webnovel

Indescriptible

Venusya Geova Kyle- Gadis dengan paras yang menawan yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya jatuh hati padanya. Sikapnya yang dingin namun hatinya yang hangat bak bidadari itulah hal yang unik dan antik dari dirinya. Namun demikian tidak berarti semua laki-laki terpikat olehnya. Aldrich Alexander Supernova- satu-satunya laki-laki yang tak tertarik dengan semua hal unik dan antik yang mengenai gadis itu. Sikapnya yang dingin namun berhati peduli. Niat yang sangat kukuh dari seorang Venusya Geova Kyle untuk mendapatkan hati seorang Aldrich Alexander Supernova mungkin akan terlihat fana bagi siapa saja yang melihatnya. Apakah niat dari seorang gadis dingin yang bersikukuh untuk mendapatkan hati seorang Aldrich akan menjadi sebuah kenyataan?

whysrch · Teen
Not enough ratings
52 Chs

forty four•For Aldrich

"Mars! Kamu kembali ke kamar kamu! Dan kamu Venus, cepat tidur!" Hera menyuruh mereka kembali ke kamar mereka masing-masing.

Mars pun dengan terpaksa akhirnya keluar kamar Venus tanpa memperoleh informasi dari sang adik tersebut.

"Ngantuk mau tidur! Selamat malam Aldrich," ucap Venus melihat boneka sapi nya.

Venus tertidur lelap dengan wajah tenang serta napas yang sangat teratur. Disampingnya ia ditemani oleh boneka sapi kesayangannya. Malam ini hati Venus terasa sangat senang. Senang? Iya senang, dirinya senang karena baginya dengan Aldrich berbicara seperti itu, dia lebih bisa bersemangat untuk mengejar cinta Aldrich. Aneh bukan? Tapi itulah Venus. Bagi Venus seseorang tidak akan mudah menyerah dan terus bersemangat jika mereka diawali dengan kegagalan bukan keberhasilan.

**********

Mentari pagi menembus jendela Venus dengan sangat cepat. Pemilik kamar itu segera terbangun dari alam mimpinya. Venus, gadis yang penuh ambisi untuk mendapatkan Aldrich pun segera mandi dan merias dirinya di meja rias. Memakai make up tebal? Bukan Venus itu. Dia selalu bahkan bisa dibilang sangat jarang untuk memakai make up di wajahnya. Biasanya dirinya hanya memakai sun protection dan bedak. Bahkan di beberapa waktu, Venus kerap kali tak menggunakan bedak atau make up lainnnya.

"Pagi dunia! Pagi Aldrich! Salam Venus buat dunia," ucap Venus sangat bahagia.

"Hari ini Venus mau bawain bekal buat Aldrich. Venus mau bawa roti aja deh, biar simple," tutur Venus di depan meja riasnya.

Venus berjalan turun dengan seragam lengkap dan tas ranselnya. Dia berjalan dengan senyuman yang menghiasi wajah cantiknya. Dia menyapa kakanya dan mamanya.

"Pagi mah! Pagi kak Mars! Venus disini," sapa Venus pada mereka berdua.

"Heh bunglon! Kenapa wajahnya kayak ceria banget kayak gitu?" Mars bertanya karena memperhatikan wajah Venus yang dari tadi hanya senyum.

"Apa sih kak! Nama bagus-bagus diganti bunglon," timpal Venus karena Mars memanggilnya dengan nama bunglon.

"Nama kamu ganti Bagus ya Venus?" Mars menggoda Venus.

"Kok Bagus sih Kak? Nama Venus ya Venus lah bukan Bagus atau semacamnya," sahut Venus karena Mars malah mengganti namanya dengan nama Bagus.

"La tadi kamu bilang nama Bagus, ya kakak pikir kamu ganti nama atau bahkan ganti akta kelahiran jadi anaknya dari bapak Bagus dan ibu Bagus, kan kakak juga nggak tahu," jawab Mars mulai ngaco.

"Kalian itu nggak pagi nggak malam, berantem terus," sahut Hera mengoleskan roti dan menuangkan susu kepada gelas mereka masing-masing.

"Mah Venus mau bawa bekal roti lagi," ucap Venus ketika Hera mengoleskan selai roti.

"Buat apa sayang?" Hera bertanya karena sudah dua hari ini Venus selalu membawa bekal.

"Buat makan lah mah, masa buat kerajinan," jawab Venus asal tak tau harus beralasan apa lagi.

"Yaudah kalau gitu, nanti mamah siapin," jawab Hera.

"Venus aja mah yang nyiapin. Kan Venus udah gede," ujar Venus.

"Ok," jawab Hera singkat.

