webnovel

Indescriptible

Venusya Geova Kyle- Gadis dengan paras yang menawan yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya jatuh hati padanya. Sikapnya yang dingin namun hatinya yang hangat bak bidadari itulah hal yang unik dan antik dari dirinya. Namun demikian tidak berarti semua laki-laki terpikat olehnya. Aldrich Alexander Supernova- satu-satunya laki-laki yang tak tertarik dengan semua hal unik dan antik yang mengenai gadis itu. Sikapnya yang dingin namun berhati peduli. Niat yang sangat kukuh dari seorang Venusya Geova Kyle untuk mendapatkan hati seorang Aldrich Alexander Supernova mungkin akan terlihat fana bagi siapa saja yang melihatnya. Apakah niat dari seorang gadis dingin yang bersikukuh untuk mendapatkan hati seorang Aldrich akan menjadi sebuah kenyataan?

whysrch · Teen
Not enough ratings
52 Chs

thirty two•Senja dan Namanya

"Belum tahu juga sih, tapi paling ke mall deket sini," ujar Zara.

"Boleh deh," ucap Venus yang membuat mereka bertiga sangat kegirangan.

"Ok! Nanti gue, Arva, sama Nada jemput ke rumah lo ya. Sekalian nebeng jajan lo." Goda Zara.

"Siap," jawab Venus dengan nada bahagia.

"Yaudah pulang yuk, udah sore!" Ajak Zara mengambil tas ranselnya.

"Yuk!" Seru Mereke bertiga.

"Ven kayaknya lo capek banget deh hari ini? Lo yakin mau ikut kita jalan-jalan nanti?" Zara yang semula menatap ke arah depan kini beralih menatap wajah Venus yang lesu.

"Nggak kok Zar, jarang-jarang juga kan kita jalan bareng," ujar Venus tersenyum kecil.

"Tapi lo nggak apa-apa kan Ven? Lo yakin sehat kan?" tanya Arva memastikan sahabatnya ini tidak sakit atau capek.

"Tenang aja," ucap Venus menenangkan mereka bertiga.

Mereka berempat berjalan menuju gerbang depan sekolah mereka. Mereka memang sangat jarang bahkan bisa dibilang hampir tidak pernah keluar bersama. Urusan yang mereka punya masing-masing membuat mereka jarang mempunyai waktu yang tepat.

Terkadang mereka keluar bersama hanya jika ada pameran buku atau pasar malam saja. Selain hal itu mereka jarang meluangkan waktu mereka bersama.

"Zar, Va, Nad! Balik duluan ya, soalnya kak Mars udah nunggu." Pamit Venus yang tadi sempat melihat kakanya berhenti di seberang jalan.

"Oh iya Ven, hati-hati ya. Nanti gue sama mereka jemput lo ya, jam 7 malam," ucap Zara tak melupakan perjanjian itu.

"Ok," ucap Venus pada mereka sembari menyebrang jalan menuju ke arah kakaknya memarkirkan mobilnya.

"Lama banget sih," ujar Mars yang melihat kedatangan adik perempuannya itu.

"Baru juga dateng, udah bilang lama," sinis Venus membuka pintu mobil.

"Ya suka-suka kakak lah, mau lama mau cepet," ujar Mars sesekali melirik Venus dengan sinis.

"Matanya biasa aja, nggak usah kayak gitu. Venus nggak takut dan nggak bakalan takut sama tatapan kakak," ujar Venus yang masih sibuk memasang sabuk pengaman.

"Udah belum? Lama banget jadi cewek. Jadi cewek itu harus kuat, tangguh, terus cepet. Kalau nggak kayak yang kakak sebutin, kamu susah cari pacar." Cerocos Mars setelah melihat Venus yang masih belum selesai memasang sabuk pengaman.

"Kata siapa?" Venus memalingkan wajahnya menjadi tepat di depan wajah Mars.

"Kata kakak lah, lebih tepatnya kata dunia," hawab Mars asal.

"Dunia nggak pernah ngomong tapi, kok kakak bisa bilang kayak gitu." Venus kembali bertanya.

"Ada Venus, dunia pernah ngomong kayak gitu." Bela Mars pada dirinya sendiri.

"Kakak asal ya kalau ngomong? Kakak sendiri kan yang buat kata-kata kayak tadi?" Venus menatap wajah mars dengan intens.

Mars mendorong wajah Venus dengan kasar. Ia tak suka jika Venus menatapnya seperti dia adalah seorang narapidana dengan kasus pembunuhan.

"Jangan kasar-kasar bisa kan!" Ringis Venus mengelus dahinya.

"Lagian kenapa muka kamu kayak gitu? Kayak kakak ini narapidana aja."

"Kenapa emang?" Venus menggoda Mars dengan tambah mendekatkan wajahnya pada wajah Mars.

"Venus!" Teriak Mars mendorong wajah Venus hingga Venus terbentur kursi mobil.

"Awwww!" Ringisnya.

"Sakit ya?" tanya Mars lembut.

