12 12. Aku memikirkan pria lain

Jolene menggelengkan kepalanya dengan mantap, "Tidak Ayah. bahkan jika aku tidak bertemu dengan Mark, cepat atau lambat aku akan menyadari bahwa perasaanku pada Jay tidak cukup untuk membuatku ingin melewatkan sisa hidupku dengannya... dan terus terang aku merasa senang telah menyadarinya sekarang... sebelum aku terseret ikatan pernikahan dengannya",

Suasana dalam ruang makan terasa sangat tegang, Ayah membuang pandangannya kearah lain sambil menghempas nafasnya dengan keras, ia seolah tidak berdaya untuk merubah pendirian putrinya itu, dengan berat hati ia lalu berkata dengan suara pelan, "Baiklah, jika kau memang sudah merasa yakin dengan keputusanmu itu,... tidak ada lagi yang bisa kukatakan...",

Jolene berjalan mendekati Ayahnya, "Maafkan aku Ayah... aku telah membuat Ayah kecewa ",

"Humph..,Jay sudah kuanggap seperti anak laki-lakiku sendiri, Ayah bahkan sudah menyusun rencana untuk mewariskan W Bank untuk kalian berdua",

"Oh Ayah....", Jolene mengenggam tangan ayahnya dengan mata berkaca-kaca, hatinya merasa bersalah sekaligus terharu atas ketulusan cinta ayahnya, Ayah menatap kearah puterinya dengan haru, ia lalu membalas mengenggam tangan Jolene dan mengelusnya dengan lembut, "Sudahlah,...Jangan bersedih, it's okay, Ayah bisa mengerti keputusanmu, Ayah juga tidak mau kau menikah dengan pria yang tidak kau cintai hanya demi menyenangkanku... tapi demi kepentingan semua pihak, sebaiknya kau segera memberitahukan perasaanmu ini pada Jay secepatnya.. bicarakanlah semua dengan baik-baik... kau katakan padanya bahwa apapun yang terjadi, kita tetap akan menganggapnya sebagai keluarga...",

Jolene mencium tangan Ayah penuh cinta, "Terima-kasih ayah... ", Jolene tahu, di dunia ini tidak ada seorangpun yang mencintainya setulus ayahnya, ini adalah hadiah terbesar dari Tuhan untuknya, memiliki ayah pengertian dan penuh cinta sepertinya,

.

.

Setelah selesai sarapan pagi dan berbenah diri, Jolene memutuskan untuk pergi kekantor ayahnya, ia harus segera menemui dan berbicara empat mata dengan Jay. ia menyadari bahwa persoalan ini adalah persoalan yang tidak dapat dibicarakan lewat telfon, ia harus bertemu langsung dan berbicara secara personal dengannya.

Ketika Jolene tiba di depan ruang kerja Jay, Jay berdiri dan menatapnya heran, "Wah kejutan macam apa ini..., bagaimana keadaanmu, apa kau sudah merasa lebih baik, bukankah seharusnya kau akan mulai bekerja bulan depan ?",

"Tidak, aku memang belum mulai bekerja Jay... magsud kedatanganku kemari karena aku sengaja ingin bertemu denganmu, ada sesuatu yang harus aku sampaikan padamu...", jawab Jolene tenang, sambil melepas kaca mata hitamnya ia berjalan dan duduk dikursi tepat didepan meja Jayden. sejenak Jayden tampak terpana dengan kilatan mata Jolene yang jernih, "Ahh benarkah ?, benar-benar suatu kehormatan untukku ... kalau begitu, coba katakan padaku, masalah apa yang membuatmu begitu tergesa-gesa ingin menemuiku ?.....", balas Jayden terheran, meskipun ia berusaha bersikap natural, namun kedua alisnya tampak bertaut waspada, seolah-olah ia bisa mencium sesuatu yang tidak beres dari Jolene,

"Jay... sebenarnya aku mau minta maaf karena telah berbohong padamu...saat kemarin aku menolak ajakan-mu untuk keluar dengan menggunakan sakit flu sebagai alasan", rasa bersalah membuat pipi Jolene memerah, ia lalu berkata dengan terus terang, "Se-sebenarnya, kemarin aku bertemu dengan pria lain ...",

