43 31- Mendesahlah Untukku (21+)

"So, do you still love me?" Adeeva terkesiap. Matanya membulat sempurna. Pergantian hari menjadi saksi bisu terjalinnya kisah yang lebih menyakitkan untuk keduanya.

Yudistira merekatkan tubuhnya pada Adeeva, mencondongkan wajahnya hingga berjarak sangat dekat dengan wajah cantik itu. Aroma lavender masuk ke dalam hidungnya dengan kuat, membuat pria itu semakin tergoda.

"Aku bertanya padamu, Adeeva." Suara Yudistira terdengar pelan, rendah, dan serak. Sangat panas saat masuk ke dalam telinga Adeeva yang masih mematung dengan ekspresi terkejutnya.

"Kau... mengingatku, Yudis?" Tanya Adeeva ragu. Dia takut berharap lebih pada pria di depannya. Pria yang membuat Adeeva takut dan bahagia secara sekaligus.

"Jawab pertanyaanku terlebih dahulu. Apa kau masih mencintaiku?" Yudistira menekankan setiap kata yang meluncur dari bibirnya, membuat Adeeva menelan ludahnya susah payah. Bahkan, untuk bernafas saja dia terasa sulit.

Yudistira semakin merekatkan tubuh keduanya, hingga dada bidang itu menempel sempurna pada payudara sintal milik Adeeva. Kedua tangan Adeeva berada di pundak Yudistira, mencekramnya semakin kuat seiring dengan wajah Yudistira yang semakin dekat.

Adeeva refleks menggeleng kuat-kuat. Membuat Yudistira merasa semakin tertantang. Dia mengecup bibir Adeeva. Hanya kecupan ringan saja pipi gadis itu sudah merona. Yudistira tahu Adeeva masih sangat mencintainya. Bahkan, gadis itu sering mengungkapkannya secara terang-terangan. Gadis itu hanya merasa takut. Yudistira tahu itu dengan sangat baik.

"Bahkan di saat seperti ini, kau benar-benar sudah tidak mencintaiku?" Tanya Yudistira lagi.

Nafas pria itu menyapu bibir Adeeva, membuat gadis itu harus menahan nafas dan berusaha untuk menjauhkan wajahnya.

"Sir?" Suara Adeeva bergetar, hingga tidak terdengar dengan jelas.

"Aku Yudis, Adeeva. Yudistira yang mencintaimu dulu dan sekarang." Ralat Yudistira.

"Katakan kepadaku, apa kau masih mencintaiku?" Yudistira kembali mengulang pertanyaan yang sama. Wajahnya sudah sangat dekat dengan Adeeva, hingga bibir keduanya nyaris menempel.

Adeeva menarik nafasnya kuat-kuat, mencekram pundak Yudistira dengan kencang. "Aku masih mencintaimu. Selalu mencintaimu, Yudis."

***

Semilir angin malam yang terasa menyesakkan merasa cemburu dengan panasnya ranjang sepasang kekasih yang tengah di mabuk asmara. Keduanya berciuman sangat mesra, membelit lidah satu sama lain dan menjelajahi bibir masing-masing.

Tangan sang pria berada di tengkuk gadis yang tengah tidak berdaya di bawahnya. Gadis dengan kemeja yang telah terbuka, menyisakan bra berwarna merah terang yang menutupi dada membusung milik gadisnya.

Deburan ombak yang memecah bibir pantai seakan menjadi melodi indah untuk keduanya. Di tambah dengan rintik hujan yang menjadi bagian nada-nada akan kenangan yang terjalin sempurna di bangunan seputih salju ini.

Adeeva meraup oksigen di sekitarnya dengan rakus. Yudistira menciumnya dengan sangat brutal, tanpa memikirkan kondisi Adeeva yang nyaris mati karena kehabisan oksigen. Dia terengah-engah, membuat dadanya naik turun dengan tempo yeng tidak teratur.

Mata setajam elang milik Yudistira terus memperhatikan bagaimana gadis itu tersipu di bawah kendalinya. Bagaimana cantiknya si rambut merah yang selalu mnegoceh tanpa henti saat Yudistira tengah merasa bosan dan butuh sedikit hiburan.

"Kau cantik. Sangat cantik." Tangan Yudistira menjamah wajah cantik Adeeva. Jari jemarinya menari mengitari mata, hidung, dan berhenti pada bibir yang mulai membengkak.

