webnovel

Indescriptible

Venusya Geova Kyle- Gadis dengan paras yang menawan yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya jatuh hati padanya. Sikapnya yang dingin namun hatinya yang hangat bak bidadari itulah hal yang unik dan antik dari dirinya. Namun demikian tidak berarti semua laki-laki terpikat olehnya. Aldrich Alexander Supernova- satu-satunya laki-laki yang tak tertarik dengan semua hal unik dan antik yang mengenai gadis itu. Sikapnya yang dingin namun berhati peduli. Niat yang sangat kukuh dari seorang Venusya Geova Kyle untuk mendapatkan hati seorang Aldrich Alexander Supernova mungkin akan terlihat fana bagi siapa saja yang melihatnya. Apakah niat dari seorang gadis dingin yang bersikukuh untuk mendapatkan hati seorang Aldrich akan menjadi sebuah kenyataan?

whysrch · Teen
Not enough ratings
52 Chs

twenty seven•Negative thingking

"Ven! Bangun!" Mars menggoyang tubuh Venus perlahan.

"Hmm," jawab Venus malas.

"Ayo bangun! Udah pagi! Kamu harus ke sekolah," ujar Mars.

"Iya. Kakak turun aja dulu, nanti Venus ke bawah kalau udah siap," ucap Venus mengucek matanya.

"Jangan lama-lama! Nanti kamu terlambat kakak nggak mau nganter kamu ke sekolah," ujar Mars lalu meninggalkan Venus.

"Marah-marah nggak jelas!" Umpat Venus lalu pergi masuk ke dalam kamar mandi.

Venus membersihkan tubuhnya dengan cepat. Ia tak mau membuat semua orang menunggu dirinya terlalu lama. Setelah itu, Venus dengan cepat keluar kamar mandi dan segera duduk di kursi meja riasnya. Venus memoles wajahnya dengan sangat tipis. Hanya dengan bedak bayi dan ia juga menyemprotkan sedikit parfum ke seluruh tubuhnya.

Venus segera mengambil tas nya dan keluar kamar untuk segera turun kebawah. Ia menuruni anak tangga dengan langkah yang sedikit cepat.

"Kamu kenapa Ven buru-buru banget," ujar Mamahnya.

"Tadi katanya Kak Mars, Venus nggak boleh lama-lama mah. Kak Mars nggak mau nganterin Venus kalau Venus kelamaan," jawab Venus sangat jujur.

"Mars cuma bilang sama Venus, kalau dia lama-lama nanti Venus terlambat mah," sahut Mars.

"Tapi tadi kak Mars bilang gitu. Venus kan nggak bohong," ucap Venus lu duduk di kursi meja makannya.

"Iya udah nggak usah berantem. Kalian cepet makan, habis itu Mars anterin Venus ke sekolah." Pinta Hera sang mama.

"Iya mah," sahut mereka berdua.

Venus dan mars mengambil selembar roti dan mengoleskan selai cojalt ke lembaran roti itu. Dengan cepat, Venus memakan roti itu dan meminum susu coklat yang sudah disiapkan oleh sang mama.

"Kak ayo anterin Venus ke sekolah!" Perintah Venus yang sudah berdiri di ambang pintu.

"Pelan-pelan dikit kenapa sih Ven. Lagian ini juga masih pagi banget kok," ujar Mars memainkan kunci mobil yang ia bawa.

"Tadi kakak bilang Venus harus cepet-cepet, nggak boleh kelamaan. Sekarang Venus udah cepet-cepet malah kak Mars suruh pelan-pelan. Gimana sih kak," ujar Venus.

"Iya-iya. Udah ayo cepetan masuk!" Suruh Mars mendorong tubuh Venus pelan.

"Dasar cowok labil! Kayak cewek PMS," ujar Venus pelan.

"Ngomong apa kamu barusan?" Ulang Mars mendekatkan telinganya.

"Nggak ngomong apa-apa kok. Kakak aja yang aneh," ujar Venus.

"Tapi kakak denger kamu ngomong apa," ucap Mars menjauhkan tubuhnya.

"Emang Venus tadi ngomong apaan? Kok Venus nggak tahu," ucap Venus.

"Kamu tadi ngatain kakak cowok labil, terus kamu juga ngatain kakak kayak cewek PMS. Masih ngelak kamu," ucap Mars menjelaskan.

"Bukannya kakak yang bilang barusan ya. Venus dari tadi diema aja kok, nggak ngomong apa-apa," sahut Venus menaik turunkan alisnya.

"Terserah! Tapi kakak nggak salah dengernya," ucap Mars memandang ke arah depan.

Mobil hitam itu kini sudah berhenti cukup jauh dari sekolah Venus. Venus memang biasa turun sedikit jauh dari gerbang sekolahnya. Ia tak mau banyak orang memuji dirinya hanya karena sebuah harta yang sangat cukup.

"Sana turun! Udah sampai," ucap Mars sedikit jutek.

