webnovel

Istri Kecil Presdir

Keluarga Grissham memiliki 2 penerus. Hanya saja, lahir dari wanita yang berbeda. Gavin Grissham, penerus pertama dan tentu saja dari Istri pertama, seharusnya menjadi kebanggaan. Namun semua itu hanyalah sebuah mimpi. Davin Grissham terlahir tidak sempurna sehingga hanya tubuhnya saja yang berkembang pesat tapi otaknya memiliki IQ rendah dan membuat Gavin bersikap seperti anak yang berumur 5 tahun. Siapa yang sudi menikah dengan pria tidak normal? Sedangkan, menikah adalah syarat utama dari Tuan Grissham untuk mendapatkan hak waris. Guinnevere, Putri angkat Tuan Grissham harus menelan kepahitan itu karena dipaksa menggantikan Agatha menikah dengan Tuan muda Gavin. Bisakah Guin menerima Tuan muda Gavin?

Sabrina_Angelitta · Teen
Not enough ratings
304 Chs

13. Nonton Mesra

Sudah 1 minggu Guin menikah dan berada di dalam Keluarga Grissham. Tidak ada yang terjadi. Hari-hari Guin lewati seperti seorang pengasuh karena harus membantu hal-hal kecil yang tidak bisa di lakukan oleh Gavin.

Semua orang ada di rumah karena ini hari minggu. Hanya saja, sore hari mereka memiliki agendanya masing-masing. Hanya ada Guin dan Gavin yang tertinggal.

Senin, Gavin sudah harus memulai aktifitasnya, yaitu sekolah dan masa cuty Guin juga sudah selesai. Gavin ingin mengajak Guin keluar tapi melihat Guin yang masih nyaman berada di rumah tanpa gangguan membuat Gavin mengurungkan niatnya.

"Guin, ayo kita nonton!" ucap Gavin senang.

'Senyum yang membuatku tidak bisa menolak,' batin Guin.

"Ya sudah, aku siap-siap dulu ya," jawab Guin.

"Kita tidak akan keluar rumah."

"Mau nonton tv ya? Aku kira bioskop," ujar Guin.

"Guin ikut saja. Mommy tadi memberikan ini, katanya filmnya bagus untuk yang sudah menikah," Gavin menarik tangan Guin menuju lantai bawa.

Ekspresi wajah polos Gavin membuat Guin hanya bisa menuruti keinginannya.

Rumahnya terlalu luas sampai membuat Guin terkadang lupa jalan menuju kamarnya, apalagi ruangan yang menurut Guin tersembunyi seperti ini.

"Ini studio pribadi," ucap Gavin. "Kita akan nonton saja berdua di sini," imbuhnya.

"Oh, kau ingin nonton film apa?" tanya Guin.

"Mommy kasih ini," Gavin memberikannya pada Guin.

'Kenapa Mommy memberikan film dewasa? Gavin itu masih anak-anak,' batin Guin linglung.

"Guin mau pilih perfect marriage atau honeymoon?"

"Hah? Emmmm kita nonton kartun saja," elak Guin.

"Film itu pilihan Mommy. Apa Guin tidak menyukainya?"

ucap Gavin sedih.

Ekspresi andalan yang membuat Guin tidak bisa menolak keinginan Gavin. Debaran jantung Guin sudah mulai tenang meskipun tubuhnya mengeluarkan keringat dingin.

Keraguna memilih fimn yang harus mereka tonton tersirat di wajah cantik Guin.

"Kita nonton apa ya?" Guin berfikir, memilah dari dua judul itu yang tidak memiliki adegan dewasa yang mencolok.

"Aku saja yang pilih. Guin terlalu lama."

Gavin seperti sudah memiliki persiapan karena di dalam ruangan sudah ada minuman dan juga camilan. Film sudah di mulai dan Guin sama sekali tidak bisa fokus.

Pencahayaan yang di dapat dari layar, membuat suasana begitu canggung. Ditambah lagi Gavin yang terus curi-curi pandang membuat Guin salah tingkah dan tidak bisa nonton dengan tenang.

"Guin, apa filmnya bagus?" bisik Gavin tiba-tiba.

"Ah, iya, Ba—bagus," ucap Guin gugup.

'Aku kira dia mau menciumku, ternyata kepercayaan diriku terlalu tinggi,' batin Guin.

Gavin serius menonton apalagi di saat adegan dalam film sedang melaksanakan upacara pernikahan. Guin menutup matanya karena pengantin saling berciuman setelah ikrar selesai.

"Guin, jadi waktu itu aku salah ya?" tanya Gavin.

"Salah apa?" tanya Guin tak mengerti.

'Film ini benar-benar membuatku stress,' batin Guin.

"Harusnya bukan kening Guin yang aku cium, tapi bibir," Gavin menyentuh bibir Guin dengan jarinya.

"Ap—apa?" Guin menghindari Gavin yang jaraknya sangat dekat dengannya.

"Guin pernah ciuman?"

'Bolehkan aku memaki filmnya? Aku benar-benar bisa gila,' batin Guin.

Gavin kembali duduk tenang dan menonton filmnya tanpa berkedip. Debaran jantung Guin sudah mulai netral kembali.

Guin berharap kalau Gavin tidak lagi banyak bertanya dan banyak bertingkah. Dia hanya takut salah menjawab dan menanggapi.

Namun, harapan Guin sirna karena Gavin kembali membuka bibirnya, mengeluarkan suara yang benar-benar membuat Guin ingin segerap mematikan filmnya.

