3 3. Prewedding

      Guin, gadis impian setiap pria yang bisa

meluluhkan hati dengan kelembutannya, hanya saja Keluarga Garmond yang mengadopsinya sudah buta hati sehingga berlian yang berharga tidak nampak didepan mata.

"Berkas ini tandatangani. Setelah

kau menikah, kau tidak memiliki hubungan lagi dengan Keluarga ini," ucap Tuan

Garmond sembari melemparkan beberapa lembar dokument kesepakatan.

"Ayah, kau benar-benar memilih

untuk menikahkanku lalu membuangku, dari pada memilih untuk membatalkan dan

memilikiku sebagai Putrimu?"

     Guin tahu kalau jawaban dari pertanyaannya akan membuatnya terluka, namun Guin ingin mendengar penuturan Tuan Garmond dengan lantang.

"Kau bukan Putriku. Kau juga tahu

kalau kau tidak akan bisa bahagia hidup di dalam Keluarga ini," jawab Tuan

Garmond.

'Guin, apa yang sedang kau

harapkan? Kau berharap pria yang selalu kau hormati dan kau panggil Ayah

benar-benar menyayangimu? Konyol! Harapanmu menyakiti dirimu sendiri,' batin

Guin menyadarkan dirinya sendiri.

     Guin tidak lagi tinggal di rumah Tuan

Garmond. Guin tinggal bersama Eve untuk sementara waktu. Keluarga Eve tengah

berada di Inggris sehingga Guin tidak harus selalu waspada setiap waktu.

    Guin telah membaca surat pernyataan

kebebasan lalu menandatanganinya. Guin menyimpan surat itu di tempat yang

paling aman.

     Guin yang dilepaskan begitu saja tanpa

diurus keperluan pernikahan sedangkan Keluarga Grissham hanya menghubungi Tuan

Garmond soal itu. Guin yang tidak tahu-menahu kalau hari ini ada prewedding

yang telah disiapkan oleh Tuan Grissham, terkejut ketika sebuah mobil mewah

menjemputnya.

    Seorang pria tampan, memakai kacamata,

tinggi dan juga senyumnya yang memikat membuat Guin berdiri kaku dengan

sekantung sampah ditangannya.

"Guin, kenapa kau lama?" teriak

Eve.

"Guin!" panggil Gavin.

"Eve, tunggu sebentar!" jawab

Guin.

      Guin yang gugup tidak bergerak dari

tempatnya berdiri. Gavin melihat tangan Guin gemetaran langsung menggenggam

tangan Guin tanpa ragu.

"Guin, Guin takut denganku?"

sesaat Guin langsung tersadar kalau ekspresi dingin yang baru saja dilihatnya

hanya sebuah ilusi.

"Gavin mencariku?" tanya Guin

sembari menarik tangannya.

"Guin. Eh, siapa pria tampan

itu?" Eve tiba-tiba muncul.

"Gavin, ku mohon mengerti aku,"

bisik Guin.

"Eve, kenalkan dia... Emmmm

dia..."

"Calon Suami Guin!"

     Guin yang gugup karena takut Eve akan

mengetahui dirinya akan menikah dengan pria yang tidak bisa diandalkan untuk

menjaganya, langsung terkejut melihat ekspresi dan reaksi Gavin yang

mengulurkan tangan lalu menjawab lantang seperti pria normal.

"Saya harus pergi dengan Guin.

Bye!" Gavin menarik Guin begitu saja hingga kantungnya terjatuh.

"Bersenang-senanglah, Guin!

Sampah ini biar aku yang urus!" teriak Eve.

      Guin tidak bisa mencegah tindakan Gavin

karena semakin lama Eve bertatapan dengan Gavin, Eve akan bisa menilai

kekurangan Gavin. Apalagi sikap Gavin yang bisa berubah seperti anak-anak tidak

bisa ditebak.

"Gavin!" panggil Guin setelah

mereka sampai di depan mobil mewah.

"Kita akan menikah, Istriku. Guin

tidak benci Gavin?" ucapan Gavin, ekspresi Gavin, semuanya sangat berbeda.

     Guin terkadang berharap Gavin adalah pria

normal tapi ketika melihat Gavin yang sering merengek bahkan berbicara juga

tidak berarah, harapan itu pupus. Satu-satunya yang bisa mengobati hati Guin

dari keretakan harapan hanya satu, yaitu menerima Gavin apa adanya tanpa

berharap apapun.

"Gavin mau mengajakku kemana?"

tanya Guin ramah.

"Kata Mommy, Gavin harus ajak

Guin menikah," jawabnya manja.

"Anak pintar. Kalau begitu, ayo

kita pergi," ucap Guin sembari mengusap ujung kepala Gavin.

     Gavin membuka pintu mobil untuk Guin lalu menyusulnya masuk. Ke mana pun Gavin pergi, di tangan selalu ada robot kecil

sampai Guin penasaran hadiah itu sebenarnya dari siapa.

"Gavin, robot ini hadiah dari

siapa?"

