1 Prolog

LONDON bertambah dingin

Langit bertambah gelap

Seolah Ini adalah akhir

Ia hanya berjalan, tanpa mengetahui kemana arah kakinya ini melangkah. Ia tidak mendengar suara-suara orang disekitarnya. Ia bahkan tidak mendengar detak jantungnya sendiri. Ia hanya memikirkan apa yang baru saja di dengarnya. Ia berharap. Tidak, tapi benar-benar berharap. Jika yang didengarnya adalah mimpi dan dia akan bangun keesokkan harinya.

Tapi bagaimana jika itu adalah kenyataan?

Pertanyaan itu terlintas begitu saja di otaknya.

Ia berhenti dan melihat bangku di depannya. Ia mengangkat kepala dan menatap Sungai Thames yang berada di sampingnya. Sudah seberapa jauh dia berjalan sampai akhirnya datang ke tempat ini. Ia menatap kertas yang masih dipegangnya. Kertas itu sudah lusuh dan basah karena terkena salju. Sambil mendengus pelan, ia berjalan ke bangku itu dan mulai duduk disana.

Matanya menatap kosong pemandangan di depannya. Ia tidak tahu sudah berapa lama duduk disana. Ia hanya melamun dan sesekali mengeluarkan butir air matanya. Tiba-tiba ia mendengar langkah tak jauh dari tempatnya duduk. Tangannya otomatis mengambil tas dan memasukkan kertas lusuh itu. Ia mengangkat wajah dan memandang tepat ke orang itu.

Ia bisa melihat wajah lelaki itu dengan jelas. Ia juga bisa mendengar suara lelaki itu memanggilnya.

Hanya sekali saja.

Kalau boleh, ia ingin mengatakannya sekali saja.

Kalau boleh, ia ingin melihatnya sekali lagi saja.

Tapi ia tidak bisa.

Ia tidak bisa membiarkan orang itu menderita karenanya.

avataravatar
Next chapter