webnovel

Indescriptible

Venusya Geova Kyle- Gadis dengan paras yang menawan yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya jatuh hati padanya. Sikapnya yang dingin namun hatinya yang hangat bak bidadari itulah hal yang unik dan antik dari dirinya. Namun demikian tidak berarti semua laki-laki terpikat olehnya. Aldrich Alexander Supernova- satu-satunya laki-laki yang tak tertarik dengan semua hal unik dan antik yang mengenai gadis itu. Sikapnya yang dingin namun berhati peduli. Niat yang sangat kukuh dari seorang Venusya Geova Kyle untuk mendapatkan hati seorang Aldrich Alexander Supernova mungkin akan terlihat fana bagi siapa saja yang melihatnya. Apakah niat dari seorang gadis dingin yang bersikukuh untuk mendapatkan hati seorang Aldrich akan menjadi sebuah kenyataan?

whysrch · Teen
Not enough ratings
52 Chs

forty•Awal

Matahari sudah memunculkan dirinya, namun sang pemilik kamar, Venus masih juga belum bangun dari tidurnya. Ini tak seperti Venus yang biasanya.

"Heh bunglon! Bangun!" Mars menggoyangkan tubuh Venus agar gadis itu bangun.

"Apasih," ujar Venus yang masih belum sadar jika ini sudah pagi.

"Bangun wow! Udah pagi!" Mars membangunkan Venus dengan nada teriak tepat di telinganya Venus.

"Aduhhh! Berisik banget sih kak," Gerutu Venus yang masih belum juga membuka matanya.

Mars dengan terpaksa menarik tubuh Venus sampai terjatuh di lantai dengan cukup keras. Namun, bukannya bangun Venus malah tertidur pulas tanpa peduli itu siapa.

"Ya Tuhan si bunglon! Bangun! Venus, ayolah bangun," ucap Mars yang sudah patah semangat.

"Apa sih kak? Orang masih gelap juga langitnya," ucap Venus melantur.

"Ya Tuhan Venus, ayo bangun! Gelap apanya? Apa yang gelap?" ucap Mars yang sudah sangat kesal karena Venus tak kunjung bangun juga.

Mars menggotong tubuh Venus hingga posisi berdiri tepat di depan jendela. Venus yang mengetahui hal itu mulai membuka matanya perlahan karena sinar matahari yang begitu silau.

"Kok ada sinar," ucap Venus membuka matanya.

"Dari tadi," ucap Mars kesal.

"Jam berapa?"

"Jam 6," jawab Mars.

Venus mendengar hal itupun sangat terkejut. Venus berlari menuju kamar mandi untuk segera bersiap lalu sarapan dan terakhir berangkat ke sekolah.

"Kenapa nggak bilang dari tadi sih kak?" Kata Venus yang saat ini sudah berada di depan meja rias. Venus memang tak lama tadi ke kamar mandi.

"Tadi udah bilang tapi kamu nggak bangun," jawab Mars seadaanya.

"Bohong!" Sangkal Venus.

"Bilang jujur bohong, terus kakak bilang apa!" Mars menoleh ke arah meja rias karena Venus yang dari tadi berjalan seperti setrika yang berjalan.

"Udah diem." Suruh Venus yang membuat Mars membulatkan matanya tak tahu.

"Siapa yang salah siap yang marah," lirih Mars menunjuk dirinya sendiri.

"Ayo cepetan anterin Venus ke sekolah." Venus menarik tangan Mars dengan sangat kencang sampai laki-laki itu tak bisa menyamai langkah Venus.

"Sayang sarapan dulu ya," ucap Hera yang sudah menyiapkan banyak makanan.

"Venus buru-buru mah, udah telat," ucap Venus tetap menarik tangan Mars.

"Kok kamu masuknya pagi banget sayang?" tanya Hera melihat jam yang ternyata masih jam pagi.

"Udah siang mah." Venus tetap bersikukuh.

"Lihat jam dulu deh." Suruh Hera lalu Venus hanya menuruti saja.

"Mah jam nya mati ya? Kok masih jam 6? Tadi Venus bangun jam 6 kok," tanya Venus yang masih menatap jam itu dengan nanar.

"Kamu kali yang belum sadar, orang jam nya aja betul jam enam kok. Coba kamu lihat hp ku deh." Suruh Hera untuk memastikan bahwa jam rumah tidak rusak atau bahkan mati.

Venus yang sepeti orang bodoh pun mengecek handphonenya. Ketika dirinya melihat jam di hp, betapa terkejutnya Venus bahwa ini memang benar dan nyata masih jam enam pagi. Terus tadi mars? Bukannya tadi mars bilang udah jam enam?

"Kakak!" Teriak Venus kesal karena Mars berhasil membohongi dirinya.

"Kenapa?" tanya Mars seolah-olah dirinya tak verslah sedikitpun.

"Kenapa sih kakak suka jahilin Venus? Kakak kalau ada dendam bilang aja! Kan Venus masih belum siap tadi." Gerutu Venus namun Mars menikmati hal itu.

"Kamu Mars mesti suka jahil deh," ucap Hera menggeleng.

