webnovel

Pesan Mama

"Irona... " Selvia memangil Irona dengan lirih, ada nada kesedihan disana.

"Iya, Ma. Kenapa?" Irona menghampiri mama nya yang sedang berbaring dikamar.

"Gimana hubungan kamu sama nak Aksa?" Selvia mengusap lembut lengan Irona, ia teramat sangat menyayangi putrinya itu.

Irona tersenyum hangat, "Baik-baik aja, Ma"

Selvia tersenyum, "Semoga kalian bahagia terus, ya" beliau dapat melihat rona bahagia dikedua mata Irona, Selvia sudah sangat lama tidak melihat Irona memiliki kekasih. Setahu nya dulu, Irona dicampakan oleh seorang pria dan itu membuat hatinya sebagai seorang ibu merasa sakit karena melihat putri sematawayangnya terluka.

"Mama tau, nggak? ternyata Aksa itu temen Irona waktu kecil" ucap Irona membuyarkan lamunan Selvia

Selvia merasa bingung, "Sejak kapan kamu punya teman kecil?" pasalnya memang sejak kecil Irona tidak memiliki teman dekat, kecuali Arin. Karena tempat tinggal mereka yang cukup jauh dari pemukiman warga membuat Irona harus terbiasa hanya beradaptasi dengan mamang-mamang penjaga sekaligus pengurus kebun stroberi.

"Jadi dulu keluarga Aksa itu liburan kesini. Terus Rona kan lagi siram stroberi, dia nyamperin Rona" jelas Irona, ia sangat ingat bagaimana dulu ia dan Aksa bertemu "Tapi cuman bentar, karena ayah Aksa buru-buru ngajak pulang" lanjutnya melemah.

"Wah.. mama baru tahu ada cerita kayak gitu" Selvia terkikik menggoda putrinya, ia memang benar-benar baru mengetahuinya.

"Tapi sekarang udah ketemu lagi dong" ucap Irona semangat, ia bahagia bahkan sangat bahagia ketika mengetahui Zio adalah Aksa, dan sedikit tidak percaya karena Aksa adalah Zio yang menjadi musuh bebuyutannya selama setahun terakhir ini.

Irona terkekeh mengingat semua takdir dan alur yang digariskan Tuhan untuknya. Selalu ada kejutan tidak terduga dalam setiap kisah.

"Tapi, Nak" suara lirih Selvia membuyarkan lamunannya, "Mama takut kalau keluarga nak Aksa tidak bisa menerima kita" Selvia melanjutkan ucapannya yang sempat terjeda, kentara sekali raut wajah yang khawatir dan juga kedua mata yang menerawang jauh.

Irona hanya diam, ia baru teringat tentang perbedaan kasta mereka. Ia baru ingat kalau Aksa adalah putra dari seorang pengusaha kaya, sedangkan dirinya hanyalah anak dari seorang tukang kebun stroberi yang sudah ditinggal oleh ayahnya.

Selvia menggenggam tangan Irona yang sudah terasa dingin, "Kamu jangan terlalu berharap, Nak. Kamu harus bisa mengantisipasi hati dan mental. Tapi mama doakan semoga kedua orangtua Aksa bisa menerima kita" Selvia tersenyum seolah-olah sedang menyalurkan kekuatan untuk anak gadisnya.

Irona hanya tersenyum, ia tidak tahu harus berkata apa.

***

"Kenapa gue baru kepikiran, ya?" Irona berdiri didepan jendela kamarnya, ia memandang hamparan pohon stroberi yang mulai berbuah. Ia menatap tempat yang dulu menjadi saksi bisu atas pemersatuannya dengan Aksa.

Irona tersenyum getir, "Apapun yang terjadi nanti, gue harus bertahan" ucapnya lirih. Air matanya mulai merembes membasahi kedua pipi yang mulanya kering dan terlihat indah. Irona yang biasanya kuat hari ini ia rapuh.

"Kalau kasta menjadi tolak ukur dalam cinta, kenapa Tuhan harus menciptakan hati?" batinnya. Irona takut, bahkan sangat takut.

***

"Aksa" Irona memberanikan diri untuk mengirim pesan singkat kepada kekasihnya itu. Selama ini mereka jarang sekali bertukar kabar melalui pesan, tapi lebih sering berkomunikasi melalui telepon.

Sudah lewat lima menit, namun tidak ada balasan apapun dari Aksa. Bahkan statusnya kini berubah, dari online menjadi terakhir dilihat. Irona menghembuskan nafas berat, "Harusnya gue ngga chat dia." Ia merasa tidak dibutuhkan lagi, karena baru kali ini ada lelaki yang enggan membalas pesannya.

Ting!

Setelah beberapa menit bergelut dengan pemikiran buruknya sendiri, ponsel Irona berbunyi, menandakan ada pesan yang masuk. Dengan cekatan Irona segera melihat pesan tersebut, ia tersenyum lebar sekali.

Aksa : "Apa, sayang?"

"Aaaakhhhh" Irona teriak kegirangan, ada rasa bahagia dihatinya, perutnya terasa geli seperti ada kupu-kupu yang beterbangan disana, dan rona wajahnya memerah bak memakai blush on yang menyala.

Irona : "Aku kangen"

Send...

Irona menutup wajahnya dengan bantal berwarna merah muda yang dipadukan dengan warna biru laut. Ia tidak sabar menunggu balasan dari Aksa.

