32 32. Syok

"Hih... Gavin! Soal apa?" tanya Guin manja sembari mencubit pipi Gavin.

"Soal... Soal aku yang belajar dari buku. Sebenarnya, aku belajar dari video," bisik Gavin.

Guin terdiam. Dia membiarkan Gavin mengambil nampan berisi teh dan makanan ringan.

'Video? Ja--jadi Gavin sudah melihat milik wanita lain sebelum melihat milikku?' batin Guin syok.

"Guin, ayo!" teriak Gavin.

BRUKKK!

Gavin terkejut melihat Guin yang tergeletak di atas lantai. Gavin membuang nampan yang ada ditangannya dan meraih tubuh Guin dalam dekapannya.

PRANGGG!

"Mommy!" teriak Gavin yang terserang kepanikan.

Drap... Drap... Drap...

Nyonya Calista berlari menghampiri Gavin yang berteriak. Nyonya Calista tidak seberapa menanggapi suara pecahan barang yang terjatuh dilantai tapi suara teriakan Gavin langsung membuatnya tersentak.

"Gavin! Kita langsung bawa Guin ke Rumah Sakit!" pekik Nyonya Calista setelah melihat tubuh Guin lemas dalam pelukan Gavin.

"Iya, Mom!"

***

Nyonya Calista menenangkan Gavin yang gusar disepanjang Guin diperiksa di dalam ruangan.

"Apa Guin sakit?" tanya Nyonya Calista.

"Tidak!" Gavin menggeleng.

"Apa Guin hamil?"

Gavin menoleh. "Hamil dengan siapa? Aku dan Guin belum..."

"Itulah! Sepertinya kalian perlu liburan. Mommy rasa, Guin stress."

"Guin stress bersuamikan Gavin?"

Kali ini, ekspresi dan sikap anak kecil Gavin, bukan kepura-puraan. Dia menjadi takut dengan ucapan Nyonya Calista.

"Itu hanya prediksi Mommy. Lebih baik cepat selesaikan urusan diluar dan beritahu Guin kebenarannya."

"Aku..." Gavin diam sejenak. "Aku takut gagal, Mom!" imbuhnya lirih.

"Dukungan Istri penting setelah dukungan Ibu. Semua akan terasa ringan. Guin berhak tahu."

"Aku belum bisa bicara padanya, Mom."

"Kenapa? Karena kalian tidak saling mempercayai? Atau, kau yang tidak mempercayai Guin?"

Pertanyaan Nyonya Calista menghentak hati Gavin. Tidak dipungkiri, Gavin belum sepenuhnya percaya dengan Guin.

Semua itu bukan tidak percaya dengan ketulusan Guin padanya tapi Gavin terlalu takut kalau Guin marah, merasa dibohongi, merasa pernikahannya juga masuk ke dalam sandiwara.

Gavin tenggelam dalam pikiran buruknya. Belum mencoba tapi bayangan buruk saat Guin meninggalkannya, sudah membuat Gavin bimbang.

"Bukan karena Gavin tidak mempercayai Guin, Mom."

"Apa yang kau ragukan?" Nyonya Calista terlihat begitu menyayangi Gavin.

"Mom, bagaimana kalau langkahku salah karena memberitahunya? Bagaimana kalau Guin akan pergi setelah mengetahuinya?"

"Kau harus hadapi. Kau tidak boleh menjadi seorang pengecut."

"Mom, apa tidak bisa kalau aku menjalani hidupku seperti saat ini demi mempertahankan Guin untuk berada di sisiku?"

Nyonya Calista memeluk Gavin. Dia tahu Putranya sedang tidak bisa berfikir jernih sekarang.

Selain memikirkan perusahaan, masa depan, menjalani kehidupannya yang dianggap tidak normal, mendengar cemooh dan hinaan, Gavin juga memikirkan kebahagiaannya.

Kebahagiaan yang terdapat dalam diri Guin. Kebahagiaan yang selama ini Gavin cari.

"Kau harus hidup dengan baik. Kau harus memulainya lagi tanpa adanya sandiwara apapun, Gavin. Jangan seperti Ayahmu!" ucap Nyonya Calista.

"Aku tidak akan menyakiti Guin seperti Daddy menyakiti Mommy."

"KELUARGA NONA GUIN!" teriak Dokter.

Gavin dan Nyonya Calista berlari bersama mendekati Dokter yang memanggil.

"Saya Suaminya, Dokter!"

"Pasien tidak memiliki masalah yang serius."

"Tapi kenapa Istri saya tiba-tiba pingsan?" tanya Gavin cepat.

"Istri Tuan hanya butuh istirahat," jawab Dokter yang menangani Guin. "Pasien sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Saya permisi dulu," imbuhnya.

Gavin langsung bisa bernafas lega. Gavin menyusul Guin yang sudah pindah diruang rawat sedangkan Nyonya Calista membereskan urusan administrasi.

"Guin, kenapa kau tiba-tiba sakit?" gumam Gavin.

