskan lipgloss berwarna pink muda, tanpa menggambar alis apalagi eye shadow. Benar-benar tampilan sederhana tapi justru meningkatkan kecantikan alaminya.

Kulit wajah seputih susu dan bercahaya, kelopak mata besar dan bulat disangga tulang pipi yang tinggi dengan hidung tinggi juga ramping, mencetak parit yang bermuara pada bibir penuh yang menggoda.

Ia mengenakan kemeja putih tangan panjang berpadu celana hitam lurus yang merupakan seragam untuk karyawan magang, lalu mengalungkan name tag pada lehernya yang jenjang, sangat proporsional dengan postur tubuhnya yang tinggi serta langsing tapi, bagian dada serta pinggulnya membulat sempurna.

ia menyambar tas selempang dan tumpukan map plastik, serta menyelipkan kakinya pada pantofel plat berwarna hitam, lalu bergegas ke ruang makan di mana ibunya telah menyiapkan sarapan pagi.

"Papa mana, Ma?" tanya Sarah saat menyadari kalau ayahnya tidak berada di sana.

"Papamu berangkat subuh, ada penelitian di Puncak. Cepat makan, ini bekal makan siang kamu," sahut wanita itu seraya menyodorkan kantung kain ke hadapan putrinya.

Setiap hari, sang ibu selalu menyiapkan bekal makan siang untuk Sarah, demi menghemat uang agar Sarah tidak harus membeli makanan di luar.

Sarah mengangguk sambil mengunyah roti lapis dan menyeruput air putih cepat-cepat. "Ma, aku jalan dulu," pamit Sarah seraya mencium tangan ibunya.

Ia ke luar rumah tiap hari kerja pukul enam pagi, sebab absensi bagi pekerja magang lebih dulu tiga puluh menit dari pegawai tetap yaitu pukul tujuh tiga puluh.

Sarah melangkah cepat-cepat pada jalur satu arah yang hanya cukup dilalui oleh satu mobil itu sejauh seratus meter dari rumahnya ke jalan raya. Ia mencegat angkutan kota di sana, lalu turun di halte bis dan menyeberang jalan protokol untuk sampai ke gedung perkantoran yang megah.

Butuh satu jam perjalanan dari rumahnya menuju kantor yang harus ditempuhnya dari hari senin sampai jumat. Melelahkan tapi menyenangkan baginya yang memiliki semangat untuk meraih prestasi dalam segala hal.

Hatinya merasa bangga karena diterima magang di perusahaan besar tersebut, ia hanya lulusan sekolah menengah kejuruan yang kebetulan jurusannya cocok dengan kebutuhan perusahaan, yaitu jurusan rekayasa perangkat lunak.

Selain itu, gadis yang baru saja melewati ulang tahunnya yang ke-sembilan belas, terdaftar sebagai mahasiswi kelas karyawan pada universitas swasta mengambil jurusan tekhnik informatika dan menjalani kuliah seminggu tiga kali sepulang kerja, mengambil kelas malam.

Namun, ada keanehan di atas meja kerjanya. Sarah menatap lekat pada buket bunga sambil memicingkan kedua matanya.

"Hei, anak magang! Baru juga masuk seminggu, udah bikin heboh aja pagi-pagi," tegur Rina, supervisor karyawan magang dibagian IT. Ia tidak suka saat ada salah seorang pengawal big bos mengantarkan bunga langsung ke meja Sarah.

Sarah mengabaikan perkataan Rina. "Pagi, Bu," sahut Sarah. "Apa ini? Salah kirim sepertinya. Mungkin maksudnya untuk seseorang yang dulu duduk di sini?" tanya Sarah entah pada siapa.

"Jelas-jelas ada nama kamu di kartunya, sok lugu amat sih," ketus Rina sambil lalu.

"Hah, namaku?" gumam Sarah seraya menarik kursi dan duduk di atasnya.

Ia menyalakan komputer di depannya, lalu meraih buket mawar merah segar yang terkesan sangat mewah. Sebuah kartu terjepit pada jemarinya yang ramping dan lentik. Ia pun segera membaca kalimat pendek itu.

"To : Sarah,

Selamat pagi, selamat beraktifitas."

Tidak ada nama pengirim pada kartu ucapan itu, membuat Sarah semakin mengernyitkan dahinya. Sejenak ia merasa bimbang, haruskan ia membuang rangkaian mawar merah itu atau menatanya dalam vas untuk memberikan sentuhan feminim dan segar di meja kerjanya yang kaku?

