6 Tidak Ingin Bertemu Lagi

"Nat, dari pada kamu bingung mencari ide di buku, kenapa kamu tidak coba jalani dengan Daniel. Itu akan lebih berasa nyata."

Seketika, Natalia dan Daniel yang mendengar membelalakan mata lebar. Keduanya hanya diam, menatap ke arah Sasa dengan pandangan tajam. Tidak ada yang terucap sama sekali dari keduanya, membuat Sasa yang ditatap hanya diam dan menelan saliva pelan.

"Hei, aku kenapa kalian menatapku begitu? Aku tidak salah, kan?" celetuk Sasa dengan senyum canggung, menunjukan deretan giginya yang rata.

"Salah," sahut Natalia dan Daniel bersamaan.

Sasa yang mendengar jawaban serempak keduanya kembali tertawa kecil dan merasa serba salah. Dia bahkan mulai menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali, menatap Natalia dan Daniel secara bergantian.

"Kamu tidak berpikir dulu kalau ngomong, Sa. Aku pacaran sama dia?" ucap Natalia sembari menunjuk ke arah Daniel. "gak sudi. Aku bahkan gak mau berurusan dengan orang yang banyak sekali masalahnya seperti dia," lanjut Natalia dengan penuh penegasan.

Daniel yang mendengar Natalia menjelekan dirinya langsung mengalihkan pandangan dan menatap Natalia lekat. Sebelah bibirnya terangkat, menatap Natalia dengan pandangan merendahkan.

"Jangan terlalui percaya diri, Nona. Aku bahkan tidak mau berurusan dengan kamu. Wanita aneh ," sahut Daniel dengan pandangan mengejek.

Sasa yang mendengar perdebatan keduanya mulai menarik napas dalam dan membuang pelan. Rasanya lelah karena mendengar keduanya yang tidak juga berhenti bertengkar, membuatnya menatap ke arah Natalia dan Daniel bergantian.

"Kalian ini kenapa tidak bisa diam sebentar saja. Kenapa terus bertengkar?" tanya Sasa sembari menunjukan kelelahannya. Pasalnya, sejak tadi keduanya hanya berdebat dan saling mengejek.

Natalia dan Daniel yang mendengar langsung diam, menatap Sasa dengan pandangan bersalah. Kali ini, gadis tersebut bahkan membuang napas kasar dan memijat keningnya pelan.

"Aku itu sejak tadi lelah dan mau istirahat. Jadi, bisa kalian diam dan jangan buat aku semakin pusing?" lanjut Sasa dengan wajah memelas.

"Maaf. Soalnya saudara kamu ini sudah membuat banyak sekali masalah denganku dalam satu hari, Sa," cicit Natalia dengn tatapan tidak enak hati.

"Hei, kenapa kamu jadi menyalahkan aku?" sahut Daniel dengan pandangan tidak terima.

"Diamlah," tegas Sasa dengan tatapan kesal.

Natalia yang baru akan menjawab terpaksa berhenti dan menatap ke arah Sasa. Mulutnya mulai bungkam ketika melihat wajah serius sahahabtnya. Rasanya tidak enak kalau terus membuat keributan di sana.

"Kalian ini sudah dewasa. Jadi, diamlah," ucap Sasa kembali. "Dan lebih baik, kalian pergi saja dari apartemenku. Aku benar-benar pusing dengan pertengkaran kalian yang tidak ada akhir," lanjut Sasa serius.

Daniel yang mendengar pengusiran secara terang-terangan dari Sasa langsung membuka mulut dan siap memprotes. Namun, niatnya terhenti karena Natalia yang langsung meraih jemarinya dan meremas erat, membuat Daniel mengalihkan pandangan.

"Baik. Kami akan pergi, Sa. Maaf karena sudah membuat kerubutan di sini," ucap Natalia dengan senyum tipis.

Sasa hanya diam ketika mendengar hal tersebut. Manik matanya menatap lekat ke arah Natalia yang melangkah keluar dan menarik Daniel agar ikut keluar. Sampai pintu apartemennya tertutup, membuatnya membuang napas kasar.

"Asataga, aku bahkan tidak berpikir kalau mereka itu tidak bisa akur," gumam Sasa.

Sedangkan di luar, Natalia mulai melepaskan genggamnya dan menatap ke arah Daniel lekat.

"Kamu kenapa membawaku keluar?" tanya Daniel dengan pandangan tidak suka. Pasalnya, sejak tadi dia enggan keluar.

