26 Aku Tak Benci Poligami Tapi Aku Tak Sanggup Jika Di Poligami

Semalaman Zahra tak tidur karena Andre sesekali mengigau dan tubuhnya panas. Zahra harus mengompresnya semalaman, sesekali ia harus mengganti kompresan dan memijit kaki Andre, dan itu sukses membuat dirinya agak pusing di pagi hari.

Sehabis sholat shubuh, ia langsung pergi membuatkan bubur untuk Andre karena semalam beberapa kali Andre juga muntah-muntah membuat Zahra juga harus membersihkan lantai beberapa kali karena Andre tak mau di kasih baskom. Sedangkan untuk muntah di kamar mandi, ia merasa tak mampu untuk jalan kesana karena tubuhnya yang masih terasa lemas.

Saat Zahra membuat bubur, Andre bangun. Ia melihat masih ada kompresan di dahinya. Ia sadar betapa besar pengorbanan Zahra untuk nya.

"Zahra, terima kasih sudah merawatku semalaman." gumam Andre dalam hati. Ia menaruh kain kompresan itu di meja lalu dengan tertatih-tatih ia bangun dari tidurnya untuk buang air kecil, cuci muka dan gosok gigi. Setelah selesai ia pun kembali ke kamar tidur dan merebahkan tubuhnya.

"Mas, sudah bangun?" tanya Zahra sambil membawa bubur dan teh hangat.

"Iya," jawab Andre tersenyum ke arah Zahra.

Zahra menaruh bubur dan teh itu di atas meja. Lalu ia mengecek dahi Andre.

"Syukurlah, sudah tak panas lagi. Sekarang makan ya, biar punya tenaga biar cepat sembuh juga," tutur Zahra sambil mengambil baskom yang berisi bubur.

"Aku suapin ya," ucap Zahra dan Andre hanya menganggukkan kepala.

Andre pun makan sambil melihat wajah Zahra membuat Zahra gugup. Namun ia berusaha bersikap biasa aja.

"Udah, Za."

"Tapi ini baru beberapa sendok, Mas."

"Aku udah kenyang." Balas Andre. Zahra yang tak mau memaksa pun akhirnya menyerah.

"Iya sudah, tapi minum ya tehnya. Maaf aku belum beli obat, nanti agak siangan aku mau ke apotik buat beli obat." ucap Zahra sambil menaruh baskom berisi bubur itu di meja. Lalu ia mengambil tehnya dan memberikan ke Andre. Andre pun meminumnya hingga sisa setengah.

"Gak usah beli obat, lagian juga butuhku sudah mendingan."

"Tapi tetap saja harus minum obat biar cepat sembuh. Tadi aku juga sudah menelfon papa, dan papa ngizinin Mas libur lagi untuk beberapa hari ke depan."

"Kamu sendiri gak kerja?"

"Mana mungkin aku kerja Mas, sedangkan kamu sakit kayak gini. Aku akan nemenin kamu di sini."

"Makasih ya,"

"Sama-sama."

"Mas mau tidur lagi atau gimana?"

"Aku mau tidur lagi."

"Baiklah." Zahra membantu Andre berbaring. Lalu setelah itu, Zahra menyelimuti Andre.

"Cepet sembuh ya, Mas." ucap Zahra sebelum ia pergi meninggalkan Andre di kamar sendiri. Ia segera beres-beres dan memasak untuk dirinya sendiri. Bagaimanapun ia gak boleh telat makan dan harus jaga kesehatan.

Sehabis bersih-bersih dan masak, ia pun segera mandi, lalu sarapan pagi sendirian. Setelah selesai sarapan, ia pergi ke apotik untuk membeli obat dan pergi ke toko untuk membeli roti dan susu, siapa tau Andre pengen makan roti.

Selesai dari apotik dan toko, ia pun duduk santai di ruang tengah sambil nonton tivi dan membuka Hp. Ada beberapa pesan dari dua orang.

Reyhan

[Assalamualaikum Za, kamu gak masuk kerja]

Anna

[Assalamualaikum ... Za, kamu hari ini telat lagi atau gak masuk. Aku udah bawakan kamu bekal loh buat makan siang kita nanti]

Membaca pesan itu, Zahra pun langsung membalasnya.

Reyhan

[Waalaikumsalam, Mas. Aku gak masuk Mas. Soalnya Mas Andre sakit, aku gak mungkin ninggalin dia sendirian di rumah]

Anna

[Waalaikumsalam. Maafin aku ya, An. Aku hari ini gak masuk kerja soalnya Mas Andre sakit]

Tak lama kemudian ia pun mendapatkan balasan.

Reyhan

[Oh gitu, iya sudah gak papa. Semoga suaminya cepet sembuh ya]

Anna

[Loh Kak Andre sakit apa]

Melihat dua pesan lagi, Zahra pun memutuskan hanya membalas pesan Anna aja.

