1 Menyebalkan Namun Mengagumkan

Sembari menunggu waktu meeting di mulai, Kriss memanfaatkan waktu untuk memberitahu Rania apa saja yang harus dilakukan wanita itu. Dia juga memberitahu apa yag disukai dan tidak disukai oleh Alva agar gadis itu tidak melakukan kesalahan lagi.

Semua detail tentang Alva dan perusahaan, Kriss jelaskan kepada gadis itu dan Rania yang pintar tentu saja cepat tanggap dalam menangkap semua informasi yang disampaikan Kriss padanya.

"Bagaiman, apa ada yang tidak kamu mengerti?" tanya Kriss setelah selesai menyampaikan apa yang harus dia sampaikan pada gadis itu.

"Sudah, Tuan. Mudah-mudahan saya tidak akan membuat kesalahan yang akan menyebabkan Tuan Alva marah pada saya. Saya akan berusaha bekerja dengan sebaik mungkin," sahut Rania dengan senyum penuh semangat.

"Bagus, saya harap juga begitu. Ingat, kamu jangan banyak bertanya atau menentang apa pun yang Tuan Alva katakan. Lakukanlah permintaannya dengan sesempurna mungkin. Jangan sampai, Tuan Alva kembali membuatku pusing karena sekretaris yang tidak mengerti keinginan dari Tuan Alva," ucap Kriss memelas.

Apalagi, setelah ini Kriss akan kembali ke kantor milik Rifki. Jadi, dia harus memastikan semua yang ada di kantor Alva sudah berada di bawah kendali Alva sendiri. Bisa bahaya kalau sampai semuanya berjalan tidak sesuai keinginan Alva karena Kriss pasti akan kembali dibuat pusing oleh anak dari Rifki Abraham itu.

"Tenang saja, Tuan. Saya akan melakukan yang terbaik," sahut Rania penuh kesungguhan.

"Bagus! Ini yang saya harapkan dari kamu. Kalau begitu, saya akan kembali ke kantor Tuan Rifki sekarang. Kamu baik-baik di sini, ya. Jangan mengecewakan saya," ucap Kriss benar-benar mewanti-wanti Rania agar gadis itu tidak akan membuat kesalahan.

"Siap, Tuan. Terimakasih atas bantuannya."

Ceklek.

"Kriss, hari ini kau temani aku meeting. Aku tidak mau ditemani meeting oleh badut," celetuk Alva membuat Rania langsung menoleh dengan wajah yang begitu kesal.

"Ta-tapi, Tuan. Saya harus kembali ke …."

"Apa kamu ingin menolakku?" tanya Alva dengan tatapan yang begitu tajam.

"Ah tidak, Tuan. Mana berani saya melakukan itu. Baiklah, sesuai keinginan Anda, mari," ujar Kriss mengalah.

Rania yang melihat kelakuan Alva hanya bisa mendesah kesal. Tak pernah ada yang menghina riasan wajahnya selama ini, apalagi menyamakannya dengan badut.

"Sepertinya para sekretaris sebelumnya bukan hanya kena mental dari cara bekerja Tuan Alva yang perfeksionis tapi juga mulut berbisa nya itu," gerutu Rania penuh kekesalan.

 Namun, dari pada pusing memikirkan kelakuan Alva yang ajaib, Rania lebih memilih kembali fokus pada pekerjaannya. Biarlah apa pun yang laki-laki itu inginkan saat ini. Yang penting, selama Alva tidak memiliki perasaan yang menginginkan dia menjadi wanita spesial dalam hidup laki-laki itu, Rania rasa itu masih bisa dimaafkan.

Dengan cekatan Rania menyelesaikan semua pekerjaan yang Kriss limpahkan kepadanya. Dalam urusan bekerja memang Rania tidak memiliki cacat dengan keahlian yang sudah mempuni.

Tak pernah ada perusahaan yang Rania masuki dan mengeluhkan kecewa karena kinerjanya. Selain dari Rania yang selalu keluar dengan alasan ABCD padahal aslinya dia enggan memiliki hubungan lebih dengan Bos-nya.

****

Setelah hampir seharian bekerja sendirian dan menangani para karyawan lain yang ingin memberikan berbagai laporan pada Alva, akhirnya siluet tubuh laki-laki tampan itu terlihat juga.

Hanya saja, kini Alva pulang sendiri tanpa ditemani Kriss di sisinya.