Setelah selesai menghabiskan Rori dan susunya, Venus segera mengambil kotak bekal yang kemarin ia gunakan untuk membawakan Aldrich bekal walaupun ekspresi Aldrich sedikit tidak suka.

Venus mengambil dua belas roti laku ia olesi dengan selai coklat seperti kemarin ia membawakan Aldrich bekal. Tak lupa Venus juga menambahkan beberapa buah mangga yang sudah dipotong-potong. Setelah ia rasa cukup, Venus segera menutup kotak ia dan memasukkannya ke dalam tas ranselnya.

"Kak ayo berangkat!" Venus sudah berdiri dari tempat duduknya dan mengajak Mars untuk mengantar dirinya.

"Bentar, kakak mau ambil kunci mobil dulu," jawab Mars.

"Venus tinggi di depan ya kak," balas Venus.

"Mah Venus berangkat dulu ya," pamit Venus pada sang mama.

"Hati-hati ya sayang," jawab Hera mencium puncak kepala Venus.

Setelah itu, Venus keluar untuk menunggu sang kakak mengambil kunci mobil serta mengeluarkan mobil yang biasa ia buat untuk mengantar Venus di bagasi. Tak lama kemudian, Venus mihat Mars yang sudah mengeluarkan mobil dari bagasi. Venus segera berjalan dan menutup gerbang lalu berjalan masuk ke mobil.

"Heh dek! Kenapa sih dua hari ini bawa bekal terus?" Mars bertanya karena melihat Venus dua hari ini membawa bekal yang Mars tak tahu itu untuk Venus sendiri atau untuk orang lain.

"Biarin sih kak! Orang Venus bawa juga nggak buat kak Mars rugi kok," cetus Venus benar.

"Mulai deh, kalau jawab mesti judes," ujar Mars.

"Suka-suka Venus lah. Katanya perempuan selalu benar, yaudah pegang aja pepatah itu," ucap Venus membalikan ucapan Mars.

"Hilihh," sahut Mars.

Mars mengendarai mobil menuju SMA Venus dengan kecepatan sedang. Hari ini tak banyak orang yang keluar untuk bekerja. Selain memang masih pagi, hari ini adalah hari banyak karyawan yang tengah libur akhir bulan. Mereka biasanya pulang kampung atau hanya di rumah saja.

"Kak Venus masuk dulu ya." Venus keluar dari kobilu berpamipada sang kakak seperti biasanya.

"Hati-hati Ven!" Tak lupa Mars juga memberikan pesan pada Venus.

Venus menyebrang jalan seperti biasanya. Ia berjalan menuju ke gerbang sekolahnya. Tak lupa ia juga menyapa pak satpam yang selalu menjaga di depan gerbang sekolah. Pada saat berjalan di koridor, banyak dari mereka melihat Venus dengan tersenyum.

Sana seperti kemarin, Venus berjalan ke arah kelas Aldrich untuk meletakkan bekal yang sudah ia siapkan dari rumah. Dengan kecepatan tinggi, Venus berlari untuk menuju kelas Aldrich agar tak ketahuan siapapun walaupun Aldrich memang sudah tahu. Setelah sampai di kelas Aldrich, Venus segera memasukan kotak bekal itu ke loker Aldrich. Setelah ia rasa selesai, Venus segera keluar kelas untuk menuju ke kelasnya sendiri.

"Lo habis dari mana Ven kok napas lo kayak gitu?" Zara bertanya karena melihat Venus yang tengah ngos-ngosan.

"Lari-larian," jawab Venus asal.

"Lo pertanyaan sama jawaban nggak pas banget sih Ven? Sejak kapan lo jadi bego kayak gitu," tanya Zara.

"Minggir! Mau minum dulu," ucap Venus mendorong tubuh Zara dengan cepat.

"Kenapa tuh si Venus minumnya kayak haus banget gitu?" Nada menoleh ke arah Zara lalu bertanya padanya.

"Tau tuh, tadi tiba-tiba udah kayak gitu," jawab Zara melihat Venus dengan tercengang.

Nada, Zara, dan Arva melihat tingkah Venus dengan wajah tercengang. Mana Venus yang sangat berkharisma? Mana Venus yang sangat lemah lembut? Mereka tak melihat hal itu sedikitpun disini.

"Aneh? Tapi nyata," ujar Arva menggelengkan kepalanya.

Mereka masih menatap Venus dengan tatapan yang aneh. Tak biasanya Venus bersikap seperti itu. Biasanya saja untuk tersenyum atau mengucapkan satu huruf saja itu adalah hal yang langka dari diri ini. Kali ini mereka bisa melihat hal langka itu dengan waktu yang bisa dibilang cukup atau bahkan sangat lama.