"Menurut kakak?" Nada Venus sewot.

"Tapi kok kakak seneng ya lihatnya." Mars menggoda Venus dengan kata-katanya.

"Terus aja ketawa kayak gitu, kena karma baru tahu." Sumpah Venus pada laki-laki di sampingnya.

"Mulutnya ya!" Ancam Mars.

"Kenapa? Takut?" Goda Venus tak kalah dengan Mars.

"Bisa nggak sih kalau ngomong mukanya nggak usah deket-deket kayak gitu, kakak merinding lihatnya." Mars memundurkan wajahnya sedikit jauh dengan wajah Venus karena ia merasa terintimidasi dengan tatapan lekat dari sang adik perempuannya ini.

"Kenapa? Suka ya sama Venus?" Goda Venus masih belum berhenti.

"Kakak masih normal ya. Mana mungkin kakak suka sama perempuan kayak kamu," ucap Mars tertawa mengejek.

"Emang kenapa? Kan Venus cantik, pinter, humoris lagi." Puji Venus pada dirinya sendiri.

"Humoris?" Ulang Mars dengan nada mengejek.

"Hmm."

"Darimana kamu humoris? Senyum aja jarang apalagi ketawa." Mars menengok ke arah Venus sambil tersenyum licik.

"Ya suka-suka Venus lah. Mau humoris, mau dermawan, mau super aktif ya suka-suka Venus lah. Lagian juga nggak ada pasal sana hukumnya kok." Cerocos Venus menatap datar luar jendela yang kala itu senja tengah sangat indah.

"Udah kalau ngomong? Nggak kurang panjang? Nggak kurang lagi kan kata-kata nya?" Mars bertanya dengan tangan yang masih mengoperasikan setir mobil yang ia kendarai.

Matahari semakin tenggelam, angin semakin kencang seiring bertambahnya waktu. Senja kian bersembunyi dari langit biru. Venus menatap arah jendela dengan senyum yang melebar, ia tersenyum lebar sembari mengingat satu nama. Satu nama yang membuat hari-hari Venus semakin banyak tersenyum dan berfikir.

Jalanan sore ini memang sedikit sepi, tak seperti biasanya yang banyak kendaraan dan orang yang pulang kerja lalu lalang. Hari ini hari Jum'at, jadi wajar jika jalanan tampak sedikit sepi dengan beberapa kendaraan dan orang yang pulang kerja. Hari Jum'at memang biasanya para pekerja kantor atau pabrik pulang lebih awal dari jam biasa mereka beroperasi.

Venus masih belum sadar jika mobil yang ia tumpangi dengan kakaknya itu berhenti cukup lama di tepi sawah dengan disuguhkan senja yang begitu elok. Warna jingga berpadu kuning dan putih, serta angin yang cukup kencang menambah kesan menenangkan dan menyegarkan.

"Kak kok mobilnya berhenti? Kakak mau ngapain," tanya Venus menoleh pada Mars yang sendari tadi memperhatikan dirinya.

"Kok baru tanya? Mobilnya  udah sekitar 20 menit lo berhenti, kok kamu baru tanya sama kakak. Kamu lagi mikirin apa sih?" Mars membuka mulut dengan beberapa pertanyaan.

"20 menit? Kok lama banget?" Wajah Venus terkejut dengan ucapan Mars.

"Kamu lagi mikirin apa? Kok dari tadi kakak perhatian kamu diem terus senyum-senyum sendiri?" Ulang Mars seperti pertanyaan awal.

"Nggak mikirn apa-apa kok Kak. Kan kakak tahu kalau Venus suka sama senja," jawab Venus beralih menatap langit.

"Iya kakak tahu, cuma kamu kenapa senyum-senyum nggak jelas kayak tadi? Udah kayak orang gila aja kamu," ujar Mars mulai menjalankan mobil hitam itu.

"Pengen senyum aja. Kan senyum itu berarti kita berbagi kebahagiaan dan kesenangan kita pada orang lain." Venus berucap tetapi wajah dan matanya masih menatap langit dengan hiasan senja.

"Bagi sama siapa? Sama sapi di sawah? Sama burung di langit?" Canda Mars sambil tersenyum manis.

"Ya sama orang yang ada di jalan lah, masa iya sama sapi apalagi sama burung." Venus masih belum memudarkan senyum nya yang sendari tadi ia tunjukan pada dunia. Tampaknya nama itu berhasil membuat wajah Venus menyeringai tanpa henti.

Senja dan angin yang menjadi saksi bisu senyum Venus saat ini. Nama itu, nama yang selama ini Venus simpan dan kenang dalam hatinya. Nama yang menjadi bayangan dalam hidupnya saat ini. Apakah ini artinya Venus mulai mencintai laki-laki itu? Apakah Venus akan memulai perjuangannya? Dan apakah Venus akan menambatkan hatinya pada sosok laki-laki yang selama ini ia tanam dalam hatinya? Mungkin, semua itu hanya kata mungkin saat ini. Belum ada kata yakin jika belum terbukti.