[Sakit panas hehe. Tadi malam muntah-muntah, terus panas juga. Tapi sekarang sudah mendingan]

[Oh. Iya udah semoga Kak Andre cepet sembuh ya. Nanti aku dan Kak Sofyan akan ke sana]

[Oke, aku tunggu di rumah]

Setelah selesai chatan, Zahra pun menaruh Hpnya dan nonton berita. Namun baru beberapa menit, ia terlelap. Yah, Zahra tidur sambil duduk, mungkin efek dia gak tidur semalaman, membuatnya mudah tertidur walaupun dalam keadaan duduk.

Sedangkan di dalam kamar, Andre bangun dari tidurnya. Ia melihat tak ada siapa-siapa di dalam kamarnya, lalu ia melihat keluar kamar, ia melihat Zahra yang tertidur.

Memang pintu kamar Andre di buka lebar agar Zahra bisa sesekali melihat Andre cukup dari ruang tengah, tak harus kesana.

Melihat Zahra ketiduran, Andre pun berjalan menuju ke ruang tengah lalu ia duduk di dekat Zahra. Ia menatap wajah Zahra yang terlihat adem. Walaupun tanpa make up, namun wajah Zahra terlihat mulus dan putih, mungkin karena Zahra menjaga wudhu dan sholatnya sehingga wajahnya cerah, tak kusam seperti yang lain atau glowing karena memakai ini itu.

Andre terus menatap wajah Zahra dan entah kenapa ia merasa ada debaran di hatinya yang ia tak mengerti.

"Za, kamu orang yang begitu tulus. Entah aku harus bahagia atau sedih dengan perjodohan kita. Semakin ke sini, aku semakin melihat kelebihan kamu, ketulusan kamu dan kebaikan kamu." gumam Andre dalam hati.

Zahra yang merasa seperti ada seseorang di pinggirnya langsung membuka mata.

"Loh Mas Andre kok di sini? Sudah enakan?" tanya Zahra.

"Alhamdulillah, badanku sudah enak dan tubuhku sudah gak panas lagi "

"Syukurlah, aku senang mendengarnya. Mas Andre mau makan, tadi aku masak sayur bening sama tahu. Aku ambilkan ya, setelah itu minum obat," ucap Zahra.

Andre pun hanya menganggukkan kepala, "Iya, boleh." jawabnya.

Zahra pun segera pergi ke ruang makan dan mengambilkan nasi dengan sayur bening dan tahu. Lalu membawanya ke ruang tamu.

"Mau makan sendiri atau aku suapin?" tanya Zahra.

"Aku makan sendiri aja," sahutnya.

Zahra pun memberikan nasi itu ke Andre.

Sedangkan Zahra ia duduk di samping Andre hanya saja ia memberi jarak sekitar satu meter, bagaimanapun ia tak mau terlalu dekat dengaj suaminya itu.

Andre pun makan dengan lahap, karena memang ia sudah mulai merasa nyaman dengan tubuhnya. Selesai makan, Zahra pun memberikan obat dan segelas air putih.

"Minum dulu ya obatnya," ujar Zahra.

"Iya, makasih."

"Sama-sama."

Setelah selesai minum obat, mereka berdua pun duduk santai sambil nonton tivi. Walaupun sebenarnya keduanya tak benar-benar menontonnya.

"Za, kemarin papa nyuruh kita ke rumahnya," ucap Andre memberitahu.

"Ya udah, aku sih terserah Mas aja. Aku kapanpun siap mau ke sana."

"Aku bilangnya weekend mau ke sana,"

"Oh iya udah weekend kita ke rumah papa sama mama.. Sekalian kita ke rumah Abah dan umi. Sejak kita nikah, kita gak pernah kesana."

"Iya, kita akan kesana sekalian."

"Tapi Mas, apa mas gak sibuk weekend nanti. maksudku apa mas gak keluar seperti biasanya?"

"Kayaknya enggak."

"Iya sudah. Berarti kita positif ya kalau hari Minggu kita ke orang tua kita?"

"Iya, Za."

Mereka pun terus mengobrol, hingga adzan Dhuhur berkumandang. Zahra pun pamit ke kamarnya untuk mandi dan sholat dhuhur. Sedangkan Andre, ia mengambil Hpnya di kamar dan kembali ke ruang tamu untuk membuka pesan. Tadi malam ia men silent Hp nya karena bunyi terus.

Dan saat ia melihat Hp nya sudah banyak panggilan tak terjawab dari Alana, bahkan ada 57 pesan, entah apa aja yang ia ketik.

Karena males membacanya, Andre pun memilih untuk pergi keluar rumah dan duduk di depan. Lalu ia pun menelfon Alana. Ia tak bisa nelfon di dalam karena takut ketahuan Zahra.