"Guin, apa rasanya ciuman?"

Guin terbelalak. Baru saja dirinya merasa tenang tapi Gavin mulai mempertanyakan sesuatu yang tidak bisa Guin jawab karena Guin sendiri belum pernah memiliki hubungan dengan siapapun.

"Aku belum pernah, jadi tidak tahu," jawab Guin jujur. "Kalau Gavin ingin tahu, bukankah harus ciuman terlebih dahulu?"

ceplosnya.

Guin menutup bibirnya karena kelepasan dalam memberikan wawasan. Salah bicara ternyata bisa menimbulkan kefatalan yang tak terkira.

"Guin!" bisik Gavin.

"Ap—apa? Kenapa kau begitu dekat?" elak Guin.

"Jangan menghindar. Guin sendiri yang tadi bilang kalau ingin tahu rasanya, harus melakukan."

"Me—melakukan apa?" gugup Guin.

"Melakukan ini."

Entah setan apa yang merasuk ke dalam otak Gavin. Keberaniannya sangat luar biasa di mana saat ini, bibir Gavin sudah menempel di bibir Guin.

Gavin memejamkan matanya, tapi bibirnya hanya diam mengecup tanpa melakukan pergerakan. Guin diam dan tidak mengelak.

Setelah beberapa saat, Gavin melepaskan Guin. Wajah Guin sudah memerah. Guin menyentuh bibirnya sendiri. Ada perasaan yang tidak bisa dijelaskan bahkan ditafsirkan oleh dirinya sendiri.

"Guin, apa ciuman seperti itu?' bisik Gavin.

"Ha? Ap—ap—apa? Ak—aku tidak tahu!" ucap Guin sembari berlari.

Gavin tersenyum menatap Guin yang kabur darinya. Tidak bisa di pungkiri, senyum itu bertanda kalau Gavin sangat tertarik dengan Guin.

"Rasanya tidak buruk," gumam Gavin.

***

Aland setiap hari berada di kantor membantu Tuan Grissham mengurus perusahaan cabang. Kali ini, Aland diberikan kepercayaan untuk mengurus satu proyek. Kalau sampai gagal, Aland harus memulai semuanya dari nol yang artinya Aland harus bekerja dimulai dari status paling bawah.

Nyonya Amber menempatkan Gessi untuk menjadi Sekretaris Aland. Aland berusaha mati-matian karena saingannya dalam berbisnis bukanlah orang sembarangan, melainkan perusahaan besar yang tidak diketahui siapa pemiliknya.

"Aku harus memenangkan tender kali ini. Aku bisa bangkrut kalau sampai kalah," gumam Aland geram dengan semua ambisinya.

Aland sudah menyiapkan penawaran terbaiknya. Perjuangannya selama 3 bulan terakhir akan mendapatkan jawaban esok. Bahkan weekend sekali pun, Aland masih mengecek kembali proposal yang akan dipakai meeting terakhir sebagai keputusan menang atau kalah.

"Gessi, bagaimana menurutmu? Apa persiapan kita sudah matang untuk meeting keputusan besok?" tanya Aland serius.

"Persiapan kita sudah matang, hanya saja kita tidak tahu permainan lawan, Tuan."

"Aku pasti menang tender. Aku yakin."

***

Nyonya Amber yang baru saja kembali dengan Tuan Grissham dari menemui klien, memasang wajah masam. Pikirannya tidak karuan karena memikirkan esok hari apakah Aland menang atau kalah.

"Grissham!" panggilnya pada Tuan Grissham.

"Katakan saja apa maumu!" jawab Tuan Grissham tanpa basa-basi.

"Apa kau tidak terlalu kejam? Bagaimana bisa kau menempatkan Putra kandungmu menjadi karyawan paling bawah jika kalah tender dalam proyek ini?"

"Kau meragukan hasil kerja keras Putramu?"

"Bukan..."

"Aku katakan padamu, selain dia adalah Putramu, dia juga darah dagingku. Aku memiliki hak penuh untuk mendidiknya."

"Kau tidak mengerti!" teriak Nyonya Amber.

"Apa yang aku tidak mengerti? Kau menjebakku untuk menghamilimu, kau mengincar hartaku, aku tahu semuanya." Bentak Tuan Grissham.

"Kau salah. Aku tidak..."

"Tidak apa? Tidak salah lagi? Aku juga tahu kalau kau yang membuat Calista jatuh saat hamil, perutnya terbentur hingga melahirkan Gavin yang berbeda. Semua itu karena siapa?"

'Apa? Ternyata dia tahu kalau aku yang melakukannya selama ini? Tapi—tapi kenapa dia tidak menghukumku?' batin Nyonya Amber.

Tuan Grissham masuk ke dalam rumah tanpa menunggu dan menyelesaikan pembicarannya dengan Nyonya Amber.

Hatinya langsung tenang saat masuk rumah, pertama kali yang dilihatnya adalah Nyonya Calista yang sedang menikmati teh seorang diri di ruang keluarga.

Pemandangan langka yang sudah sulit untuk Tuan Grissham lihat. Tuan Grissham mendekati Nyonya Calista tapi Nyonya Calista langsung meletakkan majalahnya dan beranjak pergi.

"Li, tunggu!" Tuan Grissham menggapai tangan Nyonya Calista tapi tangan itu ditepis olehnya.

"Jangan pernah menyentuhku dengan tanganmu yang menjijikan itu!"