"Hah. jadi kau sengaja berbohong padaku hanya supaya kau bisa pergi keluar dengan pria itu ?!",

"Bukan...bukan begitu ",

"Lalu ?",

sambil menginggit bibirnya, Jolene mengakui, "Magsudku, memang betul kemarin aku pergi dengannya,... tapi sejujurnya saat aku menolakmu kemarin, aku belum tahu bahwa ia akan mengajakku pergi ... ",

"Jika kau tidak tahu bahwa dia akan mengajakmu pergi, mengapa kau menolak ajakan-ku?",

"Pria itu sudah ada dalam pikiranku beberapa minggu terakhir ini, dan aku merasa tidak adil rasanya jika aku pergi denganmu sementara pikiranku terus memikirkan pria lain ... maafkan aku ", ucap Jolene pelan, penuh penyesalan,

Mendengar itu, wajah putih Jayden tiba-tiba berubah merah bata, "Kamu jangan gila joo~... Kau pasti tahu, aku serius denganmu, aku sudah merencanakan untuk menikahimu sesudah kelulusanmu ini... kau tidak boleh egois dan membuangku begitu saja demi kesenangan sesaatmu ini !",

"Tapi ini bukan kesenangan sesaat, aku jatuh cinta padanya Jay",

"Aku tidak percaya bahwa yang kau rasakan itu cinta. Mungkin kau merasa begitu sekarang .tetapi ~.. belum tentu pria itu juga punya perasaan yang sama terhadapmmu ?!, kau begitu polos sekali joo~, bagaimana jika dia hanya mempermainkanmu saja..",

"A-aku...tidak tahu... tapi !, aku tidak peduli. apapun yang terjadi, semua ini membuatku sadar bahwa yang kurasakan padamu selama ini bukanlah cinta yang bisa membawaku ke pelaminan Jay...," ujar Jolene berkeras,

"Kau benar-benar tidak masuk akal... ", Jayden hanya bisa menatap Jolene dengan putus asa, "Jadi Apakah kau berniat menikah dengannya ?",

"Yeah... jika ia melamarku...",

"Lalu bagaimana dengan ayahmu ?,apakah kau tidak memikirkan bagaimana perasaannya ?, hatinya pasti akan hancur jika ia tahu hal ini... beliau bahkan sudah punya banyak rencana untuk masa depan kita ...",

"Aku sudah bicara pada ayah....", jawab Jolene tenang, "Ayah berkata, beliau tidak ingin aku menikah dengan pria yang tidak aku cintai hanya untuk menyenangkan hatinya..." dan bagai orang yang tongkatnya tiba-tiba terenggut, Jayden jatuh terduduk.

"Aku benar-benar minta maaf...",Jolene lalu berkata dengan suara lirih, "Aku harap kita tetap berteman...",

Setelah sekian lama saling terdiam, Jolene akhirnya berpamitan, namun saat ia sudah mencapai pintu, tiba-tiba Jayden mendengakkan wajahnya keatas dan bertanya,"Siapakah pria itu ?, apa aku mengenalnya ?",

Jolene tersentak, ini adalah pertanyaan yang sebenarnya sangat dihindarinya."Apakah penting mengetahui siapa dia ?",

"Bagiku sangat penting. katakan padaku siapa pria itu joo !",

Mengetahui bahwa jika ia tidak memberitahunya, maka Jayden akan mencari tahu dari ayahnya, Jolene lalu menjawab dengan berat, "Mark Lee..."

Seketika Jayden tertawa sinis, tampak tidak percaya dengan apa yang dengarnya, "Mark Lee ?... Hahaha apa kau benar-benar sudah gila joo~ ?,.. aku tidak percaya... kau bisa terjebak akal bulusnya,.. apa kau tidak tahu, pria itu memang terkenal suka mempermainkan gadis-gadis lugu sepertimu !",

"Kau jangan keterlaluan Jay !... meskipun kau tidak suka padanya, tapi kau tidak boleh memfitnahnya",

avataravatar
Next chapter