"Mas, kenapa sih baru nelfon sekarang. Kamu sudah lupa sama aku! Sejak tadi malam aku telfon gak di angkat, aku chat gak di bales. Mau mu apa? Apa mas lagi seneng-seneng sama Zahra di sana?" tanya Alana secara beruntun.

"Maaf sayang. Mas sakit sejak tadi malam," jawab Andre.

"Hallah, alasan. Mas pasti sibuk berduaan dengan dia. Pokoknya nanti malam jangan lupa ke sini lagi.

"Tapi sayang, badan mas masih gak enak, bisa gak kalau untuk nanti malam, mas gak usah ke sana dulu. Besok mas janji akan ke sana lagi,"

"Gak mau. Pokoknya nanti malam mas harus ke sini atau aku yang akan kesana dan buat keributan," ancam Alana.

"Kamu itu kenapa sih sayang, akhir-akhir ini suka marah, gak seperti biasanya."

"Gimana gak mau marah, kalau Mas ada di sana bersama wanita lain. Andai mas ada di posisiku gimana? Mas juga akan bersikap hal yang sama."

"Tapi sayang ...."

"Sudahlah, pokoknya aku tunggu nanti malam. Gak perlu pakek alasan ini itu!"

Dan tut ... tut ... tut ....

Alana mematikan hpnya secara sepihak membuat Andre ingin rasanya membanting Hpnya.

"Sayang, kenapa kamu berubah? Kamu tak lagi seperti dulu," ujar Andre sedih sekaligus juga kesal dengan sikap Alana yang makin hari makin gak jelas.

"Mas, ngapain di luar. Nanti masuk angin loh, ayo masuk," ucap Zahra yang tiba-tiba datang. Ia hanya mandi aja tadi, gak sholat karena ternyata ia sedang datang bulan atau menstruasi.

"Iya, Za." Andre pun masuk ke dalam dan kembali duduk di sofa ruang tengah.

"Kamu cepet banget?" tanya Andre.

"Iya, Mas. Aku tadi cuma mandi aja, gak sholat,"

"Kenapa?" tanya Andre.

"Biasalah Mas, perempuan." jawab Zahra tersenyum.

"Oh, aku fikir kenapa. Kamu mau keluar, biar aku antar?"

"Gak aku gak keluar. Jika pun keluar, tak mungkin aku mau di antar Mas."

"Kenapa?"

"Mas kan lagi sakit, kalau pergi keluar, takutnya nanti masuk angin lagi. Nanti malah tambah prah sakitnya."

"Hmmm ... nanti aku keluar lagi ya, mungkin aku berangkat sore pulang malam lagi."

"Oh gitu, iya sudah gak papa. Yang penting mas hati-hati aja di jalan, jika tak memungkinkan mas nginep aja, pulang besok pagi. Takutnya jika pulang malam, mas dalam keadaan ngantuk. Aku tak mau mas kecelakaan,"

"Kamu gak nanya aku pergi kemana?"

"Enggak, Mas. Aku tau mas punya urusan lain yang tak bisa mas ceritakan aku. Dan aku akan menghargai keputusan Mas," jawab Zahra tersenyum.

"Za, andai aku punya istri lain. Apa yang kamu lakukan? Apa kamu bersedia untuk di poligami?" tanya Andre hati-hati.

"Mas, sejujurnya aku tak benci poligami. Hanya saja sebagai manusia biasa, aku tak sanggup untuk di poligami. Walaupun mas tak mencintaiku, dan aku pun juga sama. Tetap saja, aku tak bisa dan tak rela di madu. Untuk itu, aku memilih untuk mundur. Walaupun Allah benci perceraian, tapi perceraian itu di perbolehkan dalam agama."

"Jadi kamu akan menceraikan aku?"

"Sebenarnya yang berhak menceraikan atau mengucap talak hanya seorang suami. Kalau aku, aku hanya bisa menggugat cerai di pengadilan, itupun butuh proses yang panjang. Beda sama Mas. Kalau Mas cukup mengatakan talak aja, maka kita akan resmi bercerai secara agama."

"Jadi intinya kamu tak mau di poligami?"

"Ya aku tak mau di poligami, apapun alasannya."

Andre hanya mengangguk-angguk saja. Intinya jika Zahra sampai tau, dirinya punya istri lain. Maka sat itu juga Zahra akan menggugat cerai dirinya.

Sedangkan Zahra, hanya tersenyum. Ia tak menaruh curiga sekalipun walaupun Andre membahas poligami. Karena ia yakin, sepintar-pintarnya orang menyimpan sesuatu, pasti akan ketahuan juga. Begitupun dengan suminya, andai suaminya poligami, cepat atau lambat ia pasti akan mengetahuinya. Jadi ia gak mau capek-capek mencaritahu. Biarlah ia serahkan urusannya kepada sang Maha Kuasa. Yang lebih tau segala-galanya apa yang ada di bumi, baik yang bisa di lihat maupun tak terlihat.

avataravatar
Next chapter