"Dan kamu mau membuat Sasa semakin kesal?" sahut Natalia dengan tatapan tenang. "Belajarlah dewasa. Biarkan saja dia tenang dulu. Lagi pula di sana kita juga ribut terus, kan? Jadi, janga egois dan mulai memahami kondisi seseorang," lanjut Natalia.

Daniel yang mendengar hal tersebut hanya diam. Dia baru membuka mulut dan siap mengatakan sesuatu, tetapi terhenti karena Natalia yang sudah melangkah meninggalkannya, membuat Daniel menatap ke arah Natalia dan membuang napas pelan.

"Astaga, kenapa gadis itu terasa menyebalkan untukku. Rasanya aku benar-benar tidak akan bisa akur dan tidak mau lagi bertemu dengannya," gumam Daniel sembari menatap punggung Natalia yang sudah mulai menghilang.

Dan semoga Tuhan mengabulkan, batin Daniel sembari melangkah ke arah lift dan siap pergi dari apartemen Sasa.

*****

Natalia menarik napas dalam dan membuang pelan. Tangannya mulai membuka pintu apartemen dan melangkah masuk. Dengan asal, dia melempar tas kuliahnya. Kakinya kembali melangkah ke arah lemari pendingin di dapur dan mengambil air mineral. Dia bahkan dengan santai langsung meneguk hingga setengah, tanpa menggunakan gelas dan membuang napas pelan.

Natalia yang sudah selesai kembali meletakan botol tersebut di leamri pendingin. Dia kembali melanjutkan langkah dan menuju ke arah sofa. Pasalnya, seharian ini dia merasa begitu lelah dan ingin beristirahat, membuatnya memutuskan berbaring di sofa di depan televisi dan menutup mata pelan.

Aku harap setelah aku bangun, akan ada keajaiban agar aku bisa membuat cerita romansa, batin Natalia dengan penuh harap. Dia mulai menutup mata, menikmati suasana sepi di rumahnya. Namun, belum juga dia meraih alam bawah sadarnya, dering ponsel mulai terdengar, membuat Natalia langsung tersentak kaget.

"Kurang ajar. Aku bahkan baru mau tertidur," gerutu Natalia sembari bangkit. Dengan malas, dia meraih tas di dekatnya dan mengambil ponsel. Manik matanya menatap lekat ke arah benda pipih tersebut dan berdecak kecil.

"Astaga, ini sudah malam dan dia masih menghubungiku? Apa tidak bisa besok saja?" gumam Natalia dengan tatapan kesal.

Dengan malas, dia mulai menggeser tombol berwarna hijau di layar dan mendekatkan ponsel di telinga.

"Halo, Natalia," sapa Arav dari seberang.

"Iya, Pak Arav," sahut Natalia dengan nada malas.

"Apa aku mengganggu kamu?" tanya Arav mulai berbasa-basi.

Natalia yang mendengar menatap ke arah jam dinding di depannya dan membuang napas pelan. "Kalau melihat dari jam yang sudah menunjukan pukul sepuluh malam, aku rasa ini cukup menggangu, Pak," jawab Natalia penuh penekanan.

Namun, Arav yang ada di seberang hanya tertawa, membuat Natalia memutar bola mata pelan. Tidak suka dengan hal tersebut dan mulai membuang napas pelan.

"Memangnya ada apa Bapak menghubungi saya di waktu semalam ini?" tanya Natalia kembali pada topik pembicaraan.

Sebelum dia kembali menjurus ke hal mesum, batin Natalia dengan tenang.

"Ah iya, aku lupa. Tadi aku hanya mau memberi kabar kalau besok kamu harus ke kantor dan menyerahkan minimal satu bab dari cerita kamu, Natalia. Aku harus memeriksa lebih dulu supaya mereka tidak kecewa dengan cerita kamu," jelas Arav mulai berubah serius.

"Hah? Besok Pak?" ulang Natalia dengan tatapan terkejut.

"Iya dan aku tidak mau alasan apa pun. Jadi, silahkan siapkan dan aku akan menunggu kamu besok, Sayang," sahut Arav.

Natalia baru akan menyahut ketika Arav langsung mematikan panggilan, membuat dia membuang napas pelan dan berdecak kecil.

"Astaga, apa yang harus aku berikan dengannya? Aku bahkan belum menemukan ide dan belum menulis sama sekali," gerutu Natalia dengan wajah berubah bingung.

Matilah kamu, Nat. Sekarang kamu harus mulai berpikir dan tidak bisa bersantai lagi, batin Natalia sembari menelan saliva pelan.

*****

avataravatar
Next chapter