"Heh, bawa semua berkas yang perlu akan periksa ke ruangan ku!" titah Alva menoleh sekilas pada Rania yang masih sibuk.

"Baik, Tuan," jawab Rania tidak ingin membentah apa pun yang dikatakan oleh Alva.

Wanita itu segera beranjak dengan setumpuk berkas di tangannya. Alva benar-benar tidak punya perasaan dengan hanya membiarkan dia membawa begitu banyak berkas sedangkan Alva sendiri melenggang masuk dengan tangan kosong.

Benar-benar sosok Bos yang tidak memiliki prikesekretarisan!

"Simpan semua berkas ini di sini!" titah Alva menepuk meja sebelah kirinya.

"Baik, Tuan," jawab Rania tanpa banyak protes.

"Hem, Oya apa kamu tidak memiliki uang untuk membeli baju yang pantas yang bisa kamu pakai bekerja?" tanya Alva tanpa menoleh sedikitpun pada Rania.

"Maksud, Tuan?" tanya balik Rania sudah kembali menahan rasa gondok di hatinya.

"Kenapa kamu masih bertanya maksud dari perkataan ku padahal kamu sendiri sudah tahu jawabannya. Dengar Rania, aku tidak suka jika ada karyawan yang memakai baju bayi sebagai kostum untuk bekerja di kantorku. Aku sangat menjunjung tinggi kehormatan wanita di sini jadi kamu sebagai wanita harusnya lebih inisiatif untuk melakukan itu!" sakras Alva begitu menohok.

"Lagipula, kalau kamu masih lajang harusnya kamu mengerti jika laki-laki yang mungkin ingin memilikimu sebagai pasangannya tidak akan rela berbagi keindahan tubuhku dengan orang lain! Kecuali, kalau yang laki-laki itu incar hanya selangkanganmu saja! Buatlah dirimu semahal mungkin agar tidak ada laki-laki yang bisa merendahkan mu!" lanjut Alva bagaikan tamparan yang begitu keras untuk Rania.

"Iya, Tuan. Saya janji besok tidak akan memakai rok lagi," sahut Rania dengan suara tercekat menahan segala sesak di dadanya.

"Bagus! Pergilah dan kerjakan semua pekerjaan mu dengan baik," usir Alva tidak ingin Rania terlalu lama di ruangannya.

"Baik, Tuan. Permisi."

Rania segera melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan Alva. Pikirannya terus tertuju dengan perkataan Alva barusan.

Meskipun Rania masih berpakaian sewajarnya tapi bagi Alva itu masih terbuka dan tidak pantas Rania kenakan.

Cara Alva menghormati wanita sedikit banyak menyentuh hati Rania. Sungguh, ini baru pertama kalinya ada laki-laki yang mengingatkan betapa berharganya seorang wanita.

"Sepertinya aku akan sangat betah bekerja di sini," gumam Rania sembari menghempaskan bokongnya untuk duduk dengan nyaman di kursi.

Setitik rasa kagum tumbuh di hati Rania untuk Bos barunya itu. Dengan harapan di hatinya jika memang Alva sebaik yang dia sangka.

"Hey, gimana hari pertamamu berkerja di sini? Apa Tuan Alva puas dengan pekerjaannmu?" tanya seorang wanita yang tadi pagi sempat satu lift dengan Rania.

"Puas, kok. Memang kenapa?" tanya Rania dengan mata memicing.

Entah hanya perasaan Rania saja yang sensitif atau memang kenyataannya seperti itu. Rania merasa wanita di hadapannya begitu tidak suka dengan kehadirannya.

"Baguslah! Aku harap kamu betah bekerja di sini. Jangan membuat ulah yang akan membuat Tuan Alva menendang mu. Kau tentu tahu jika Tuan Alva tidak suka debgan orang yang mudah membangkang perkataannya!" ucap orang itu penuh penekanan.

"Tentu, aku tidak akan membuat diriku di pecat di hari pertama bekerja. Jadi, aku akan melakukan segalanya sebaik mungkin. Terimakasih sudah mengingatkan aku," ucap Rania tulus.

"Sama-sama. Aku hanya tidak ingin Tuan Kriss kembali kelimpungan harus mencari sekretaris pengganti," sahut orang itu langsung masuk ke ruangan Alva dengan membawa berkas di tangannya.

  

avataravatar
Next chapter