1 Pulang

Renessa memandang mansion yang megah di hadapannya dengan ragu. Setelah 11 tahun berada di luar negeri untuk menyelesaikan studinya, ia akhirnya kembali menginjakan kakinya ke rumahnya.

Sopir taksi yang mengantarknya ke tempat itu segera menurunkan koper usang berwarna silver dan sebuah ransel besar yang biasanya diggunakan para backpaker.

"Makasih ya, pak," Kata Renessa sambil membayarkan beberapa lembar uang pada sang sopir. Sopir itu tersenyum ketika menerima uang yang diberikan Renessa dan pergi membawa taksinya.

Renessa menatap koper dan ransel gunungnya sambil menghela napas. Barang bawaannya tidak banyak walaupun ia menghabiskan hampir setengah hidupnya di luar negeri.

Hal ini tidak aneh, mengingat ayahnya selalu mengirimkan uang bulanan yang sangat sedikit. ia selalu berhemat dan tidak pernah membeli barang yang tidak berguna. Hampir semua pakaiannya sudah usang dan Ia bahkan harus bekerja sampingan selama kuliah untuk membeli kebutuhan tambahan. Ia menghela napas ketika mengingat ia harus bekerja selama hampir 1 bulan penuh untuk membeli tiket pulangnya.

Renessa kembali memandang mansion di hadapannya. Mansion megah yang ditinggalkannya saat ia berumur 9 tahun kini terasa semakin kecil. Dalam ingatannya dulu, masion ini bagaikan sebuah istana putri nan megah dan besar. Namun ketika memandang rumah ini setelah 11 tahun, mansion ini tidak sebesar bayangannya.

Renessa tertawa getir. Mungkin kepolosannya telah terkerus oleh pengalamannya merantau. Kepalanya yang dulu pernah dipenuhi dengan cerita negeri dongeng dan akhir yang indah kini telah digilas oleh realita pahit kehidupan.

Banyak hal telah berubah, warna dinding yang dulunya putih kini dicat berwarna biru muda, taman mawar kesayangan ibunya di halaman depan kini telah digantikan dengan kolam ikan dengan pancuran besar.

"Ada perlu apa ya, mba?" Suara seorang pria paruh baya membuyarkan lamunan Renessa. Pemuda itu mengenakan seragam biru tua dengan tulisan satpam di dada kirinya.

"Saya Renessa Santoso," Renesa memperkenalkan diri pada satpam yang berada di depannya dengan tenang.

Satpam itu memandangnya sekilas sebelum kembali mengulang pertanyaannya, "Ada keperluaan apa ya, mba?"

Satpam itu tidak mengenalinya dan terlihat kebinggungan dengan tujuan Renessa memperkenalan diri. Apakah gadis di hadapannya ini adalah orang penting yang harus ia kenali?

"Apa ini rumah bapak Rudi Santoso?" Renessa kembali bertanya sambil mengerutkan keningnya. Mungkin saja ayahnya pindah dari tempat ini dan tidak ada yang sempat mengabarinya.

"Iya, benar," satpam itu mengiyakan sambil memandang Renessa dengan sedikit curiga. Wanita ini datang dan memperkenalkan diri dengan nama keluarga yang sama dengan majikannya. Ia sudah bekerja di sana hampir lima tahun dan tidak pernah mendengar majikannya menyebutkan nama Renessa Santoso.

Apakah ini adalah anak haram yang datang mencari ayahnya atas wasiat ibunya? Atau mungkin dia hanya penipu ulung yang mau mencoba menipuku? Bukankah waktu itu pernah ada penipuan dengan modus seperti ini? Wanita ini bisa saja membawa koper dan tas besar untul membawa barang jarahannya. Juno, satpam keluarga Santoso mulai menduga berbagai kemungkinan di kepalanya sambil menatap Renessa dengan tatapan menyelidiki.

"Pak Rudi Santoso ada?" Renesa bertanya dengan tenang.

"Bapak sedang keluar. Mungkin bisa menitipkan pesan atau kembali lagi nanti jika bapak sudah pulang," pria itu menawarkan.

"Apa saya bisa masuk dan menunggu di dalam? Saya ingin bertemu dengan bapak," Renesa membalas. Ia maklum pria ini sama sekali tidak mengenalinya sebagai salah satu pemilik rumah karena ia sudah terlalu lama merantau.