Tap... Tap... Tap...

Gavin mendatangi Guin yang terbaring dengan sangat cantik dimatanya. Terngiang-ngiang ucapan Nyonya Calista dikepala Gavin.

"Guin, apa Guin tidak bahagia memiliki Suami sepertiku? Aku berusaha bersikap manis, menghibur Guin, menggoda Guin, supaya hubungan kita mendekat secara perlahan tapi..."

Hahhhhh...

Gavin menghela nafasnya panjang. Dia tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Guin yang terbaring membuat Gavin sulit untuk berbicara.

Drrrrttttt... (Berdering)

Ponsel Gavin berdering. Membuat pikirannya teralihkan. Nomor tanpa nama membuat Gavin enggan untuk menerima tapi nomor itu terus menghubungi sampai lebih dari 3 kali.

"Hallo!"

"GAVIN YA? VIN, INI AKU EVE. APA GUIN BAIK-BAIK SAJA? AKU MENGHUBUNGI NOMORNYA TAPI TIDAK BISA."

'Apa aku harus memberitahu Eve?' batin Gavin.

"HALLO! VIN, APA KAU MASIH MENDENGARKU? APA SUDAH TERJADI SESUATU?"

"Guin sedang sakit," jawab Gavin singkat.

Tutttt... (Terputus)

Gavin mengerutkan keningnya. Dalam hatinya menggerutu karena Eve mematikan sambungan telponnya tanpa permisi.

"Gavin!"

Suara lemas dan merdu itu bisa membuat Gavin terperanjat kaget. Gavin langsung mendekati Guin yang baru saja memanggilnya tapi Guin memilih untuk membelakanginya.

"Guin!" panggil Gavin sembari menyentuh lengan Guin.

"Aku ingin Istirahat."

"Guin, apa Guin marah padaku?"

'Tentu saja aku marah! Dasar bodoh! Ahhhh... Menyebalkan. Aku tidak bisa memakinya dengan wajahnya yang berekspresi tanpa dosa seperti itu,' batin Guin.

"Guin, bicara padaku!" pinta Gavin memelas.

BRAKKK!

Gavin yang sedang merayu Guin, menjadi terkejut dengan pintu yang dibuka kasar. Nyonya Calista dan Eve masuk bersamaan.

"Guin!" teriak Eve sembari melangkah maju.

"Eve! Tahu dari mana kalau aku di sini?"

"Rahasia!"

Nyonya Calista juga mendekat. Mencium kening Guin beberapa saat. Menyalurkan kehangatan seorang Ibu yang tidak Guin rasakan.

"Mommy pulang dulu. Mommy akan ke sini lagi sore hari ya," ucap Nyonya Calista.

"Iya, Mommy!"

"Mommy pinjam Gavin untuk mengantar Mommy pulang ya!" Guin hanya mengangguk tapi Gavin terlihat menolak untuk meninggalkan Guin meski hanya 1 menit.

"Mom..." rengek Gavin.

"Dengarkan Mommy!" bisik Nyonya Calista.

Gavin menuruti rencana Nyonya Calista. Meski Gavin sama sekali tidak merasa tenang meninggalkan Guin tapi masih ada Eve yang tidak akan mencelakai Guin.

Brummm... Brummm... Brummm...

Mobil yang Gavin kendarai sudah masuk ke jalanan yang padat. Beberapa kali Gavin menghela nafasnya dihadapan Nyonya Calista.

"Mommy bisa pulang sendiri, kenapa harus menyeretku?" tanya Gavin menyembunyikan kekesalannya.

"Beri ruang untuk Guin! Dia memiliki dunia yang bukan hanya kau di dalamnya."

***

"Kalian sedang bertengkar?" tanya Eve.

"Tidak!" jawab Guin sembari meggelengkan kepalanya.

"Tapi kau memandang Gavin tidak penuh cinta seperti biasanya."

Eve memancing Guin supaya mau bercerita dengannya. Seperti yang Eve ketahui dari Nyonya Calista, Guin pingsan karena syok.

"Se--sebenarnya aku sedang kesal!"

"Kesal kenapa?"

"Ke--" Guin terdiam. "Intinya aku sedang kesal dengannya!"

"Kau ini. Aku juga sudah dewasa. Tentu saja tahu apa yang sedang kau pikirkan," Eve tidak berhenti berusaha membuat Guin mau bercerita padanya.

"Aku malu mengatakannya."

"Kau ini. Aku ini sahabatmu!" maki Eve.

"Aku sedang kesal karena Gavin nonton video dewasa untuk belajar."

"Bukankah itu bagus kalau dia memiliki kemajuan?"

"Huaaaaaa... Bukan itu masalahnya!" kesalnya.

"Apa masalahnya?"

"Aku kesal karena Gavin melihat milik wanita lain."

"Astaga! Kau syok karena hal ini?" Eve terkejut mendengar penuturan Guin.

"Aku mencintainya. Sudah pasti aku hanya ingin dia melihatku saja!"

avataravatar
Next chapter