"Lagian dibangunin susah banget sih," ujar Mars membela dirinya tak mau terlihat seperti tersangka.

"Terus aja bela diri sendiri."

"Udah mending kalian sekarang sarapan." Hera memberikan dua buah roti pada masing-masing piring mereka.

"Kenapa matanya gitu sih? Kakak nggak suka Venus!" Mars mencoba membuat mata Venus beralih, dia tak suka jika Venus menatapnya seperti itu. Baginya ketika Venus sudah menatapnya seperti itu gadis itu seperti pembunuh berantai yang tengah melihat mangsanya.

"Tapi Venus suka," balas Venus dengan mata yang begitu mengintimidasi.

"Mah lihat Venus! Mars nggak suka kalau Venus gitu." Mars mengadu pada Hera seperti anak kecil.

"Venus!"

"Nggak mau," kawab Venus padahal Hera belum berbicara apa-apa.

"Bunglon! Udah ah, kakak nggak suka. Kamu kayak pembunuh berantai yang di Jepang tahu nggak, jahat!" Ledek Mars menutup kedua matanya tak mau melihat mata Venus.

Mars mendorong wajah Venus agar berbalik arah. Dirinya mencoba mengalihkan, namun Venus tetap tak mau mengalihkan wajahnya atau bahkan menyudahi menatap Mars yang begitu menakutkan.

"Mah Venus boleh bawa roti buat bekal nggak?" Tiba-tiba Venus bertanya pada Hera.

"Buat apa? Jan biasanya kamu nggak pernah bawa bekal?" tanya Hera aneh pada Venus.

"Ya pengen aja sih mah, kan Venus nggak pernah juga bawa ke sekolah." Jawab Venus asal yang padahal ada niat dibalik itu semua.

"Boleh kok sayang. Tapi kenapa tumben bawa bekal? Kamu pulang agak terlambat ya?"

"Nggak kok mah, masih pulang kayak biasanya. Kan masih ada lomba buat DN," kawab Venus mengambil beberapa lembar roti yang sudah ia beri selai coklat sebelumnya.

"Udah segitu aja sayang? Nggak mau tambah lagi?" Tawar Hera.

"Nggak mah! Segini cukup kok," jawab Venus menutup kotak bekal yang sudah terisi dengan beberapa gelas roti berselai coklat.

"Oh iya sayang, gimana lomba kamu kemarin? Menang? Atau kalah?" tanya Hera yang belum tahu apakah Venus menang atau kalah.

Venus memang belum memberitahu Hera jika dirinya menang lomba karate. Kemarin setelah pulang, Venus langsung menuju ke kamarnya tanpa mampir dulu ke kamar Hera seperti biasanya ketika dirinya mendapatkan hadiah atau kemenangan.

"Menang kok mah, juara satu lagi," jawab Venus begitu gembira.

"Mamah senang dengarnya sayang. Kamu kenapa nggak ikut latihan karate lagi? Mungkin nanti skill kamu bisa jadi nambah." Saran Hera pada Venus yang memang sudah lama Venus tidak ikut latihan karate.

"Enggak mah, Venus nggak mau. Capek tahu nggak!" Tolak Venus yang kenyataannya adalah memang benar.

"Yasudah kalau itu memang pilihan kamu." Hera tak mau memaksakan jika itu kemauan dari sang putri.

"Ayo berangkat!" Ajak Mars.

"Nah Venus berangkat dulu ya!" Venus mencium punggung tangan Hera laku pergi ke luar.

"Heh bunglon!" panggil Mars yang fokus mengendari mobil.

"Venus bukan bunglon!" Venus membenarkan namanya.

"Ya Venus!"

"Apa?"

"Ngapain bawa bekal?"

"Kepo!"

"Hih sekarang bunglon udah main belakang ya sama kakak."

"Emangnya Venus selingkuh apa, nggak ya maaf!"

"Terus kenapa kok kakak tanya kamu jawabnya kepo?"

"Yang jawab siapa?"

"Kamu."

"Yaudah, berarti terserah Venus lah mau jawab aja. Udah fokus aja sama jalan, nanti nabrak lagi!" Suruh Venus bak seorang majikan.

Mobil hitam itu tak lama berhenti di semua bangunan yang terlihat sangat mewah dari sisi luar.

"Venus masuk dulu, kakak hati-hati." Pesan Venus sebelum dirinya masuk ke lingkungan sekolahnya.

Kali ini, arah Venus tak ke arah kelasnya melainkan ke kelas XII-IPA 1 yang itu adalah kelas dimana Aldrich berada. Ketika sudah berada di depan kelas Aldrich, Venus melihat keadaan sekitar memastikan apakah ada orang atau tidak. Ketika sudah memastikan sepi atau tidak ada orang, Venus mulai berjalan masuk ke kelas Aldrich. Disaat sudah berada di bangku Aldrich, Venus mengeluarkan kotak bekal yang tadi sempat ia isi beberapa lembar roti beserta olesan selai coklat di dalamnya. Venus memasukan kotak itu ke loker Aldrich. Setelah memastikan sudah selesai, Venus berjalan ke luar dan berjalan menuju ke kelasnya.