Ia sebenarnya ingin mengatakan pada satpam itu bahwa ia adalah salah satu pemilik rumah namun ia sudah bisa menebak satpam ini tidak mungkin akan mempercayainya. Pakaiannya yang lusuh membuatnya lebih terlihat seperti pengamen dibandingkan salah satu penghuni perumahan di kompleks elit ini.

Sebelum pulang, Renessa sebenarnya sudah menghubungi Rosalin, seorang pelayan lama yang masih bekerja di rumahnya. Ia baru mendapatkan nomor sang pelayan tersebut dari Om Jefri, teman almarhum ibunya yang selama ini mencari keberadaannya.

Sang pelayan menangis sesugukan karena akhirnya bisa kembali berbicara pada Renessa. Ia sempat berpikir bahwa Renessa mungkin telah dibuang ayahnya entah di mana dan telah tewas namun mereka tidak dapat berbuat apa pun.

Dari cerita Rosalin, hampir semua pelayan di rumah itu telah berhenti dan diganti dengan pelayan baru. Orang yang mungkin dapat mengenalinya di sana selain Ayahnya hanya Rosalin dan Kano, si tukang kebun tua yang sudah sakit-sakitan.

Ayahnya tidak mengatakan pada siapapun bahwa ia mengirimkan Renessa ke sekolah asrama di luar negeri. Jika ada yang bertanya ia akan menjawab bahwa Renessa sedang tinggal di rumah kerabat jauh karena merasa tertekan dengan kenangan almarhum ibunya jika tinggal di rumah itu. Lambat laun, kenangan akan anak Rudi Santoso dan Claudia Pratama mulai memudar dalam ingatan semua orang.

"Mba bisa menghubungi bapak terlebih dahulu dan kalau diijinkan saya akan membiarkan mba masuk," satpam itu berkata dengan tenang, namun Renessa dapat menangkap tuduhan bahwa ia adalah seorang penipu dari mata satpam itu.

Renessa menghela napas. Ayahnya mungkin sudah melupakan keberadaannya. Ia pernah berusaha menghubungi ayahnya ketika tinggal di asrama, namun pria itu tidak pernah mengangkat panggilan teleponnya, membalas pesannya, atau mengunjunginya.

Terakhir kali ia melihat ayahnya secara langsung adalah ketika ia meninggalkan rumah 11 tahun yang lalu. Ayahnya yang tidak pernah menatapnya ataupun mencoba mendekatinya mengunjungi kamarnya malam itu.

"Kamu mau aku menyukai dan menyayangimu, kan?" tanya pria itu dingin.

Renessa mengangguk ragu menatap ayahnya.

"Kalau kamu mau aku menyangimu kamu harus mendengarkan semua perkataanku. Kalau kamu melanggarnya, aku akan membencimu," kata ayahnya dingin.

Renesa yang polos mengangguk dengan semangat dan mata berbinar-binar ketika mendengar tawaran ayahnya. Ia selalu berharap ayahnya akan menyukainya namun ayahnya selalu menghindarinya sejauh yang ia ingat. Ia tidak tahu apa kesalahannya, namun Ayahnya memperlakukannya seperti anak nakal.

Mendengar persetujuan Renessa, Rudi segera meminta Rosalin yang sedang berada di kamar Renessa untuk mengepak beberapa baju Renessa dan dimasukan ke dalam sebuah koper kecil. Rosalin memiliki firasat buruk, namun ia mencoba untuk menyingkirkan pikiran itu. Tidak mungkin tuan Rudi akan menyakiti darah dagingnya sendiri.

Renessa masih ingat kebahagiaannya yang membuncah ketika ayahnya membawanya ke suatu tempat. Ia tidak peduli, yang terpenting ayahnya akan menyayanginya setelah ini. Ia seringkali merasa iri ketika teman-temannya di sekolah mulai menceritakan bagaimana ayah mereka sangat menyayangi dan memanjakan mereka. Sekarang, ia tidak perlu lagi merasa seperti itu karena ayahnya akan mencintainya seperti teman-temannya.

Rudi kemudian membawa Renessa ke sebuah hotel mewah, Renessa tidak dapat merasakan apa pun selain kebahagiaan ketika ayahnya mengenggam tangannya memasuki tempat itu. Ayahnya tidak pernah menggenggam tangannya sebelumnya. Mereka berhenti di depan sebuah kamar di lantai 19. Seorang wanita yang sudah berumur membukakan pintu.

"Aku pikir kau tidak akan sempat mengurus semuanya," Sapa wanita itu ketika melihat wajah Rudi.

avataravatar
Next chapter