"Jutek amat kak!" Goda Venus.

"Buruan turun! Nanti  kamu terlambat masuk ke kelasnya." Suruh Mars.

"Ok, Venus masuk dulu! Dadaaa kak," ucap Venus dari balik kaca mobil.

"Untung sabar, kalau enggak udah gue keluarin tuh si Venus dari Kartu Keluarga," ucap Mars sadis.

Venus menyebrang jalan untuk menuju ke gerbang sekolahnya.

"Pagi pak," sapa Venus kepada satpam sekolahnya.

"Pagi Venus! Semangat ya belajarnya! Biar kamu jadi anak yang sukses dan membanggakan orang tua." Pesan pak satpam pada Venus.

"Siap pak! Venus pasti semangat kok belajarnya. Bapak juga semangat ya buat kerjanya," balas Venus lalu masuk ke dalam lingkungan sekolahnya.

"Pagi Ven!"

"Pagi ratu es!"

"Ven jangan dingin-dingin ya jadi cewek! Nanti diriku membeku oleh cintamu."

Seperti itulah kiranya teriakan atau bahkan sapaan yang dilontarkan oleh beberapa siswa cowok dan cewek yang berada di luar kelas mereka masing-masing. Venus hanya membalas dengan sedikit mengulas senyuman di kedua ujung bibirnya. Tak banyak bicara, Venus tetap melajukan kakinya menuju ke dalam kelasnya.

"Eh Ratu Es udah dateng," ujar Arva.

"Mulai deh lo. Jangan ganggu dia, ntar lo jadi santapan pagi baru tahu rasa lo," sahut Zara berjalan mendekati mereka.

"Atutt aku jadinya kalau gitu." Timpal Nada sembari berlagak bak anak kecil di bawah 5 tahun.

"Kok diri ini jadi jijik ya. Bukannya lucu tapi malah jadi gimana gitu," sahut Zara yang membuat Nada sedikit menyesal mengatakan hal itu.

"Jahat lo Zar sama gue!" Sentak Nada lalu duduk di samping Venus.

"Ven," panggil Arva.

"Hmmm," jawab Venus.

"Lo tahu nggak?"

"Ya nggak tahu lah bodoh, orang dia aja belum lo kasih tahu. Gimana dia bisa tahu kalau lo aja belum ngasih tahu, emang dia cenanyang apa" sahut Zara.

"Oh iya juga ya."

"Tahu apa Arva?" tanya Venus.

"Lo tahu nggak kalau tadi Aldrich kesini?"

"Nggak! Kan baru dateng," ucap Venus.

"Lo tahu nggak tadi Aldrich kesini ngapain?"

"Ngapain emang?"

"Dia kesini nyariin lo, katanya dia mau balikin buku lo yang ketinggalan di loker kelas," ujar Arva.

"Terus kenapa emangnya?"

"Ya nggak kenapa-kenapa sih Ven. Cuma lo nggak seneng apa bahagia gitu?" tanya Arva meyakinkan.

"Kan dia kesini cuma mau nganterin buku kan? Nggak ngapa-ngapain kan?" tanya Venus.

"Nggak sih."

"Yaudah kalau gitu. Emang Venus harus ngapain? Jingkrak-jingkrak? Senyum-senyum nggak jelas? Ketawa kayak orang gila? Joget-joget kayak Dj gitu," ucap Venus.

"Nggak harus sih. Yaudah lah terserah lo aja, yang penting lo bahagia," ucap Arva menyerah.

"Kasihan banget nasib lo, dicuekin kan sama si Venus," sahut Zara.

"Nad!" panggil Zara.

"Apaan lagi? Mau bully gue lagi?" Sinis Nada.

"Jangan mikir buruk dulu. Gue manggil lo mau nanya aja, nanti lo mau nggak pulang bareng sama gue. Mumpung baik nih gue." Tawar Zara.

"Lo beneran apa bohong gue nih?" Tuduh Nada kembali.

"Ni anak di tawarin malah mikir buruk mulu. Lo mau apa enggak gue anterin pulang? Nada sayangku, cintaku," ucap Zara sesabar mungkin.

"Beneran nggak lo?"

"Beneran Nada cantik nan indah," jawab Zara.

"Ok! Nanti gue nebeng lo pas pulang. Terimakasi Zara," balas Nada lalu memeluk erat tubuh Zara.

"Kenapa nggak dari tadi lo jawabnya? Emang otak lo itu kadang lemot banget ya buat mikirnya," sindir Zara.

"Tahu tuh Nada. Mikirnya lama banget ya, kenapa nggak langsung aja jawab 'ya' gitu apa susahnya sih." Timpal Arva.

"Udah jangan di bully terus si Nada, kasihan dia," sahut Venus tiba-tiba.

"Tuh di belain sama ibu ratu tuh Nad," ucap Arva.

"Apaan sih."

"Makasih Venus, lo teman terbaik gue deh," balas Nada senang.