Ia sangat tidak menyukai ketidak jelasan seperti bunga itu, jelas ditujukan kepadanya tapi tidak jelas siapa yang mengirimi bunga indah tersebut.

Menilik dari harganya yang mahal, ia juga tidak tega membuangnya, tapi kalau dipertahankan, ia malas digunjingkan orang-orang. Akhirnya, Sarah mengangkat buket bunga dan membawanya ke pantry, lalu, meletakkannya di atas meja dengan harapan, seseorang akan menjadikan bunga tersebut sebagai hiasan dan ia melangkah kembali ke meja kerjanya dengan membawa kartu ucapan.

Ia melemparkan kartu ucapan tersebut ke dalam laci lalu melupakannya dan langsung tenggelam pada pekerjaan.

Hingga tidak disadarinya waktu pun berlalu. Seseorang menepuk bahunya. Gadis ceria yang selalu menyunggingkan senyum berdiri di sebelahnya. "Sarah, ayo kita makan, ke kantin yuk," ajaknya dengan suara ringan.

"Oh, itu, aku kan bawa bekal dari rumah," sahut Sarah menolak.

"Gak apa-apa. Banyak kok yang bawa bekal makannya di kantin, yang penting kamu beli minum aja disana, ayo," desak gadis ceria itu.

Sarah menggelengkan kepalanya. "Aku juga bawa minum," timpal Sarah merasa gak enak.

"Ayo, ah. Aku gak ada temen, Sarah. Apa kamu tega aku yang imut ini digangguin para lelaki dari divisi lain? Nah, kalau aku diculik gimana?" rengeknya sambil menampilkan mimik memohon.

Sarah menyunggingkan senyum. "Ya udah deh, yuk," ujarnya mengalah. "Tapi, emang ada yang berminat nyulik kamu ya? Gak tahu aja mereka, nyulik kamu sih, bakalan rugi berlipat-lipat," seloroh Sarah sambil melangkah menjejeri langkah temannya.

Sementara itu, di ruang kantor presiden direktur yang terkenal kejam serta dingin, Bayu bolak balik membaca beberapa lembar kertas yang dikirim oleh asistennya pagi itu, setelah menginstruksikan seseorang untuk meletakkan bunga mawar merah di meja kerja Sarah.

Ia melihat dengan seksama beberapa lembar poto gadis itu yang entah didapatkan dari mana oleh Sean, dari mulai poto bayi, saat ultah pertama, taman kanak-kanak, sekolah dasar sampai di tempatnya kuliah malam.

Ada juga beberapa poto kebersamaannya dengan seorang lelaki muda di mini market, tempat makan, taman serta bioskop. Ia menatap lekat-lekat pada wajah lelaki di dalam poto. "Kamu telah menyakitinya, Man!" gumam Bayu sambil menyeringai sinis.

Telepon di atas meja berdengung. Bayu segera mengangkatnya dengan mimik wajah penasaran, pasalnya, telepon itu saluran khusus untuk komunikasi dengan divisi keamanan yang membawahi para pengawal pribadinya.

"Ya?" sahut Bayu.

"Pak, target sedang menuju kantin diajak salah seorang temannya, Susi. Bekal makan siangnnya ditinggal di atas meja serta bunganya ditaruh di pantry dan saat ini sudah tidak ada," lapor seseorang di ujung telepon.

"Ok," jawab Bayu pendek seraya menutup telepon.

Kemudian, ia memanggil sekretarisnya, yang segera masuk ke dalam ruang kerja Bayu. "Ya, Pak?"

"Kantin di mana?" tanya Bayu tiba-tiba.

Sekretaris itu tertegun sejenak sebelum menjawab, "Kantin ada dua, sayap kiri dan sayap kanan, yang Bapak maksud yang mana?" Sekretarisnya bertanya balik.

"Kantin yang dekat divisi IT," sahut Bayu cepat.

"Oh itu sebelah timur, Pak. Dari lift turun di lantai satu belok kanan, terus menyusuri lorong, ikuti jalannya, tempat terakhie adala kantin." jawab Sekretaris itu dengan lancar menjelaskan.

Seketika Bayu berdiri dan melangkah melewati sang sekretaris. Ia merasa hanya butuh datang ke kantin lalu duduk satu meja dengan Sarah. Ia ingin memuaskan pandangannya dengan berdekatan bersama Sarah.

avataravatar
Next chapter