Ting!

Dengan jurus seribu tangan Irona mengambil ponselnya.

Aksa : "Apalagi aku, kangen banget" (emotikon peluk)

"Huaaaaaa... Mamaa" Irona tidak tahan lagi, ia benar-benar dibuat terbang oleh Aksa. Irona tidak ingin membalas apapun lagi, sudah cukup ia membuat kesalahan terbesar.

***

"Assalamualaikum" pagi-pagi sekali Aksa sudah berada dihalaman rumah Irona, ia sengaja tidak memberitahu putrinya bahwa hari ini sang pangeran lah yang akan menjemput.

"Waalaikumussalam" jawab Selvia sebari membuka pintu utama, "Oh nak Aksa. Mari masuk" ucap Selvia dengan sopan, ia mempersilakan Aksa untuk masuk.

Aksa langsung menyalami kedua tangan Selvia, ia memang anak yang sangat sopan. Selvia hanya tersenyum sebari mengusap pelan punggung Aksa, layaknya seorang ibu pada anaknya.

"Apa kabar, Ma?" ujarnya dengan sopan

"Baik, Nak. Mari, biar mama siapin sarapan" jawab Selvia dengan senyum yang terpatri indah dikedua bibirnya. Ia sangat senang karena Aksa menjadi kekasih Irona, Aksa adalah anak yang baik dan sopan, menurutnya.

"Loh, Aksa?" Irona terkejut ketika melihat Aksa yang sudah duduk dimeja makan

"Halo, pacar" ucap Aksa usil, ia memang sudah merindukan kekasihnya sejak semalam. Sejak Irona mengatakan bahwa ia merindukan Aksa, pasalnya baru pertama kali Irona bersikap sangat manis padanya.

Wajah Irona memerah, ia gugup sekaligus malu ketika mengingat kejadian semalam.

"E... Kamu udah lama?" Irona mencoba menghilangkan rasa gugupnya, ia berusaha memasang wajah setenang mungkin, walaupun didalam hatinya ada deburan ombak yang siap memporakporandakan suasana.

"Baru aja" jawab Aksa singkat sebari melihat jam tangan yang ia kenakan.

"Ooo" Irona hanya membulatkan mulutnya, ia bingung harus berbuat apa. "Kok gue jadi canggung gini, ya?" batinnya.

"Eh.. Irona udah rapi" suara Selvia membuyarkan keheningan diantara Aksa dan Irona, membuat dua sejoli tersebut mengangkat kepala dan tidak sengaja mata mereka bertemu dan terkunci untuk beberapa nano detik.

Irona seketika salah tingkah dibuatnya, begitupun Aksa. Selvia yang melihat itu semua hanya tersenyum, ia sangat mengerti perasaan kawula muda yang sedang jatuh cinta.

"Yuk, makan!" Selvia memberikan piring kosong kepada Aksa dan Irona, "Nak Aksa makan yang banyak, ya." Selvia menuangkan sepiring nasi goreng dan juga telur ceplok yang sangat mengunggah selera.

Aksa hanya mengangguk dan tersenyum.

"Rona juga, makan yang banyak" sama seperti memperlakukan Aksa, Selvia menuang nasi goreng dan telur ceplok.

"Iya, Ma" ucap Irona pelan. Debar di dada nya tidak bisa ia pungkiri, rasanya semakin kencang saja. Irona melirik ke arah yang sedang melahap nasi gorengnya dengan sangat nikmat.

Aksa yang merasa diperhatikan pun melirik ke arah Irona, lagi-lagi tatapan mereka bertemu. Namun kali ini dibarengi dengan senyuman yang terukir manis dari masing-masing bibir mereka.

"Ekhem" Selvia mendeham, membuat Irona dan Aksa memutuskan pandangan mereka dan melanjutkan makannya dengan tenang.

***

"Kamu kok tadi tumben jemput aku?"

"Hah???" Aksa berteriak. Mereka berada dalam perjalanan menuju sekolah dengan mengendarai motor.

"Kamu kok tumben jemput aku!!" ucap Irona dengan sedikit berteriak pula.

"Apa? jembut?"

Plak!

Irona memukul keras helm yang dikenakan Aksa, bisa-bisanya ia memiliki pikiran kotor seperti itu.

"Kok kamu mukul aku sih?" ucap Aksa kesal, karena ia merasa tidak melakukan kesalahan apapun.

"Pikiran kamu ya Allah" jawab Irona sedikit kesal

"Emang tadi kamu ngomong apa? aku nggak denger?" Aksa sedikit menolehkan kepalanya ke arah kiri agar suara Irona terdengar lebih jelas.

"Kamu kok tumben jemput aku?" ucapnya dengan raut wajah yang masih kesal

"Oh.. hahaa" Aksa tergelak, mengingat kata apa yang sebelumnya ia jawab

"Ketawa lagi"

"Haha.. sumpah sayang aku salah denger. Aku jemput karena kangen, kan semalem kamu bilang kangen juga" Aksa sengaja menoleh lebih jauh kali ini, ia ingin melihat wajah Irona yang berubah menjadi seperti kepiting rebus.

Benae saja, Irona tiba-tiba diam. Namun wajahnya memerah dan bibirnya tersenyum tertahan, ia benar-benar malu.

***

Halo, selamat malam.

Terimakasih untuk semua pembaca setia Irona.

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan mereview cerita ini, ya!

see you the next chapter.

Next chapter