9 Kabar Duka

Viona mendelik saat Bik Minah mengantarkannya ke kamar tamu di lantai satu. "Apa-apaan ini? Kamu paham gak dengan apa yang saya ucapkan? Saya ini istrinya Bayu Perdana, majikan kamu! Saya berhak berada di kamar utama! Di kamar suami saya! Apa kamu tuli?!" teriak Viona sambil melotot pada wanita paruh baya itu.

"Maaf, Nyonya, tapi ini perintah Pak Bayu, Kami tidak bisa menentang perintah Bapak. Sebaiknya, Nyonya hubungi Bapak langsung. Saya menunggu di sini," jawab Bik Minah dengan nada tegas tapi hormat.

Merasa kalau akan sia-sia saja menghubungi Bayu, Viona melangkah masuk ke kamar dengan perasaan marah dan membanting pintu. "Arg! Lihat saja nanti, Bayu! Akan kubuat kamu bertekuk lutut padaku!"

Ia menghempaskan dirinya ke atas kasur sambil membuka telepon genggamnya. Beberapa poto dirinya dan Bayu sedang melaksanakan akad nikah yang diabadikan oleh Lena, dikirimkannya ke akun media sosial dan menandai akun media sosial Bayu dengan caption;

"Undangan untuk kalian tunggu ya di acara resepsi pernikahan kami, sekarang, halal dulu."

Sontak teman-teman media sosialnya mengucapkan selamat dan banyak yang terkejut saat tahu kalau Bayu Perdana yang menjadi pengantin prianya.

Merasa puas untuk tahap awal, memberitahukan kepada khalayak bahwa Bayu Perdana telah menuntaskan masa lajang bersamanya, ia pun mematikan telepon genggamnya dengan seringai kemenangan.

"Kamu gak bisa berkutik, Bayu. Bahkan tidak bisa menghindariku saat semua orang tahu kalau aku adalah istrimu," ucapnya dengan lantang.

***

Berita duka datang saat Bayu baru saja menutup telepon dari Bik Minah. Sean memasuki ruangan tanpa mengetuk pintu.

"Pak, rumah sakit mengabari kalau ibu Mariana telah berpulang sepuluh menit yang lalu," lapor Sean sambil menundukkan wajahnya. Rasanya tidak enak mengabarkan berita duka, apalagi kepada bosnya yang temperamental.

Seketika, Bayu menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi putar, ia memejamkan matanya erat-erat. Sebagai lelaki yang selalu mengedepankan logika, ia tahu kalau waktu ibunya sudah sangat dekat. Namun tidak disangkanya beliau wafat beberapa jam setelah menyaksikan akad nikah dirinya.

Melihat wajah tuannya begitu kelam, Sean undur diri tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia telah menginstruksikan orang-orang agar mengurus segala sesuatu yang diperlukan di rumah sakit dan menyiapkan jasad Mariana untuk segera dibawa pulang.

Bayu mengangkat dirinya yang tiba-tiba terasa lemas dari atas kursi, ia harus kembali ke rumah sakit, menjemput jasad ibunya pulang dengan wajah yang sangat muram.

Langkah demi langkahnya panjang, meski terlihat lemah menuju lift disambut dua orang pengawal yang membuka pintu lift yang akan membawa mereka ke area basement.

Saat pintu lift terbuka di area parkiran basement, Bayu tertegun mendengar suara seorang wanita yang sedang berada dalam saluran telepon.

"Ti-tidak! Tidakkah kamu sadar kalau semuanya telah berlalu? Bahkan, kenangan kita pun telah BERLALU!" jerit wanita itu dengan wajah yang memerah.

"Pak, sudah sampai," tegur salah satu pengawal kepada Bayu.

Lelaki itu tersadar, wajahnya bersemu merah dengan kedua tangan bersemayam pada saku celananya. Ia mengayun langkah ke luar dari lift tanpa melirik sama sekali pada wanita yang kini telah menutup teleponnya dengan kasar serta berdiri mematung di sana tanpa peduli pada lingkungan sekitarnya.

Bayu naik ke atas mobil yang telah dibukakan pintunya, hanya lima langkah dari pintu lift. Sebelum mobil melaju, ia sempat melirik pada wanita yang masih membelakangi pintu lift dan ... wajah cantiknya basah oleh air mata.

"Cari tahu siapa wanita itu. Selengkap-lengkapnya," titah Bayu pada supir yang merupakan salah satu ajudannya.

"Siap, Pak!" Supir tersebut segera mengirim pesan kepada Sean, menyampaikan pesan bosnya.

Sean yang sedang menerima berkas dari anak buahnya di koridor rumah sakit, mengernyitkan dahinya dalam-dalam saat menerima pesan dari salah satu ajudan Bayu. Ia melihat sebuah poto wanita muda yang sedang berdiri dengan tatapan sedih.

"Kenapa perintahnya seperti ini di saat sedang berduka? Ada masalah apa bos dengan wanita ini?" gumam Sean terheran-heran.

Namun, ia tidak ingin menunda perintah tersebut meski dalam situasi yang janggal, tugasnya hanya menjalankan perintah sesempurna mungkin.

Setelah semua beres dilakukan, Sean menyerahkan berkas pada sekretaris Bayu. "Saya harus ke luar lagi, sekarang kamu yang urus," ujar Sean pada wanita berusia tiga puluh tahunan bernama Lisa yang baru saja diangkat menjadi sekretaris utama Bayu setelah lima tahun menjadi staff sekretaris direksi.