"Robot? Guin mau?" eksprsinya

yang polos membuat hati Guin terenyuh.

"Tidak. Robot ini milik Gavin,"

tolak Guin.

"Apa yang Gavin punya, akan

menjadi milik Guin. Seperti itu pesan Mommy."

     Andai saja suara yang lembut dan ekspresi

yang menggemaskan itu dimiliki oleh anak berumur 5 tahun, mungkin saja akan

menambahkan kelucuannya. Sayangnya, kenyataan tidak sebaik itu.

"Gavin, kalau kita sudah menikah,

kalau kau sembuh, aku harap kau tidak membuangku. Saat ini, hanya kau yang aku

miliki," gumam Guin lirih tapi mungkin saja terdengar oleh Gavin karena posisi

Guin tengah menyandarkan kepalanya ditubuh Gavin.

     Perjalanan seakan berlalu begitu cepat.

Baru saja berkedip, ternyata sudah sampai di tempat tujuan. Angin menerpa tubuh

dan hampir membuat Guin membeku.

     Jantung Guin berdebar. Lagi-lagi, Guin

menganggap Gavin adalah pria dewasa yang normal karena memiliki pikiran peduli

yang tinggi di mana jas yang dikenakannya, diberikan pada Guin.

"Kau saja yang pakai. Aku tidak

masalah dengan cuaca seperti ini," ucap Guin lembut.

"Guin tidak menyukaiku lagi?"

mata yang memancarkan harapan, membuat Guin bungkam.

"Sudah-sudah. Ayo kita masuk,"

ucap Guin tanpa melanjutkan perdebatan.

     Tidak ada siapapun di dalam ruangan itu.

Sepi dan hanya ada Guin dan Gavin di dalamnya. Ruangannya begitu elit dan

terdapat beberapa gaun, juga seperti persiapan lainya.

"Gavin, ini..."

"Guin, kita tunggu Mommy

sebentar," ucap Gavin memohon.

"Kalau begitu, Gavin duduklah!"

pinta Guin.

     Setelah 15 menit menunggu, akhirnya

terdengar suara mobil datang beriringan. Guin yang duduk langsung berdiri dan

berniat untuk menyambut tapi Gavin menarik tangan Guin hingga tubuhnya ikut

terseret dan terjatuh di atas Gavin.

"Gavin!" pandangan mata mereka

bertemu seakan saling memancarkan sinarnya.

"Ehemmm... Apa seperti ini sikap

calon menantu Keluarg Grissham?"

     Suara yang penuh kedengkian itu, siapa lagi kalau bukan suara Nyonya

Amber. Guin langsung berdiri dan merapikan pakaiannya lalu membantu Gavin untuk

berdiri disisinya.

"Tuan dan Nyonya Grissham, tolong

maafkan kelancangan saya tapi saya bisa jelaskan apa yang terjadi," Guin

membungkukkan tubuhnya sebagai tanda tanda hormat yang tulus.

"Sudahlah, semuanya hanya salah

paham," Tuan Grissham seperti membela Gavin supaya Nyonya Amber dan Aland tidak

lagi menindas Gavin.

     Empat wanita asing juga ikut masuk bersama Keluarga besar Grissham. Guin mengerutkan alisnya karena empat wanita itu

berjalan ke arahnya.

"Kami adalah utusan Tuan besar

Grissham untuk menghias Nyonya muda," ucap salah satu di antara mereka.

"Ap—apa? Meng—menghias? Untuk

apa?" pekik Guin terkejut.

"Prewedding!" jawab Nyonya

Calista.

     Nyonya Calista sebenarnya sangat ramah

tapi bersikap sangat hati-hati karena belum mengenal Guin dan juga belum

mengetahui rencana Guin yang sebenarnya sampai-sampai rela menikah dengan pria

tidak normal seperti Gavin.

"Ap—apa Guin tidak mau lagi

denganku?" tanya Gavin sedih.

"Tentu saja! Siapa yang mau

menikah dengan pria cacat sepertimu?" seru Aland.

"Sudahlah. Lebih baik batalkan

dari pada membuat malu. Apalagi pernikahan dirayakan sangat meriah," sahut

Nyonya Amber.

    Guin mengepalkan tangannya. Telinganya

terasa panas, ucapan yang baru saja didengar sangat membuatnya muak.

"Mohon Tuan muda dan Nyonya kedua

untuk memperhatikan lagi sopan santun. Di sini adalah pernikahanku dengan

Gavin. Kalian tidak memiliki hak untuk berbicara mengenai itu," balas Guin.

"Kau..."

"Jangan memarahi Guinku!" bahkan

ketika Gavin sedang marah karena Nyonya Amber hampir memakinya, amarahnya hanya

seperti anak TK yang berebut makanan.

"Gavin, aku tidak apa-apa. Jangan

khawatirkan aku," ucap Guin menenagkan Gavin.

"Hanya anak cacat saja begitu kau

perhatikan," sahut Aland.

"Lebih baik cacat mental dari

pada cacat perasaan!"

avataravatar
Next chapter