Adeeva tersenyum. Pikiran mengenai Yudistira akan membencinya hilang begitu saja, tergantikan dengan kepingan rasa bahagia yang menghujani hatinya.

Adeeva mengulurkan tangannya, mengusap rahang tajam milik Yudistira dengan lembut. Sedangkan Yudistira memejamkan matanya, menikmati sapuan lembut dari jari-jemari lentik milik gadisnya.

"Kau tahu? Aku selalu merindukanmu. Tidak pernah terlewat satu detikpun untuk tidak mengingatmu." Suara Adeeva mengalun indah masuk ke dalam indra pendengarannya, membuat suasana menjadi semakin panas.

Mata Yudistira terbuka perlahan, berkilat gairah saat memandang gadis di bawahnya. Pandangan Yudistira turun menuju leher jenjang Adeeva yang dipenuhi dengan beberapa tanda kepemilikannya di sana.

"Aku tidak pernah berhenti mengagumi kecantikanmu yang membuatku merasa mabuk." Sapuan jari panjang Yudistira turun menuju leher, mengusap satu persatu tanda yang telah dia buat.

Adeeva memejamkan matanya, menikmati sentuhan memabukkan pria yang telah mengambil alih hidupnya. Persetan dengan segala permasalahan yang akan terjadi nantinya, yang jelas Adeeva akan menikmati malam panas ini dengan hati yang berdebar.

"Aku berjanji. Malam ini akan menjadi malam yang sempurna untuk kita." Bertepatan dengan ucapan Yudistira, Adeeva membelalak saat merasakan bibir pria itu mencium keningnya dengan perasaan yang hangat. Adeeva tersenyum. Dia mengangguk menandakan bahwa dirinya menyetujui pria tersebut.

"Then, do it." Bisik Adeeva.

Yudistira tidak mau membuang waktu lagi. Dia mencium benda kenyal yang menjadi candunya. Bibir Adeeva yang terasa semanis madu telah dia habisi begitu saja. Dilumatnya dengan rakus, membuat Adeeva kewalahan.

Bibir Yudistira kini beralih ke leher jenjang Adeeva. Menghirup aroma lavender yang sangat kuat di sana. Mata Yudistira terpejam, menikmati aroma memabukkan dari gadis itu. Tanpa sadar, dia kembali mencium leher Adeeva, menggigitinya perlahan dan menghisapnya sangat kuat membuat sang empunya leher mengeluh nikmat.

"Shh... ahh.. Yudis..." tangan Adeeva mencekram sprei, menyalurkan gairah yang menghantam otaknya.

Yudistira semakin turun, menuju dada dengan ukuran yang cukup besar milik gadis itu. Dia menyembunyikan wajahnya pada belahan gadis itu, merasakan betapa kenyal dan lembutnya kedua benda yang menghimpit wajahnya.

"Fuck! Aku tidak bisa menahannya lagi, Adeav!" Yudistira menyingkirkan penghalang buah dada milih Adeeva. Merobeknya dengan kuat dan melemparnya dengan asal.

Melihat hal indah di depan matanya, manik setajam elang pria tersebut menggelap. Penuh dengan gairah yang tertahan. Payudara dengan puting berwarna merah pucat milik Adeeva terlihat sempurna untuknya.

Tangan Yudistira segera meraupnya, meremasnya dengan pelan hingga membuat Adeeva mendesah kencang. Segala gairah yang menghantam dengan tiba-tiba membuat kepala Adeeva berdenyut nyeri. Ini terlalu memabukkan untuk di sia-siakan.

Yudistira masih terus bermain dengan kedua payudara milik gadisnya. Meremasnya kuat dan memilin putingnya dengan gerakan sensual. Adeeva merasa semakin dihantam gairah. Tubuhnya melengkung secara spontan.

Milik Adeeva sangat sempurna. Dari sekian banyak perempuan yang pernah Yudistira tiduri, Adeeva adalah satu-satunya perempuan yang membuat Yudistira merasa kecanduan.

Dia menurunkan tubuhnya, sehingga wajahnya sangat dekat dengan wajah Adeeva. "Mendesahlah untukku malam ini, Adeav." Bisik Yudistira.

avataravatar
Next chapter