1 DUNIA SEKOLAH

Kabut pagi itu membuat suasana hening dan teriris bagi Ara. Di tengah keramaian riuh bersorak layaknya anak2 seusia Ara yg baru memasuki jenjang Sekolah Dasar, namun baginya tak seindah yg terlihat. ARA sosok gadis kecil yg sejak usia dua tahun telah di tinggalkan Ayahnya pergi entah kemana, Ara kecil yg kurang sentuhan perhatian bundanya yg selalu pulang malam tuk bisa menghidupinya, hingga hari2nya akrab dgn barang2 dagangan sang Nenek. Hanya Nenek yg bisa menemaninya, yg merawatnya dan yg menghiburnya. Meski kadang Ara sering menangis karna ketegasan sang Nenek, yg selalu membuat Ara berpikir ulang tuk bisa manja dan Nakal seperti anak2 kebanyakan. Karna bila itu terjadi maka sang Nenek tak segan2 menghukumnya.

Di awal sekolah yg harusnya Ara didampingi salah satu org tuanya namun pagi itu ia hanya seorg diri menuju ruang kelasnya, sedang sang nenek sibuk dgn barang dagangan. kebetulan ia berjualan di sekitar Area Sekolah. Sementara semua Murid bergembira karna di temani org tuanya masing2. Ara melangkah perlahan lahan ia menyusuri dinding luar kelas yg sepertinya semakin lama semakin menghimpit ruang geraknya, langkahnya berat dan ragu. Ada perasaan ingin kembali kepada neneknya dan ingin sekali ia berkata:

"Nek.. tolong temani Ara masuk kedalam kelas seperti mereka", Namun keinginan itu hanya sebuah angan yg kadang memang harus dilupakan. Di tengah lamunannya Ara tak menyadari ternyata dirinya sudah tepat berada didepan pintu kelas, dan sebuah sapaan lembut mengejutkannya dari belakang. "Kenapa masih berdiri di sini nak ? Ayo masuk !?" Ajak wanita itu yg tidak lain adalah guru kelasnya. Ara hanya mengangguk, sang Guru pun menuntun Ara masuk kedalam kelas. Mungkin Bu guru bingung, karna semua murid di temani org tuanya sedang Ara hanya datang seorg diri. Beliau pun bertanya, "Nama kamu siapa Nak ??". "MUTIARA bu.. biasa dipanggil ARA" jawab Ara malu2, "Lalu..dgn siapa Ara datang ke sini ??" Tanya Bu guru lagi.

"Bersama Nenek, bu. Tapi... Nenek lagi jualan..." jawabnya lagi dgn wajah yg tertunduk. Spontan saja murid2 di kelas Ara gaduh dan menyorakinya, "Hhhuuu...."

Ara semakin tertunduk dan sedih, perasaannya hancur seperti tercabik cabik. Tak tega melihat anak seusia Ara harus mengalami masa kecil yg begitu memilukan, ruang kelas pun berisik tak terkendali. Bahkan para org tua murid saling berbisik dgn yg lain, entah apa yg mereka bicarakan namun yg pasti Ara merasa dirinya dihujani cacian dan hinaan.

"Tenang anak anak, jgn berisik." Pinta bu Guru, suasana pun kembali hening. Bu guru menyuruh Ara mencari bangku kosong tuk duduk dan mempersilahkan org tua murid tuk meninggalkan ruang Kelas karna pelajaran pertama akan segera d mulai.

Hari itu hari dimana awal pembentukan karakter Ara yg semakin pemalu, rapuh dan sensitif. bahkan keesokan harinya Ara enggan tuk kembali lagi ke sekolah. Namun sang Nenek selalu menasehatinya, meski hati Ara terasa perih dgn kata2 beliau yg begitu tajam, "Ayah kamu itu tidak bertanggung jawab, dia pergi entah kemana. Semenjak usiamu dua tahun ibumu harus banting tulang mencari nafkah. Pulang malam pergi subuh, bahkan kadang kamu pun tak terurus. Sekarang kamu mau jadi apa kalo tidak mau sekolah. Mau menyusul Ayahmu yg tidak bertanggung jawab itu ? Yg sudah menterlantarkan kamu dan ibumu.. begitu ??" Ara hanya terdiam, dia hanya bisa meneteskan air mata. Isakkannya sungguh menyayat hati.

"bunda... Ayah, Ara kangen. Ara butuh bunda, Ara ingin bertemu Ayah. Peluk Ara bunda, peluk Ara Ayah, hiks..." rintihnya membatin.

"Sudah jgn menangis, ayo bergegas ke sekolah. bantu nenek bawa dagangan ini." Tegur Neneknya lagi menyemangati Ara, Ara pun mengangguk dan bergegas siap2 ke sekolah.

Hari berganti hari, bulan pun terlewat hingga datang hitungan Tahun. Masa yg dilalui Ara di sekolah, sungguh membuat dirinya semakin tertekan. Kecemburuan Ara pada teman2nya akan sosok seorang Ayah membuat dirinya bersikeras tuk bisa membuat ibunya libur, walau hanya satu hari bahkan satu jam. Agar sang ibu mau menemaninya, namun ibu Ara adalah wanita tangguh yg selalu bekerja keras. Kegagalannya dgn Ayah Ara mampu menciptakan sebuah karakter sebagai wanita perkasa yg sanggup menanggung beban hidup seorang diri, hingga sulit bagi Ara tuk bisa meluluhkan hatinya. "bunda.. besok Ara ada acara kenaikan kelas, bunda kerjanya libur ya temani Ara di sekolah," pinta Ara di suatu malam kepada ibundanya. "Sayang, bunda tidak bisa, Ara sama Nenek aja ya Sayang. Bunda kan harus bekerja, kalo bunda tidak kerja nanti Ara mau makan apa. Bunda janji lain kali bunda akan libur tapi tidak besok ya sayang." jawab bunda Ara menolak, sebuah kata yg halus dan berhati hati. Namun sehalus apapun sebuah penolakan tetap saja menimbulkan kesan buruk. Ara merengut, dia tak percaya bundanya akan menolak lagi tuk yg kesekian kalinya. yg bisa ia lakukan hanya kesal dan mengurung diri di kamar dgn harapan besok bundanya tak pergi bekerja, namun keesokan harinya ketika ia terbangun Ara tetap tidak menjumpai bundanya.

avataravatar
Next chapter