webnovel

Rumah Sakit

Gisell masih merasa bingung di mana sekarang dirinya berada saat menatap kanan dan kiri seluruh ruangan bernuansa putih.

Dan lelaki yang ada di hadapanya saat ini pun ia tak mengenalnya.

"Hai, kenalin saya Arga Nugraha," Ucap Arga. Tangan kanan ia sodorkan untuk bersalaman.

"Siapa kamu? Kenapa kamu yang ada di sini, Kak Lisa di mana?" celoteh Gisell. Dirinya masih tak mengerti dengan apa yang telah terjadi dan lelaki tepat di depan matanya masih menjadi tanda tanya dalam fikirannya.

"Ceritanya panjang nanti kalau kamu sudah sehat, saya akan ceritakan semuanya," ujar Arga.

"Ya, sudah saya permisi dulu," pamit Arga. Ia pun langsung membalikan tubuhnya dan melangkah keluar dari ruangan ini.

Menatap dari tempat tidur, hingga punuk lelaki itu menghilang. Gisell masih merasa bingung.

"Apa yang terjadi padaku?" batin Gisell. Matanya menatap atap sembari berfikir dan berusaha mengingat apa yang telah terjadi beberapa hari yang lalu pada dirinya.

Saat Gisell tengah terfokus menatap atas, tiba-tiba seseorang datang..

"Permisi, saya boleh tau nama kamu?" tanya seseorang.

"Loh, elu. Ngapain balik lagi," gumam Gisell.

"Saya lupa belum tanya nama kamu? ulang Arga sambil menatap wajah wanita yang ada di depannya saat ini.

"Nama saya Gisella Noura, asal dari Bandung," ucap Gisell. Saat menjawab perkataan lelaki itu, nada bicara Gisell terdengar amat ketus.

"Oh, oke. Saya permisi dulu," Ucap Arga.

Saat menatap wajah lelaki yang bernama Arga. Gisell merasa ada yang tak asing dari mukanya, ia berusaha mengingatnya namun, kepalanya terasa sakit saat memaksakan untuk berfikir.

"Jangan terlalu di paksakan untuk berfikir ya bu, saat ini ibu sedang tahap pemulihan. Jad, ya harus banyak istirahat," ucap perawat yang berada di samping Gisell.

"Dihh, ni perawat apa gak tau kalau muka gua masih muda begini malah panggil ibu," batin Gisell sambil merilik sinis ke arah perawat.

***

Cahaya terang terpancar jelas dari kejauhan, rumah mewah dan megah berdiri dengan kokoh. Soratan lampu di setiap sudutnya tak pernah padam saat malam hari. Hiasan air mancur tepat di depan taman menambah keindahan rumah elegan itu.

Setelah menikah Arga dan Fely memilih tinggal di rumah dari hasil kerja keras mereka sendiri. Karena, mereka berdua bukanlah tipe orang yang suka merepotkan orang lain apalagi orang tua.

Namun, rumah yang mewah ini hingga kini masih terasa sepi dan hampa. Hanya ada mereka berdua dan 2 orang pembantu dan 2 supir.

Berulangkali kedua orangtua mereka menyarankan agar segera mempunyai buah hati. Tetapi, hingga saat ini keinginan itu masih belum sampai dalam benak Fely.

Ia masih asyik dan bahagia hidup berdua seperti ini dengan Arga karena, baginya ketika sudah ada buah hati dalam kehidupannya. Ia tak akan bisa merasakan indahnya berbisnis dan treveling bersama dengan teman-temannya.

"Sayang, sepertinya mami kamu udah kepengen banget deh kita punya anak," ucap Arga sembari tangan fokus membuka-buka buka.

"Yahh, mami mah udah dari dulu mas. Udahlah jangan difikirin dulu, jugaan kita belum kepengen punya anak, kan?" jawab Fely. Saat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Arga, hatinya merasa kesal karena, dirinya memang tak ingin di tuntut untuk buru-buru punya anak.

Setelah mendengarkan jawaban dari Fely, Arga hanya terdiam sambil menghembuskan nafas dalam-dalam lalu kembali pada buku yang dirinya pegang.

Fely, yang sedang duduk di depan meja rias bisa melihat dengan jelas mimik suaminya yang sedikit kesal akan jawabanya.

Namun, Arga, kesal atau tidaknya itu bukan beban fikirannya untuknya.

"Sudahlah aku ngantuk mau tidur," ucap Fely dengan nada yang terdengar ketus.

Fely pun segera meraih selimut yang ada di ujung kakinya, sedangkan Arga, suaminya yang berada di sisi kirinya hanya bisa berdiam melihat tingkah istrinya.