Tidak lama, Bayu tiba di ruang presidental suite dan melihat ibunya telah terbujur kaku, di sampingnya seorang wanita yang baru saja berstatus sebagai ibu mertua, sedang menangisi kepergian Mariana.

Lelaki tinggi besar yang berwajah suram itu menghampiri ranjang pasien dan berkata pada Lena, "Tinggalkan kami berdua."

Lena terperangah mendengar suara Bayu, ia pun segera berdiri dan berkata, "Nak Bayu, Mamamu tadi, sebelum menghembuskan napas terakhir, dia berpesan agar saya sebagai mama mertuamu, segera tinggal di rumah Mamamu."

Wajah Bayu menggelap. Ia mengira kalau Lena akan menyampaikan kalimat bela sungkawa tapi ternyata malah mengucapkan omong kosong besar. "KE LUAR!" tegas Bayu, suara yang dingin dan penuh penekanan.

Lena yang terkejut mendapat bentakkan dari menantunya, cepat-cepat bergerak sebelum pengawal Bayu menggiringnya ke luar.

Tirai pun ditutup mengelilingi ranjang pasien. Bayu berdiri mematung di samping jasad ibunya. "Ma, bukan saatnya sekarang aku berduka. Aku harus urus Mama dulu sebaik mungkin." Di dalam hatinya, ia berkata, 'Aku akan menceraikan Viona segera.'

Tangan kekarnya menarik kursi dan ia pun duduk menghadap kepala Mariana dari samping. Selama ini, dirinya hanya hidup berdua dengan Mariana setelah ayahnya meninggal saat Bayu berusia lima belas tahun.

Wanita yang terbujur kaku di hadapannya adalah wanita bertangan besi yang melanjutkan pucuk pimpinan perusahaan besar mendiang suaminya, menghempaskan seluruh praduga setiap orang kalau wanita itu akan habis terlibas oleh pesaing-pesaing bisnisnya.

Fakta bicara lain, nyatanya di tangan Mariana, perusahaan besar itu justru semakin besar dan ia bisa pensiun dini saat putranya lulus dari Harvard University.

Bayu mencium kening Mariana seiring dengan permohonan maafnya di dalam hati. Lain rencana Mariana, lain juga rencana dirinya. Kini, Bayu bisa memutuskan semua hal sendiri sebab seluruh lini bisnis yang dikelola olehnya, dengan pasti telah menjadi miliknya secara utuh.

Suara sekretarisnya, Lisa, terdengar dari balik tirai. "Pak Bayu, semua sudah siap untuk memindahkan Ibu ke kediaman."

Bayu menghembuskan napas dan melepaskan genggaman tangannya dari tangan jasad Mariana yang dingin dan mulai kaku. "Ya." Hanya itu yang ke luar dari mulut Bayu.

Segera tirai pun dibuka, Bayu bicara kepada ajudannya, "Saya ikut di ambulan."

"Siap, Pak!" Ajudan itu pun segera meninggalkan ruangan.

Para perawat dan petugas segera melakukan tugasnya, Mariana telah terselimuti oleh seluruh kain putih rumah sakit, sebelum dipindahkan ke ranjang lain yang akan membawanya ke tempat mobil ambulan yang sedang menunggu. Bayu melangkah di belakang Mariana seraya menundukkan wajahnya dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celananya.

Bayu menaiki pintu belakang ambulan setelah jasad ibunya dipindahkan ke dalam sana. Di belakangnya, Lena ingin ikut ke dalam ambulan, tapi kedua mata Bayu menahannya. "Jangan dekat-dekat ibuku, guard! Tutup pintunya!" titah Bayu kepada pengawalnya sambil menatap tajam wajah Lena yang tampak kecewa.

Wanita itu merutuk dalam hatinya. Ia sangat tidak terima atas perlakuan Bayu kepadanya. "Awas kau, Bayu! Setelah Viona mendapatkan setengah harta Mariana, aku akan menyuruhnya menceraikanmu!" ucap Lena tanpa sadar kalau perkataannya terekam oleh salah satu ajudan Bayu yang ditugaskan mengawal wanita itu.

Sebuah mobil sedan yang biasa dipakai bertugas oleh para pengawal, berhenti di samping Lena. Pintu pun dibukakan. "Bu Lena, silakan masuk," ujar pengawal yang ditugaskan.

Lena tertegun melihat mobil itu. "Mana mobilnya ibu Mariana? Saya akan menaiki mobil itu," tanya Lena dengan tatapan malas.

"Mobil ibu Mariana ada di kediaman dan tidak diijinkan dipakai oleh siapapun. Begitu perintah pak Bayu," jawab ajudan itu.

"Omong kosong apa ini, ha? Saya adalah ibu mertua dari bos kalian, seharusnya kalian menghormatiku sebagai ganti ibu Mariana!" seru Lena merasa tidak puas.

"Bu, silakan masuk," ujar pengawal itu dengan nada datar.

Mau tidak mau, Lena akhirnya menaiki mobil tersebut dengan raut wajah malas dan merasa jijik. Bagaimana mungkin ibu mertua dari milyarder muda harus menaiki mobil bawahannya?

avataravatar
Next chapter