Arga, paham sekali. Jika, Fely bukanlah tipikal orang yang suka di paksa. Jika, dia tak suka maka dia akan menegaskan keputusannya tanpa berfikir bagaimana hati orang lain.

Hidup bersama dengan Fely selama 3 tahun ini banyak menguji kesabaran dalam segala hal apapun. Tapi, bagaimana lagi meskipun Fely sangat keras kepala dia tetap istrinya yang senantisa ia sayangi.

Burung-burung berkiacau dengan suara yang nyaring, gorden kamar yang telah terbuka memudahkan cahaya matahari masuk ke dalam kamar.

"Huwahhh,"

Terdengar suara uaapan yang keras dari arah kamar.

"Pasti Mas Arga masih tidur," tebak Fely. Ia berdiri tepat di depan pintu sambil membawakan pakaian Arga yang akan suaminya kenakan hari ini.

*Ceklek...

"Ya ampun..!!! Mas Arga ayo bangun! Ini udah pagi," omel Fely. Ia pun segera menarik selimut yang menutupi tubuh suaminya.

"Sayang, aku masih ngantuk. Semalem aku begadang," keluh Arga. Matanya masih tertutup namun, mulutnya berbicara dan menjawab semua perkataan Fely.

"Siapa yang nyuruh kamu begadang, udah tau paginya kerja masih aja begadang," omel ulang Fely. Ia bersikeras utuk membangunkan Arga jika, dirinya tak sigap maka suaminya akan terus bermalas-malasan.

"Semalem aku cari referenasi,"

"Udah, aku gak mau tau alasan kamu gimana, yang penting sekarang kamu bangun ini sudah jam 07:30," ucap Fely.

"Hah!" sontak Arga. Ia pun segera bangkit dan melihat arloji yang ada di dinding.

"Kamu kok gak bilang si, kalau udah jam 07:30," dengus Arga.

"Yaa, salah sendiri gak mau bangun. Padahal cahaya matahari udah masuk ke kamar masih aja ngebo," celoteh Fely.

"Udah sana buruan mandi, aku mau nyiapin sarapan pagi untuk kamu," lanjut Fely. Kakinya melangkah dan meninggalkan Arga yang masih duduk di kasur.

Saat tangan Fely mulai memegang gagang pintu seketika Arga pun menarik tangan istrinya hingga membawa Fely ke kasur. Arga mulai memeluk Fely dengan erat.

"Mas, apa-apaan sih. Buruan mandi," ujar Fely sambil tersenyum tipis.

"Aku malas mandi, bisakah kita hari ini habiskan waktu berdua sepanjang hari?" bisik Arga pada telingan Fely.

Tangan Arga masih melingkar di tubuh Fely, hingga membuat istrinya kesulitan untuk gerak.

"Enggak! Kamu harus kerja dan aku ada meeting jam 09:00," tegas Fely.

"Tapi, sayang," ringik Arga dengan nada yang manja.

"Lain kali aja, waktu kita enggak tepat,"

"Ya sudah buruan lepasin, aku mau nyiapin sarapan pagi. Kalau begini terus yang ada kita sama-sama telat," lanjut Fely.

Arga pun melepaskan tangannya dari lingkaran perut Fely dengan berat hati. Belakangan ini dirinya dan Fely terlalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing dan jarang sekali atau bahkan tak pernah menghabiskan waktu berdua lagi.

"Eh, sayang tunggu," ucap Arga.

Tangan Fely yang akan membuka pintu pun tertunda lagi, ia mengurungkan niatnya lalu membalikan tubuh menatap ke arah suaminya.

"Ada apa lagi mas?" tanya Fely.

"Muachh.."

Sebuah kecupan dari Arga mendarat di pipi Fely.

Wanita itu yang baru saja membalikan tubuhnya merasa terkejut dengan apa yang mendarat di pipinya tadi. Hatinya masih merasa terkejut namun, bahagia saat melihat perlakukan suaminya.

"Udah buruan siapin sarapan pagi untukku, jangan lupa teh hangat tapi jangan terlalu manis," sahut Arga dari dalam kamar mandi.

Fely hanya tersenyum lalu segera keluar kamar untuk menyiapkan sarapan pagi.

Meski, terkadang mereka berdua saling berbeda pendapat dan sama-sama sibuk dengan profesi masing-masing. Namun, soal ke haromisan dalam sehari-hari masih selalu tertampak walaupun hanya sebatas hal kecil saja.

Bagi Fely menikah dengan Arga bukanlah penyesalan untuk dirinya. Ia merasa bersyukur sekali memiliki suami yang baik dan sabar dalam menghadapi dirinya selama ini.

Next chapter